Busyro Muqoddas Sebut Bencana Sumatera Tragedi Kemanusiaan, Soroti Izin Tambang

Busyro Muqoddas Sebut Bencana Sumatera Tragedi Kemanusiaan, Soroti Izin Tambang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 18 Des 2025 19:01 WIB
Busyro Muqoddas Sebut Bencana Sumatera Tragedi Kemanusiaan, Soroti Izin Tambang
Wakil Ketua KPK periode 2011-2015, Busyro Muqoddas dalam acara Sarasehan Hari Antikorupsi Sedunia: Korupsi dan Darurat Iklim di Balai Bahasa Semeru, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Kamis (18/12/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Wakil Ketua KPK periode 2011-2015, Busyro Muqoddas, menyebut bencana di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) sebagai tragedi kemanusiaan yang dipicu mudahnya pemberian izin usaha pertambangan (IUP). Pemberian IUP itu disebut menjadi bentuk korupsi yang dilegalkan.

Hal itu disampaikan Busyro dalam acara Sarasehan Hari Antikorupsi Sedunia: Korupsi dan Darurat Iklim di Balai Bahasa Semeru, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang.

"Tragedi kemanusiaan di tiga provinsi itu adalah merupakan state capture corruption, dilakukan dengan cara political corruption. Dalam bentuk membuat undang-undang yang melegalkan sesuatu yang ilegal," kata Busyro di Balai Bahasa Semeru, Semarang, Kamis (18/12/2025)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, bencana di Sumatera tak lepas dari kebijakan pemerintah pusat, termasuk proyek strategis nasional (PSN) dan regulasi di sektor pertambangan, yang turut memperparah krisis iklim. Pemberian IUP itu, lantas disebut jadi salah satu bentuk korupsi.

"Krisis iklim yang sekarang ini, mestinya diatasi dengan berbagai macam langkah. Jangan sinyal tentang krisis iklim itu kemudian justru diterjang dengan memberikan lahan-lahan izin usaha tambang," tutur Ketua PP Muhammadiyah Bidang HAM ini.

ADVERTISEMENT

"Jadi ini hilirisasi political corruption lewat IUP, izin usaha pertambangan, dan proyek-proyek lain yang sejenis. Yang memberikan izin ini siapa? Pemerintah pusat. Korelasinya jelas ada," lanjutnya.

Ia pun mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk tak mengabaikan kondisi darurat yang terjadi di tiga provinsi itu dengan menetapkan bencana di sana sebagai bencana nasional.

"Presiden dengan jajarannya, termasuk DPR, harus segera mengambil keputusan untuk segera mengumumkan darurat kemanusiaan nasional. Konsekuensinya pasti positif, kepercayaan masyarakat yang dulu memilihnya maupun yang tidak akan meningkat," tegasnya.

Dorong Penerbitan Perppu Batalkan Revisi UU KPK

Busyro juga menyinggung pentingnya Penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Revisi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK yang disahkan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), guna mencegah kerusakan lingkungan akibat korupsi kebijakan.

"Jadi, sekarang ini kesempatan emas bagi Presiden Prabowo Subianto untuk segera menerbitkan Perppu, mengembalikan Undang-Undang KPK yang sekarang ini produk Jokowi cs, Puan Maharani, pemerintah, dan DPR ke Undang-Undang yang lama. Nanti public trust pada KPK insyaallah akan tumbuh," sarannya.

Tanpa transparansi, konsultasi publik, dan pengawasan ketat dari KPK, Busyro menilai kebijakan yang ada justru berisiko memperparah krisis iklim sekaligus pelanggaran HAM. Ia mengaitkannya dengan rencana penambahan lahan sawit di Papua.

"Jadi kalau seperti sekarang ini, Presiden mau menambah sawit itu, jangan ambisius, tapi sebaliknya demokratis, menghargai rakyat yang memilih, menghargai demokrasi dengan cara konkret, mudah," ujarnya.

"Undang orang-orang kampus, NGO yang profesional, masyarakat sipil, apa dampak penambahan lahan sawit di Papua, biar dianalisis. Kalau Presiden mau mendengarkan seperti itu, bagus. Kepentingannya akan mengalami proses legitimasi yang kuat," lanjutnya.

Menurutnya, KPK yang independen penting agar proyek-proyek besar tidak lepas dari pengawasan. Jika tidak, maka bencana besar bisa terus berulang.

"Masyarakat kita terbatas pemahaman kesadaran politiknya, karena terbatas informasi, informasi media juga dibatasi kekuasaan. Maka, rakyat itu betul-betul menderita dan akan terus semakin menderita," tuturnya.

"Karena ini (bencana) tidak bisa lepas dari akibat kebijakan pemerintah yang disahkan lewat Undang-Undang PSN, Undang-Undang Minerba, dan Peraturan Presiden Jokowi dulu lewat PSN dan kebijakan lainnya," lanjutnya.

Menurutnya, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah membuat KPK tak independen, sehingga pengawasan terhadap PSN dan sektor pertambangan berkurang. Ia meminta Presiden mengembalikan marwah KPK lewat undang-undang yang lama, yakni UU Nomor 30 tahun 2002.

"Presiden Joko Widodo membuat karya yang sangat busuk sekarang. Ketika KPK sudah tidak independen lagi, maka akibatnya PSN itu tidak ada lagi lembaga negara independen," ujarnya.

"Tiga lembaga negara independen kan MK, KY, dan KPK. KPK sudah tidak dibikin independen. Akibatnya tidak bisa melakukan pencegahan yang integratif dengan penyidikan seperti KPK dulu," lanjutnya.

Ia menilai dengan kondisi KPK saat ini, justru membuka peluang KPK untuk disusupi kepentingan berbagai pihak.

"Pakai kata lebar-lebar. Tidak mungkin KPK tidak dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan pecundang-pecundang politik itu," tegasnya.

Halaman 2 dari 2
(ams/apl)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads