Kerap dianggap hama, keberadaan ikan Red Devil di Waduk Sermo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) justru membawa berkah bagi masyarakat setempat. Bagaimana tidak, 'si iblis merah' yang dikenal sebagai predator ganas bagi ikan-ikan lain ini berhasil diolah oleh warga sekitar menjadi makanan ringan hingga dipasarkan lintas negara.
Adalah Karsin (55), sosok di balik lahirnya Lohan Mina Rasa, industri rumahan pengolahan ikan Red Devil di sekitar Waduk Sermo, tepatnya di Dusun Soka, Kalurahan Hargowilis, Kapanewon Kokap, Kulon Progo. Rumah industri ini secara khusus mengolah Red Devil menjadi keripik kemasan yang kini telah dipasarkan ke sejumlah daerah di Indonesia bahkan mancanegara.
"Kalau pemasaran saya se-Jawa sampai Kalimantan, Sumatra dan terakhir ini Bali. Pernah juga ke luar negeri, tapi dibawa oleh anak sekolah ke sini, buat oleh-oleh ke Jerman. Jadi di sana (Jerman) responnya juga cukup bagus gitu," ujar Karsin saat ditemui di rumah produksi Lohan Mina Rasa, Kamis (24/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usaha pembuatan keripik Red Devil besutan Karsin telah dirintis sejak 2006 silam. Ide usaha ini muncul dari keresahannya yang sulit memperoleh ikan tawes dan nilem di Waduk Sermo. Dua ikan ini merupakan ikan lokal yang lazim dikonsumsi masyarakat di sekitar waduk.
Penurunan jumlah ikan tawes dan nilem itu dipicu oleh kemunculan Red Devil yang diduga ditebar oleh oknum penggemar ikan hias tak lama setelah Waduk Sermo beroperasi pada 1996 silam. Untuk diketahui, ikan bernama latin Amphilophus labiatus yang asalnya dari Danau Managua, Nikaragua dan Xilao di Amerika Tengah ini bersifat agresif dan invasif. Populasinya cepat meroket hingga memangsa ikan-ikan lain yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi termasuk tawes dan nilem.
"Menurut hasil penelitian dari UGM, populasi Red Devil betina di Waduk Sermo udah di atas 90 persen. Makannya perkembangannya cepat sekali. Terus ini ikan predator, dia itu pintar sekali untuk melemahkan musuhnya walaupun ukurannya lebih besar," jelas Karsin.
![]() |
Sebagai penggemar kuliner ikan, Karsin sempat dibuat pusing dengan kondisi tersebut. Efek kepepet, Karsin nekat menangkap Red Devil untuk dijadikan lauk makanannya. Tak dinyana, hal ini justru jadi awal mula dirinya bisa membuka usaha keripik Red Devil.
"Kebetulan kan saya penggemar kuliner ikan ya, tapi waktu itu udah sulit nyari ikan karena tinggal ada Red Devil. Yaudah saya coba masak buat lauk. Setelah sekitar tiga hari, masih ada sisa (Red Devil) belum habis lalu saya goreng ulang, lha kok malah renyah gitu," ujarnya.
"Akhirnya terus saya bikin, setelah dingin saya bikin ulangi lagi lalu saya titipin ke warung-warung, kenyataannya banyak penggemar. Pada akhirnya orang-orang banyak yang nanya, terus banyak yang nyaranin untuk dibikin usaha," imbuhnya.
Sejak saat itu, keripik Red Devil bikinan Karsin mulai dikenal masyarakat. Usaha ini berkembang pesat hingga dilirik oleh Pemkab Kulon Progo. Kala itu, pemerintah memberikan bantuan materi dan pembinaan agar industri kecil ini kian maju.
"Sekitar 2010 saya direkrut pemerintah, akhirnya dibina dari pemerintah itu tentang usaha pengolahan ikan, berikut diberi fasilitas seperti alat-alat, terus legalitas pemasaran. Jadi seperti kalau (pengurusan izin) Departemen Kesehatan saya nyari sendiri, tapi kalau halal itu difasilitasi oleh dinas sampai sekarang," terangnya.
Halaman selanjutnya, proses pembuatan...
Proses Pembuatan
Dalam sehari, Karsin dibantu empat orang karyawan mampu mengolah sekitar 80 kg Red Devil. Ikan ini dibeli dari warga yang biasa menangkap ikan di Waduk Sermo dengan harga Rp6.000 per kg.
Proses pembuatan keripik Red Devil sendiri tergolong sederhana. Dimulai dengan mengeluarkan kotoran dan organ dalam ikan sampai bersih tak tersisa.
Setelah itu, ikan dilumuri tepung yang telah dicampur bumbu-bumbu dapur seperti garam dan jeruk nipis. Selanjutnya digoreng sekitar 15 menit hingga renyah.
"Kalau masalah renyah itu resepnya ada di tepung. Jadi ada bahan yang bisa merenyahkan," ucapnya.
Proses terakhir adalah mendiamkan hasil penggorengan ikan hingga benar-benar kering. Setelah dipastikan kering, ikan ini dikemas dalam plastik untuk selanjutnya bisa dipasarkan.
![]() |
Karsin mengatakan, dirinya biasa menjual keripik Red Devil dalam dua bentuk ukuran. Pertama ukuran kilogram, di mana harga per kilogram dipatok Rp 70 ribu. Selain itu produk ini juga dijual dalam bentuk kemasan isi 100 gram, dengan harga kisaran Rp 7 ribu-Rp 11 ribu.
"Kalau belum dikripsi itu sekitar Rp 70 ribu per kg. Kalau yang packaging belum spinerran (dikeringkan) itu Rp 7 ribu per 100 gram. Sedangkan yang udah dikeringkan untuk porsi kemasan buat toko kisaran Rp 11 ribu per 100 gram. Jadi untungnya memang besar," jelasnya.
Keripik Red Devil cukup digemari masyarakat. Salah satu alasannya karena tekstur keripik yang renyah dan rasa gurih penggugah selera.
Tak hanya itu, kelebihan ikan ini jika dimasak biasa, dagingnya terasa lebih kenyal. Ikan ini juga tidak mudah membusuk. Durinya lebih panjang sehingga tidak berbahaya ketika dikonsumsi anak kecil sekalipun.
Selain keripik Red Devil, Lohan Mina Rasa juga memproduksi hasil pengolahan ikan jenis lain seperti lele dan teri. Adapun bentuk jadinya berupa keripik dan abon.
Karsin mengatakan besarnya cuan yang diperoleh dari usaha ini membuat pandangan masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar Waduk Sermo terhadap Red Devil berubah. Bila dulu ikan ini dicap sebagai hama hingga bikin resah, sekarang justru dianggap pembawa keberuntungan.
"Pada awalnya iya (resah), tapi sekarang ya malah menjadi penghasilan masyarakat. Masalahnya kan saya mengandalkan masyarakat untuk menangkap ikan itu juga," ujarnya.
Ditemui di lokasi yang sama, salah satu pembeli, Nur Halimah Anggraeni (21), mengaku baru pertama kali mencoba keripik Red Devil. Menurutnya, keripik ini memiliki rasa yang unik.
"Rasanya tuh gurih, asin terus krispi kriuk-kriuk gitu. Cocok buat teman makan nasi ini," ujar perempuan asal Nanggulan, Kulon Progo ini.
Selain rasa, Halimah juga menyebut harga keripik ini tergolong murah. Cukup dengan Rp 7 ribu bisa membawa pulang keripik Red Devil berukuran 100 gram.
"Harganya sih kalau menurut saya terjangkau. Bisa dijangkau masyarakat yang kurang mampu juga," ucapnya.