Kementerian Ketenagakerjaan mengizinkan pengusaha eksportir memotong gaji buruh mereka sampai dengan 25 persen. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global, yang disahkan pada Selasa (7/3).
Menanggapi aturan itu, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Solo Wahyu Rahadi mengatakan pihaknya baru mempelajari Permenaker tersebut. Namun, dari Permenaker tersebut menunjukkan pemerintah sangat memanjakan pengusaha.
"Saya melihat Permenaker ini, pemerintah terlalu memanjakan pengusaha. Padahal belum ada kepastian adanya masalah, tiba-tiba upah teman-teman boleh (dipotong) hingga 25 persen," kata Wahyu saat dihubungi detikJateng, Kamis (16/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan kriteria dalam mengambil keputusan harusnya dilihat secara jelas dan detail. Tujuannya agar buruh tidak selalu dijadikan korban kebijakan.
Sebab, dikhawatirkan dengan aturan ini, perusahaan yang bukan sepenuhnya ekspor akan melakukan hal yang sama dengan asumsi sebagai perusahaan padat karya. Apalagi aturan itu berlaku nasional sehingga akan memberatkan daerah dengan UMK rendah.
"Itu terkait adanya asumsi di 2023. Sementara masalah buruh seperti pelanggaran terhadap UMK dan pengupahan masih banyak," ucapnya.
Dia menduga disahkannya Permenaker ini tidak dikomunikasikan dengan baik dengan serikat buruh yang ada di Indonesia. Sehingga hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak di kalangan buruh.
"Itu nilai 25 persen sangat gede. Kemarin (UMK) kita naik saja cuma sekitar 6 persen. Kita belum naik lagi, sudah terancam dipotong 25 persen. Ini bagi teman-teman buruh akan memukul sekali," ujarnya.
(ahr/dil)