Listrik dari Sungai, Warga Sidomulyo Pekalongan Cuma Iuran Rp 25 Ribu

Listrik dari Sungai, Warga Sidomulyo Pekalongan Cuma Iuran Rp 25 Ribu

Robby Bernardi - detikJateng
Rabu, 03 Des 2025 14:55 WIB
Listrik dari Sungai, Warga Sidomulyo Pekalongan Cuma Iuran Rp 25 Ribu
Desa Sidomulyo di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Rabu (3/12/2025). Foto: Robby Bernardi/detikJateng
Pekalongan -

Listrik murah, gas gratis, air bersih melimpah, udara sejuk, dan pemandangan asri, itulah definisi Sidomulyo. Desa yang dikelilingi perbukitan di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, ini dikenal berkat mengolah air sungai lewat Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).

Desa yang berada di ketinggian lebih dari 600 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini bisa dibilang sebagai contoh tentang bagaimana ketekunan warga dapat mengubah kekayaan alam menjadi energi yang berkelanjutan.

Di Sidomulyo, aliran Kali Kumenyep yang menuju Curug Jlaran dikelola menjadi sumber energi lewat PLTMH. Sebelum ada PLTMH, warga di Sidomulyo memang telah memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan listrik dengan menggunakan kincir air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Desa Sidomulyo di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Rabu (3/12/2025).Desa Sidomulyo di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Rabu (3/12/2025). Foto: Robby Bernardi/detikJateng

Kepala Desa Sidomulyo, Suyanto, mengatakan setiap beberapa rumah memiliki satu kincir air yang dijaga bersama. Tidak heran jika di sepanjang aliran sungai desa saat itu banyak kincir air berjejer rapi.

"Kami dulu hanya pakai kincir sederhana (untuk listrik). Tapi kami percaya alam selalu memberi jalan saat kita terus menjaganya" kata Suyanto kepada detikJateng, Rabu (3/12/2025).

ADVERTISEMENT

Pada tahun 2005, Desa Sidomulyo mendapatkan bantuan solar panel untuk kebutuhan listrik warganya. Namun, sebagian besar warga masih menggunakan kincir air.

Pada tahun 2011, Sidomulyo mendapat bantuan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) dari Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. PLTMH berkapasitas 25 KW itu hingga kini menjadi penerang desa tersebut.

"Sejak Tahun 2011 melalui bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, aliran sungai ini dibendung dan diubah menjadi tenaga listrik bagi warga di satu dusun," ujar Suyanto.

Desa Sidomulyo di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Rabu (3/12/2025).Desa Sidomulyo di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Rabu (3/12/2025). Foto: Robby Bernardi/detikJateng

PLTMH itu kini memasok listrik stabil untuk sekitar 50 rumah, sekolah, masjid, mushola, dan untuk penerangan jalan. Penerangan dan alat elektronik di kantor desa juga memanfaatkan PLTMH.

"Warga iuran untuk pemeliharaan, sekitar Rp 25 ribu per bulan. Dari sisa beberapa kali pemeliharaan tersimpan uang kas mencapai lebih dari Rp 60 juta," jelas Suyanto.

Iuran tersebut digunakan untuk pemelihara atau perbaikan bagian-bagian yang rusak.

Desa Sidomulyo di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Rabu (3/12/2025).Desa Sidomulyo di Kecamatan Lebakbarang, Kabupaten Pekalongan, Rabu (3/12/2025). Foto: Robby Bernardi/detikJateng

"Untuk pemakaian listriknya ya bebas sesuai kebutuhan warga, tidak dibatasi untuk apa saja. Ada yang konveksi hingga pertukangan," imbuh Suyanto.

Namun, PLTMH belum bisa menjangkau seluruh desa. Dari lima dusun, baru satu dusun yang terjangkau. Sehingga, warga lain menggunakan Listrik dari PLN

Air bersih di Sidomulyo juga melimpah, dialirkan menggunakan pipa sampai ke depan rumah-rumah warga. Tidak ada iuran untuk air bersih ini.

"Kami menyadari alam telah memberikan segalanya buat kita. Kita wajib menjaganya. Bukan untuk kita, namun untuk anak cucu kita," ucap Suyanto.

Warga Sidomulyo juga menikmati gas gratis berkat program biogas pada 2023. Sejak itu limbah kotoran sapi diolah jadi sumber energi rumah tangga. Sebagian besar warga memiliki kandang sapi. Selain gas untuk memasak, biogas juga dimanfaatkan untuk lampu penerangan.

"Tidak bau, tidak repot, malah menghemat. Biogas kami gunakan juga untuk lampu," kata Suci (46), warga setempat yang kandang sapinya tak jauh dari rumahnya.

Suci juga masih menyimpan gas LPG 3 kilogram buat cadangan ketika biogas sedang meredup.

Hidup di dataran tinggi dengan curah hujan 4,5 ribu-6 ribu mm per tahun membuat warga Desa Sidomulyo terus mencari kombinasi energi yang paling masuk akal.

Bagi Debi, penjahit borongan konveksi, PLTMH adalah penopang utama usahanya. Tiap bulan ia cuma iuran Rp 25 ribu meski tiap hari mengoperasikan mesin jahit yang memakan daya besar.

"Saya menjahit setiap hari dari jam 8 pagi sampai sore di rumah. Ambil orderan dari bos Konveksi. Ya sangat murah Rp 25 ribu sebulan, apalagi mesin jahit dayanya sangat besar," kata Debi.

Di Sidomulyo, energi tidak sekadar persoalan teknis, tapi juga hasil dari laku menjaga alam. Warga merawat aliran sungai, memelihara hutan kecil di hulu, dan memastikan debit air tetap stabil. Prinsip itu sederhana namun dipegang teguh.

"Selama kami menjaga alam, alam tidak akan meninggalkan kami," ujar Suyanto.

Tiap malam saat lampu-lampu di lereng pegunungan itu menyala, Sidomulyo seperti hendak menunjukkan bahwa masa depan energi tidak selalu datang dari investasi besar. Tapi bisa juga tumbuh dari desa kecil yang tak pernah menyerah pada gelap.

Halaman 3 dari 2
(dil/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads