Tragedi longsor di Desa Cibeunying, Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, masih menyisakan duka mendalam. Dari 23 warga yang dilaporkan hilang, 20 berhasil ditemukan dalam kondisi meninggal. Tiga lainnya masih dalam pencarian oleh tim SAR gabungan, relawan, dan sejumlah komunitas pencarian.
Di tengah upaya penyisiran yang penuh risiko, ada sosok relawan yang menarik perhatian. Dia adalah Karsono (51), warga Desa Kedungurang, Kecamatan Gumelar, Banyumas, yang tergabung dalam tim relawan Merpati Putih. Dengan kemampuan pendeteksian khusus berbasis teknik pernapasan getaran, ia menjadi salah satu kunci ditemukannya sejumlah korban di titik-titik yang sulit.
Karsono bercerita, selama berada di lokasi bencana ia selalu bersiaga penuh. Medan yang tak stabil memaksanya bekerja cepat namun tetap penuh kehati-hatian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya kita standby sambil awasi lingkungan sekitar yang masuk di area saya. Ketika di situ ada bau, kita beritahu sopir ekskavatornya. Kita harus tahu titik-titiknya," ujarnya saat ditemui usai operasi pencarian, Kamis (20/11/2025).
Metode yang ia gunakan bukan metode umum seperti K9 atau geolistrik. Karsono mengandalkan kemampuan yang ia pelajari di perguruan Merpati Putih.
"Kalau dari Merpati Putih sistemnya pendeteksian. Ketika pendeteksian itu sedikit yakin, nanti kita padukan dengan penyisiran K9 atau anjing pelacak. Kalau insting saya di sini terus kita padukan, ternyata betul," katanya.
Menurutnya, teknik itu didasarkan pada apa yang ia sebut sebagai pernapasan getaran, yakni metode untuk menajamkan sensitivitas tubuh terhadap benda atau objek yang terpendam.
"Butuh penciuman dan insting. Di perguruan saya ada yang namanya pernapasan getaran, itu untuk mendeteksi benda-benda yang terpendam," jelasnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa segala kemampuan manusia tetap memiliki batas.
"Kalau memang belum pasti ya kita tetap ikhtiar," tambahnya.
Karsono mengaku terlibat penuh dalam operasi selama tujuh hari terakhir. Ia mengklaim tak pernah pulang dengan tangan kosong.
"Selama 7 hari ini saya setiap hari dapat mengevakuasi korban, tidak pernah saya sehari zonk. Worksite yang saya kerjakan selalu ada," ujarnya.
"Digeser pun ke worksite B-1 atau B-2 tetap ketemu. Nah ini geser ke B-1 ketemu lagi. Total yang sudah saya temukan itu 10 korban tertimbun atau setengahnya," terangnya.
"Yang terakhir saya temukan body part, serpihan rambut dan kulit kepala. Tapi keburu hujan terus minggir semua," ungkapnya.
Hujan lebat tak hanya menghentikan pencarian, tetapi juga meningkatkan risiko longsor susulan.
Bagi Karsono, pekerjaan ini bukan sekadar membantu operasi resmi. Ada sisi emosional yang selalu menghantui setiap kali turun ke titik pencarian.
"Kalau misal tidak ketemu ya kecewa, menyesal. Misal ketemu walaupun sudah dalam keadaan meninggal kita gembira," jelasnya.
Kegembiraan itu, kata dia, bukan karena menemukan jenazah, melainkan karena rasa lega bagi keluarga yang menunggu kabar.
"Karena semakin cepat menemukan keluarga bahagia. Ketika korban belum ditemukan kita mikir keluarganya, betapa sedihnya mereka menunggu penantian yang nggak pasti," ucapnya.
Karsono juga mengaku belum pernah bertemu orang lain yang memiliki teknik pendeteksian seperti dirinya.
"Untuk saat ini saya belum pernah lihat yang ada kemampuan seperti saya. Dengan mengandalkan ilmu pernapasan getaran saya selalu sendiri mendeteksinya," katanya.
Hingga hari ini, tim SAR gabungan masih berupaya mencari tiga korban yang belum ditemukan. Medan longsor seluas lebih dari 12 hektar, material tanah sedalam puluhan meter, serta cuaca yang tidak menentu membuat operasi berlangsung ekstra hati-hati.











































