Minyak goreng langka berdampak kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) perajin keripik usus dan belut di Boyolali. Mereka kelimpungan mencari minyak goreng dan terpaksa menurunkan produksi hingga sekitar 50 persen.
"Pesanannya banyak, tapi minyak goreng langka jadi produksinya nggak bisa target," kata Ririn Trisnawati (40), pemilik usaha keripik usus dan belut, warga Dukuh Peni, Desa Kuwiran, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Selasa (15/3/2022).
Ririn menjelaskan, kelangkaan minyak goreng ini membuat dia kesulitan produksi. Saat normal, dia memproduksi 400-500 kilogram usus goreng dalam sehari. Kebutuhan minyak goreng mencapai 100 liter/hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat harga minyak goreng melambung, dia masih bisa memenuhi produksi tersebut. Namun karena minyak goreng langka, produksi usus goreng pun turun drastis. Saat ini dia hanya bisa memproduksi 250-270 kilogram per hari.
Karena produksi turun, pekerjanya juga berkurang. Ririn terpaksa menggilir 10 pekerjanya yang masuk setiap hari. Jumlah pekerja yang masuk, disesuaikan ketersediaan bahan baku.
Terlihat hanya ada 3 pekerja yang masuk hari ini. Tidak semua tungku gorengan beroperasi. Dari 4 tungku, yang dipakai hanya 2. Sedangkan 2 tungku lainnya dibiarkan nganggur.
"Dulu minyak goreng disetori, sekarang sulit carinya. Jadi, ya sedapatnya saja. Biasanya dapat kemasan yang harga mahal, karena minyak goreng curah juga susah (langka). Sekarang beli migor 3 karton saja juga harus beli barang lain, seperti makaroni 10 kilogram yang harganya Rp 123 ribu. Jadi keberatan saya," ungkapnya.
Bahkan, kelangkaan minyak goreng sempat membuat produksi usus goreng miliknya berhenti selama tiga hari. Pasalnya, selama tiga hari itu Ririn tidak mendapat pasokan minyak goreng. Padahal pesanan usus goreng terus datang.
Usus goreng produksinya dipasarkan ke sejumlah daerah di kota-kota di Jawa dan Bali. Biasanya, dia bisa mengirim hingga 700-800 bal ukuran 2 kg atau sekitar 1,6 ton setiap daerah per pekan. Namun kini dia hanya bisa mengirim sekitar 200 bal atau 4 kuintal usus goreng.
Tak hanya masalah minyak goreng yang sulit didapat, lanjut Ririn, harga tepung terigu dan tapioka kini juga merangkak naik. Satu sak tepung terigu isi 50 kg, harganya naik hingga Rp 7.000.
Untuk tepung terigu harganya Rp 187 ribu/sak dan tepung tapioka Rp 235 ribu/sak. Harga bawang merah kupas juga naik menjadi Rp 32 ribu/kilogram.
"Kalau mau menaikkan harga, ya susah. Paling kita berani menaikkan Rp 1.000 dan itu pun di momen-momen tertentu, seperti lebaran," katanya.
Senada dikeluhkan perajin keripik usus lainnya, Setianingsih (56) warga Dukuh Jetak, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono. Dia mengaku kesulitan mendapat minyak goreng baik yang subsidi maupun nonsubsidi. Bahkan setiap pagi, dia rela mencari dan mengantre dari toko modern satu ke toko modern lainnya.
"Sehari bisa 5 sampai 6 toko (didatangi), dapatnya juga tidak mesti. Saya mengajak suami buat bantu beli migor, karena kebutuhan banyak. Itu kadang cuma dapat 3 botol," kata Setianingsih.
(rih/aku)