Sejumlah penyandang autis mencoba belajar membatik di Klaten. Bagaimana hasilnya?
Agenda itu berlangsung dalam Workshop Lukis dan Batik Ciprat bagi Komunitas Tuli dan Difabel, Sabtu (8/11/2025) siang di sekretariat paguyuban penyandang disabilitas Klaten (PPDK). Selain penyandang autis, ada juga kelompok difabel lain yang ikut.
Dengan didampingi orang tua dan pendampingan, difabel asyik membuat karya batik ciprat. Peserta yang usianya belasan sampai 20 tahunan itu mulai mencelupkan kuas kecil dan besar ke dalam malam yang dipanaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kuas kemudian mereka oleskan secara acak, dicipratkan dan ada pula beberapa yang membentuk pola kotak, garis lengkung atau bulatan. Tentu tidak mudah, terutama bagi yang autis, tetapi dengan kesabaran para orang tua mereka pun bisa.
Tapi, hasilnya mengesankan. Batik itu berwarna merah dengan motif ciprat yang seperti bunga.
Remaja autis dan tuna rungu membatik ciprat di PPDK Klaten, Sabtu (8/11/2025). Foto: Achmad Husain Syauqi/detikJateng |
Sedangkan para penyandang tuna rungu tampak lebih mandiri. Dengan kuas di tangan mereka bisa membentuk motif bunga maupun sulur.
Setelah selesai, kain yang mereka batik dicelupkan ke ember pewarna. Meskipun juga tidak mudah, kain- kain batik warna biru dan hijau dengan motif cipratan bisa mereka hasilkan dengan cukup apik.
"Setiap hari memang sudah biasa menggambar di rumah. Diajari ibu," ungkap peserta, Jasmine (20) melalui seorang penerjemah bahasa isyarat kepada detikJateng, Sabtu (8/11/2025) siang.
Kristianingsih, seorang ibu pendamping anak autis mengatakan dengan kegiatan itu anak diharapkan bisa berkreasi. Namun orang tua harus tetap mendampingi.
"Kalau kegiatan begini kan butuh pendampingan, karena kalau tidak kan bisa membahayakan," katanya kepada detikJateng.
"Untuk anak saya di rumah sudah terbiasa menggambar tapi tetap perlu pendampingan dan kesabaran," imbuhnya.
Ketua panitia, Henny Tri Hastuti Hasana menjelaskan kegiatan itu merupakan kolaborasi universitas Sahid Surakarta dan DPPM Dikti. Kegiatan itu bagian dari program inovasi seni Nusantara.
Remaja autis dan tuna rungu membatik ciprat di PPDK Klaten, Sabtu (8/11/2025). Foto: Achmad Husain Syauqi/detikJateng |
"Kami dari pengabdi program seni inovasi Nusantara mendapat hibah dari Kementerian Saintek. Kami mengadakan workshop untuk anak autis dan tuli sehingga kami mencoba mengangkat kemampuan anak, tujuannya memberikan pengalaman lukis dan batik ciprat karena memang mereka punya kemampuan," ungkap Henny.
"Untuk peserta dari yayasan insan sanggar harapan ada 21, tambahan dari komunitas tuli ada 15 orang dan cacat fisik 5 orang," jelas Henny.
Program tersebut, kata Henny, berupa rangkaian yang berlangsung empat bulan. Sebelumnya juga workshop melukis dan batik yang hasilnya akan dipamerkan.
"Hasil akan kita pamerkan. Awalnya memang hanya di atas kanvas tapi karena mereka memiliki kemampuan, kami kembangkan dengan batik," imbuhnya.
(afn/afn)













































