Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) buka suara terkait adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa saat bermain gim truth or dare. Dugaan kekerasan seksual yang dilakukan sekelompok mahasiswa itu viral usai beredar di media sosial.
Ketua Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), Ismi Dwi Astuti, mengatakan dugaan kasus kekerasan seksual itu sudah dilaporkan ke Satgas PPKS pada 1 Desember 2025. Pihaknya mengaku sedang melakukan pemeriksaan.
"Kasusnya sudah dilaporkan ke Satgas 1 Desember dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan," katanya saat dihubungi detikJateng, Rabu (3/12/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ismi menerangkan, pihaknya belum menentukan jumlah yang dimintai keterangan. Ia menyebut, yang bahkan diperiksa yakni pelapor, terduga korban, hingga terlapor.
"Kami tidak menetapkan jumlahnya. Mengacu pada regulasi, yang akan dimintai keterangan adalah pelapor, terduga korban, para saksi, dan terlapor," ungkapnya.
Menurut Ismi pelapor tidak selalu korban. Ia mengaku belum bisa menyampaikan jumlah terduga pelaku.
"Pelapor tidak selalu korban. Kami belum bisa menyampaikannya disini," pungkasnya.
Viral Kekerasan Seksual di Kelompok Mahasiswa
Viral dugaan kekerasan seksual dilakukan mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS). Dugaan tersebut sempat diunggah ke akun media sosial.
Dugaan kekerasan seksual itu dibagikan oleh akun instagram @kentingansantuy yang menceritakan kronologi kejadian kekerasan seksual.
Dari akun tersebut, awalnya korban berada di kos temannya untuk mengerjakan tugas bersama dua orang lainnya. Namun karena teman korban enggan diajak mengerjakan di luar, ia bersama temannya tetap mengerjakan tugas di kos.
"Pada malam hari yang sama, anak-anak dari acara voli ***** ***** yang baru selesai bertanding malam itu datang ke kos tersebut yang merupakan tempat yang sama dimana korban dan teman- temannya sedang kumpul," tulis akun tersebut seperti dikutip detikJateng, Rabu (3/12).
Namun karena sudah terlalu lama dan merasa tidak nyaman mengerjakan skripsi, mereka memutuskan untuk bermain game. Ia mengatakan permainan tersebut dilakukan dalam kondisi sadar.
"Dikarenakan sudah terlalu ramai dan sudah tidak nyaman untuk mengerjakan skripsi, mereka memutuskan bermain game agar suasana tidak terlalu membosankan. Hal ini juga dilakukan tanpa alkohol maupun obat2-an terlarang. Game yang dipilih adalah Truth or Dare (ToD), yang pada ya adalah permainan biasa. Namun tanpa alasan yang jelas, dan tanpa diketahui korban sebelumnya, arah ainan ToD malah berubah menjadi "dare" yang bernuansa seksual dan mesum," tulisnya.
Dalam cerita tersebut, korban sudah menolak berkali-kali untuk game tersebut. Tapi para pelaku tetap memaksa dan dibuat kalah terus. Para pelaku melecehkan korban dengan dalih sportivitas. Korban yang merasa dilecehkan sempat melawan, namun tetap dipaksa oleh para pelaku.
(apu/ahr)











































