Wacana penerapan jadwal enam hari sekolah di Jawa Tengah (Jateng) menuai respons keras dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jateng. Ketua PGRI Jateng menyebut di Amerika saja banyak yang menerapkan jadwal cuma 4 hari sekolah dalam sepekan.
Diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng sedang mengkaji program enam hari sekolah bagi SMA/SMK. Program tersebut masih digodok.
"(Program 6 hari sekolah) Masih kajian, nanti saja kalau sudah fix. Ini baru dikaji oleh tim," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Sadimin melalui pesan singkat kepada detikJateng, Jumat (21/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menanggapi wacana tersebut, Ketua PGRI Jateng, Muhdi, menyebut wacana itu sebagai 'jalan mundur'.
"Saya kira saat ini tidak ada alasan yang cukup untuk mengubah. Dulu pemerintah mengubah 5 hari kerja dengan alasan-alasan yang cukup rasional," kata Muhdi saat dihubungi detikJateng, Minggu (23/11/2025).
Ia mengatakan, dulu pemerintah mengubah jadwal enam hari sekolah menjadi lima hari sekolah dengan pertimbangan rasional, terutama alasan soal waktu anak bersama keluarga.
"Kalau tujuan 6 hari sekolah agar siswa diawasi, tugas pendidikan anak kan tidak hanya oleh guru. Orang tua juga punya tanggung jawab pendidikan anaknya, jangan lalu kita bolak-balik," ujar dia.
Muhdi menyoroti tuntutan siswa saat ini yang semakin banyak tetapi sekolah tidak mampu memfasilitasi. Sehingga menurut dia tetap perlu adanya waktu lebih bagi siswa bersama dengan keluarga dan bersosialisasi dengan masyarakat.
Muhdi menambahkan, ritme lima hari sekolah memberikan ruang bagi keluarga untuk menjaga hidup yang seimbang baik bagi orang tua siswa maupun guru.
"Guru itu juga orang tua. Mereka butuh dua hari untuk berkumpul dengan keluarga, memulihkan fisik dan mental. Sabtu-Minggu juga biasanya dipakai guru untuk mengembangkan keprofesian, seperti MGMP. Kalau enam hari makin berat," ucapnya.
Disinggung soal argumen bahwa enam hari sekolah bisa mencegah siswa melakukan hal negatif, Muhdi menyebut alasan itu tidak berdasar.
"Aneh-aneh yang dimaksud apa? Kalau misalkan demo justru pada saat hari sekolah, mereka pulang sekolah langsung melakukan itu karena mereka berkumpul di sekolah. Jadi hal-hal itu bukan hasil kajian yang cukup," tegasnya.
Muhdi lalu mengingatkan soal tren dunia yang bergerak ke arah pengurangan hari sekolah.
"Skandinavia (sekolah) 5 hari, Eropa 5 hari, Amerika bahkan banyak yang 4 hari sekolah. Kalau kita balik lagi ke 6 hari itu jalan mundur. Semua kajian mendorong jam belajar dikurangi, bukan ditambah," tegasnya.
Menurut dia, PGRI Jateng belum pernah diajak berdiskusi atau dilibatkan dalam proses kajian wacana sekolah enam hari tersebut.
"Sampai saat ini belum pernah. Kami bahkan bingung kajiannya di mana. Padahal undang-undang jelas, organisasi profesi harus dilibatkan dalam penyusunan kebijakan pendidikan," katanya.
Terpisah, salah satu guru di SMAN 7 Semarang, Ashfi (32), menilai kebijakan enam hari sekolah itu hanya menambah beban guru tanpa manfaat jelas.
"Saya sangat tidak setuju. Kami juga guru, punya anak, punya keluarga. Masa kami harus merawat anak orang lain tapi anak kami sendiri tidak dipikirkan?" kata Asfi kepada detikJateng.
Ia menyebut kebijakan 6 hari sekolah ini merugikan guru yang banyak berdomisili di luar kota. Jika Sabtu jadi masuk sekolah, kabarnya siswa bakal pulang pukul 15.00 WIB.
Ashfi turut mempertanyakan keadilan kebijakan tersebut. Berdasarkan rencana yang ia dengar, jika 6 hari sekolah diterapkan, guru fungsional wajib masuk sementara pegawai struktural di dinas libur pada Sabtu.
"Yang kami nggak setuju hari Sabtu struktural libur tapi fungsional itu masuk, kan tidak adil. Jadi yang masuk hanya guru fungsional, tapi yang di bawah dinas libur, di mana letak keadilannya?" ujarnya.
Selama ini, kata Ashfi, sistem 5 hari sekolah sudah sangat efektif. Senin-Kamis siswa pulang pukul 15.30 WIB, Jumat pukul 14.00 WIB.
"Anak-anak juga punya kegiatan les atau tugas. Guru juga butuh me-time, butuh tidur, butuh urus rumah. Kalau cuma libur Minggu, kapan ngurus semuanya?" ujarnya.
"Guru juga cuma bisa mengantar anak sekolah hari Sabtu, kalau Sabtu masuk nggak ada lagi bisa mengantar anak sekolah," sambungnya.
Pemprov-Pakar Kaji Dampak Wacana 6 Hari Sekolah
Dilansir detikNews, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin menyatakan wacana sekolah enam hari selama sepekan untuk SMA/SMK di Jateng masih dalam tahap kajian. Pengkajian ini dilakukan secara komprehensif dengan melibatkan perguruan tinggi, pakar pendidikan, serta dewan pendidikan.
"Kami menindaklanjuti dinamika yang ramai dibahas di masyarakat dan media sosial, apakah Jateng akan kembali menerapkan lima atau enam hari sekolah," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (24/11/2025).
Hal tersebut disampaikannya usai memimpin Rapat Evaluasi Jumlah Hari Sekolah per Minggu di kompleks Kantor Gubernur Jateng, hari ini.
Oleh karena itu, Taj Yasin melibatkan berbagai stakeholder untuk mengkaji dampaknya dari berbagai aspek. Hasil kajian itu yang akan dijadikan sebagai bahan untuk mengambil kebijakan.
Ia mengatakan, usulan mengembalikan sekolah menjadi enam hari sebenarnya sudah lama disampaikan, terutama dari warga di daerah-daerah. Aspirasi itu muncul seiring kekhawatiran masyarakat terhadap meningkatnya ketergantungan anak pada gawai.
"Ketika anak berada di lingkungan sekolah, dianjurkan tidak menggunakan gawai. Itu sebabnya kami melakukan evaluasi kembali tahun ini," jelasnya.
Taj Yasin menegaskan belum ada keputusan final mengenai jumlah hari sekolah. Seluruh alternatif masih dikaji, termasuk dua opsi penerapan, yakni diberlakukan serentak di penjuru Jawa Tengah, atau melalui pilot project di daerah tertentu.
"Nanti akan diputuskan berdasarkan hasil kajian," tutupnya.
Selain jumlah hari sekolah, rapat juga membahas penyesuaian kurikulum, pemenuhan jam belajar, serta aturan kepegawaian. Pemprov turut melibatkan Inspektorat dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk menghitung dampaknya terhadap jam kerja guru.











































