Menteri LH Sebut Deforestasi Sumut Disorot Internasional Terkait Orang Utan

Menteri LH Sebut Deforestasi Sumut Disorot Internasional Terkait Orang Utan

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Selasa, 16 Des 2025 16:22 WIB
Menteri LH Sebut Deforestasi Sumut Disorot Internasional Terkait Orang Utan
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq di Universitas Diponegoro (Undip), Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Selasa (16/12/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyoroti deforestasi sebagai faktor yang memperparah banjir besar di Sumatera Utara (Sumut) dan Sumatera Barat (Sumbar). Ia menyebut deforestasi di Sumut jadi sorotan internasional terkait orang utan.

Hal itu disampaikan Hanif saat menjadi keynote speech pada acara UI GreenMetric Indonesia 2025 yang digelar di Universitas Diponegoro (Undip), Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Ia mengatakan, bencana yang melanda Aceh, Sumut, dan Sumatera Barat (Sumbar) bukan hanya disebabkan curah hujan tinggi.

"Sejatinya ada tiga faktor penting yang memperparah terjadinya bencana di Sumatera Utara. Mulai dari antropogenik kita, budaya kita yang telah melakukan kegiatan deforestasi yang cukup luas," kata Hanif di Undip, Selasa (16/12/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian geomorfologi kita yang ada di Sumatera Utara juga kondisinya tidak stabil. Terakhir, hadirnya hidrometriologi yang nyata di hadapan kita," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Hanif menjelaskan, faktor antropogenik yang berupa perubahan tutupan hutan menjadi lahan nonhutan terjadi cukup masif di sejumlah daerah aliran sungai (DAS) di Sumatera. Menurutnya, deforestasi paling mencolok terjadi di kawasan DAS Batang Toru di Sumatera Utara.

"Dari posisi 340.000 DAS di Batang Toru, tutupan hutannya hanya berjumlah 38 persen. Terjadi deforestasi yang sangat serius untuk DAS di Sumatera Utara terutama pada 5 DAS di sisi selatannya," ungkapnya.

"Tercatat di kita hampir 15.000 hektare lahan berubah menjadi dari hutan menjadi tidak hutan selama hampir 15 tahun," lanjutnya.

Tak hanya mengancam keselamatan warga, lanjutnya, deforestasi di kawasan Batang Toru juga menjadi sorotan internasional karena wilayah tersebut merupakan habitat orang utan Tapanuli yang populasinya semakin tertekan.

"Di Sumatera Utara terdampak 4-5 DAS. Yang paling krusial adalah DAS Batang Toru yang menjadi sorotan internasional karena di sana konon ada orang utan Tapanuli yang jumlahnya juga terus kita pertanyakan. DAS dengan luas 340.000 ini memang harus menjadi perhatian kita semua," urainya.

Selain itu, lanjutnya, kondisi geomorfologi di Sumatera bagian barat dan utara juga dinilai sangat rentan. Hanif menyebut, banyak wilayah memiliki lereng curam dengan struktur batuan muda yang mudah runtuh ketika diguyur hujan deras.

"Di Sumatera Utara curah hujannya rata-rata 110 mm/day (hari) yang terjadi selama 4 hari. Dengan posisi landscape yang sangat terjal itu, kemudian di daerah Das Garoga, satu desa benar-benar hilang," jelasnya.

"Satu desa hilang karena memang hujan yang cukup tinggi, kemudian dinding yang berdiri, dan ada laju deforestasi yang cukup serius," lanjutnya.

Ia melanjutkan, kondisi hidrometeorologi yang ekstrem pada 24-27 November lalu itu diperkirakan jadi faktor bencana terjadi. Curah hujan di sejumlah wilayah di Sumatera, kata Hanif, tercatat jauh di atas rata-rata normal.

"Bayangkan, rata-rata curah hujan di Sumatera hanya 2.500-3.000 mm dalam 1 tahun. Artinya curah hujan kita rata-rata hanya 8-10 mm per hari, rata-rata," ungkapnya.

"Selama 4 hari maka curah hujan Sumatera Barat rata-rata mencapai 135 mm per hari. Artinya hujan selama 20 hari turun dalam 1 hari, dan itu terjadi semalam selama 4 hari. Artinya selama 4 hari telah turun hampir 80 hari hujan. Maka yang terjadi cukup sangat serius untuk Sumatera Barat," lanjutnya.

Kondisi itu disebut menyebabkan sejumlah daerah aliran sungai tidak mampu menampung debit air, hingga memicu banjir besar dan longsor di berbagai wilayah.

"Antropogenik kita yang tidak bersahabat dengan alam, geomorfologi kita, dan hidrometrologi dari perubahan iklim, menyebabkan bahaya ekstrem yang kemudian menimbulkan korban jiwa," ungkapnya.

Sebagai tindak lanjut, Kementerian Lingkungan Hidup akan melakukan evaluasi terhadap kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) dan tata ruang di daerah terdampak, yakni Aceh, Sumut, dan Sumbar.

"Jangan kita hanya berduka saja, mari kita rumuskan langkah-langkah untuk membangun kajian lingkungan hidup strategis. Kenapa ini ternyata harus kita evaluasi? Karena secara fisik kita lihat, telah menimbulkan bencana yang cukup sangat besar yang harus kita kita akselerasi kembali," tuturnya.




(alg/dil)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads