Round-Up

Guru-Siswa Kompak Tolak Wacana 6 Hari Sekolah di Jateng

Tim detikJateng - detikJateng
Senin, 24 Nov 2025 07:00 WIB
Ilustrasi ruang kelas di sekolah. Foto: iStock
Semarang -

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah (Jateng) menolak wacana penerapan jadwal enam hari sekolah dalam seminggu di Jateng. Penolakan juga diutarakan sejumlah siswa di Semarang. Berikut selengkapnya.

PGRI Sebut 'Jalan Mundur'

Ketua PGRI Jateng, Muhdi, menyebut wacana itu sebagai 'jalan mundur'.

"Saya kira saat ini tidak ada alasan yang cukup untuk mengubah. Dulu pemerintah mengubah 5 hari kerja dengan alasan-alasan yang cukup rasional," kata Muhdi saat dihubungi detikJateng, Minggu (23/11/2025).

Ia mengatakan, dulu pemerintah sendiri yang mengubah jadwal enam hari sekolah menjadi lima hari sekolah dengan pertimbangan rasional, terutama alasan soal waktu anak bersama keluarga.

"Kalau tujuan 6 hari sekolah agar siswa diawasi, tugas pendidikan anak kan tidak hanya oleh guru. Orang tua juga punya tanggung jawab pendidikan anaknya, jangan lalu kita bolak-balik," tegasnya.

Muhdi menyoroti tuntutan siswa saat ini yang semakin banyak tetapi sekolah tidak mampu memfasilitasi. Sehingga menurut dia tetap perlu adanya waktu lebih bagi siswa bersama dengan keluarga.

"Kan sekolah juga tidak mampu menyiapkan sepenuhnya sarana-prasarana untuk anak-anak kita memilih skill, untuk mengembangkan hobinya misalkan," lanjutnya.

"Anak-anak perlu waktu hidup di lingkungan masyarakatnya. Dua hari libur itu waktu mereka bersosialisasi, ikut kegiatan positif," imbuhnya.

Muhdi menambahkan, ritme lima hari sekolah memberikan ruang bagi keluarga untuk menjaga hidup yang seimbang baik bagi orang tua siswa maupun guru.

"Guru itu juga orang tua. Mereka butuh dua hari untuk berkumpul dengan keluarga, memulihkan fisik dan mental. Sabtu-Minggu juga biasanya dipakai guru untuk mengembangkan keprofesian, seperti MGMP. Kalau enam hari makin berat," tegasnya.

"Anak SMA/SMK juga banyak yang sekolahnya jauh. Dengan lima hari saja sudah berat, kalau enam hari transportasinya bertambah lagi satu hari," imbuhnya.

Saat ditanya soal argumen bahwa enam hari sekolah bisa mencegah siswa melakukan hal negatif, Muhdi menilai alasan itu tidak berbasis kajian.

"Aneh-aneh yang dimaksud apa? Kalau misalkan demo justru pada saat hari sekolah, mereka pulang sekolah langsung melakukan itu karena mereka berkumpul di sekolah. Jadi hal-hal itu bukan hasil kajian yang cukup," kata dia.

"Coba sisi lain, bukankah banyak anak yang pada hari Sabtu libur, mereka beraktivitas yang positif dengan mengembangkan hobi, soft skill, kompetensi diri," sambungnya.

Muhdi juga mengingatkan tren dunia justru bergerak ke arah pengurangan hari sekolah, bukan penambahan.

"Skandinavia (sekolah) 5 hari, Eropa 5 hari, Amerika bahkan banyak yang 4 hari sekolah. Kalau kita balik lagi ke 6 hari itu jalan mundur. Semua kajian mendorong jam belajar dikurangi, bukan ditambah," tegasnya.

Muhdi mengungkapkan, hingga kini PGRI Jateng belum pernah diajak berdiskusi atau dilibatkan dalam proses kajian wacana sekolah enam hari.

"Sampai saat ini belum pernah. Kami bahkan bingung kajiannya di mana. Padahal undang-undang jelas, organisasi profesi harus dilibatkan dalam penyusunan kebijakan pendidikan," katanya.

Guru Bilang Tak Adil

Menurut salah satu guru di SMAN 7 Semarang, Ashfi (32), kebijakan enam hari sekolah itu hanya menambah beban guru tanpa manfaat jelas.

"Saya sangat tidak setuju. Kami juga guru, punya anak, punya keluarga. Masa kami harus merawat anak orang lain tapi anak kami sendiri tidak dipikirkan?" kata Asfi kepada detikJateng.

Ia menyebut kebijakan 6 hari sekolah ini merugikan guru yang banyak berdomisili di luar kota. Jika Sabtu jadi masuk sekolah, kabarnya siswa bakal pulang pukul 15.00 WIB.

Ashfi turut mempertanyakan keadilan kebijakan tersebut. Berdasarkan rencana yang ia dengar, jika 6 hari sekolah diterapkan, guru fungsional wajib masuk sementara pegawai struktural di dinas libur pada Sabtu.

"Yang kami nggak setuju hari Sabtu struktural libur tapi fungsional itu masuk, kan tidak adil. Jadi yang masuk hanya guru fungsional, tapi yang di bawah dinas libur, di mana letak keadilannya?" ujarnya.

Selama ini, kata Ashfi, sistem 5 hari sekolah sudah sangat efektif. Senin-Kamis siswa pulang pukul 15.30 WIB, Jumat pukul 14.00 WIB.

"Anak-anak juga punya kegiatan les atau tugas. Guru juga butuh me-time, butuh tidur, butuh urus rumah. Kalau cuma libur Minggu, kapan ngurus semuanya?" ujarnya.

"Guru juga cuma bisa mengantar anak sekolah hari Sabtu, kalau Sabtu masuk nggak ada lagi bisa mengantar anak sekolah," sambungnya.



Simak Video "Video: Kecelakaan Karambol di Tol Gayamsari Semarang, 8 Orang Terluka"


(dil/dil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork