Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkap 10 dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah (Jateng) yang belum memiliki Kajian Risiko Bencana (KRB). Salah satunya Kabupaten Cilacap yang kini tengah dilanda bencana longsor.
Hal tersebut dikatakan Deputi I Bidang Sistem dan Strategi BNPB, Raditya Jati, saat mengikuti Rapat Koordinasi Kesiapsiagaan Bencana Provinsi Jawa Tengah di Gedung Gradhika Pemprov Jateng, Kecamatan Semarang Selatan.
"Ada beberapa daerah yang tidak memiliki kajian risiko bencana termasuk Cilacap. Jadi Cilacap ini masa berlakunya sudah habis karena ini 2014-2018. Kemudian rencana penanggulangan bencananya juga sudah tidak berlaku," kata Raditya di hadapan bupati/wali kota, gubernur, dan jajaran OPD, Selasa (18/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam materi yang disampaikannya, enam daerah yang habis masa berlaku KRB-nya yakni Cilacap, Purworejo, Wonogiri, Grobogan, Temanggung, Kota Semarang. Sementara empat daerah yang belum memiliki KRB yakni Klaten, Kota Solo, Kota Pekalongan, dan Kota Tegal.
"Mohon yang belum memiliki atau yang sudah kedaluwarsa, di-update. Karena kalau tidak di-update, Bapak Ibu tidak akan paham wilayahnya mana saja yang memiliki potensi risiko termasuk longsor dan seterusnya," tuturnya.
Raditya mengatakan KRB menjadi pedoman penting jika terjadi bencana agar daerah mengetahui langkah yang harus dilakukan.
"Secara demografi, populasinya berapa, butuh personel TNI-Polri berapa, siapa melakukan apa, berapa truk kalau ada evakuasi dan seterusnya," kata dia.
Sementara itu, terdapat sembilan daerah yang masa berlaku Rencana Penanggulangan Bencananya (RPB) habis, yakni Cilacap, Magelang, Klaten, Wonogiri, Jepara, Kabupaten Semarang, Kendal, Brebes, Kota Magelang. Sebanyak delapan daerah belum memiliki RPB yakni Rembang, Kudus, Temanggung, Kota Solo, Kota Pekalongan, Kota Tegal.
"Rencana ini sebetulnya payung besarnya adalah rencana infrastruktur bencana. Ini adalah pertama kali kita punya perencanaan jangka panjang 25 tahun. Jangka 25 tahun ini diturunkan per 5 tahun yang disebut dan Renas PB," ucapnya.
Dia menyebut RPB penting agar daerah bisa menganggarkan dana untuk kebencanaan selama lima tahun ke depan. Tak hanya itu, daerah juga bisa memetakan langkah apa saja yang akan dilakukan untuk mitigasi bencana.
"Ini (RPB) menjadi wajib bagi kabupaten/kota supaya bisa dianggarkan 5 tahun ke depan. Bagaimana perencanaannya, mulai dari edukasinya, literasinya, upaya mitigasinya," jelasnya.
"Perencanaan paling dasar adalah upaya normalisasi, mengurangi sedimentasi, peralihan fungsi lahan, mengembalikan fungsi normal sungai lagi dan terutama tanggul-tanggul supaya kuat dan tidak mengakibatkan banjir dan seterusnya," ujar dia.
(ams/apl)











































