Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Paku Buwono (PB) XIII meninggal. Prosesi pengantaran jenazahnya akan melewati Alun-alun Selatan sebelum ke peristirahatan terakhir di Makam Raja-raja Imogiri, Yogyakarta.
Namun, mengapa Raja Keraton Solo yang sudah meninggal dunia dilewatkan Alun-alun Selatan saat diantar ke tempat peristirahatannya yang terakhir, padahal Keraton Solo memiliki gerbang megah di Alun-alun Utara?
Kerabat Keraton Solo, KPH Eddy Wirabhumi, menjelaskan susunan bangunan Keraton mengajarkan kepada masyarakat tentang filosofi kehidupan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita kembali ke yang disampaikan PB X, Keraton itu jangan dilihat dari wujud fisiknya, tapi makna filosofinya. Ini mengajarkan kehidupan manusia dari lahir hingga meninggal," kata Kanjeng Eddy kepada detikJateng, Selasa (4/11/2025).
Alun-alun Selatan Keraton Solo memang memiliki simbol kematian. Hal itu ditandai adanya dua gerbong kereta yang diletakkan di Alun-alun Kidul atau Selatan tersebut.
Dua gerbong itu yakni, gerbong pesiar Paku Buwono X di sisi timur dan gerbong jenazah Paku Buwono X di sisi barat. Gerbong pesiar digunakan untuk kunjungan raja dan keluarganya, sementara gerbong jenazah hanya digunakan sekali saat pemakaman raja pada tahun 1939.
"Alun-alun Selatan itu konsepnya dalam filsafat alam suwung, atau sudah masuk ke alam sana. Termasuk meletakkan kereta, yang kanan kereta jenazah dan kiri wisata, artinya dia harus meninggalkan duniawi, mengutamakan menuju ke Sang Pencipta," jelasnya.
Eddy mengatakan, raja sebenarnya tidak dilarang melintasi gerbang Alun-alun Selatan jika masih hidup. Sebab, hal tersebut hanya sebagai simbol filsafat.
"Tidak dilarang (melintasi Gerbang Alun-alun Selatan). Saya hanya menyampaikan prasapatinya. Di sisi lain, menyampaikan urutannya prosesinya seperti itu," ucapnya.
Sementara itu, adik PB XIII, KGPH Puger, menambahkan secara fungsi sudah beda antara Alun-alun Selatan dan Utara. Oleh karena itu, saat pengantaran PB XIII dari Keraton ke Lodji Gandrung harus melewati Alun-alun Selatan.
"Raja meninggal selalu lewat selatan, tidak mungkin lewat utara. Karena (utara) didesain untuk urusan kenegaraan, Selatan untuk meninggalnya raja dan sosial raja," ucap Gusti Puger.
(apu/afn)











































