Apa Hubungan Paku Buwono dan Hamengku Buwono? Ini Sejarah Kerajaan Mataram Islam

Apa Hubungan Paku Buwono dan Hamengku Buwono? Ini Sejarah Kerajaan Mataram Islam

Anindya Milagsita - detikJateng
Selasa, 04 Nov 2025 10:35 WIB
Keraton Solo atau Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat
Ilustrasi Keraton Solo. Foto: Jo Chryst/Wikimedia Commons/CC BY-SA 4.0
Solo -

Memahami sejarah Kerajaan Mataram Islam mampu membawa kita pada berbagai hal yang menarik untuk diketahui, termasuk hubungan antara Paku Buwono dan Hamengku Buwono. Lantas, apa hubungan antara Paku Buwono dan Hamengku Buwono? Berikut ulasan singkatnya.

Kendati bertakhta di dua wilayah berbeda, yaitu Surakarta dan Yogyakarta, baik Paku Buwono maupun Hamengku Buwono memiliki hubungan erat. Terutama kaitannya dengan sejarah Kerajaan Mataram Islam sekaligus tradisi kerajaan yang masih ada sampai saat ini.

Siapa itu Paku Buwono? Singkatnya, Paku Buwono adalah sebuah gelar raja yang diberikan kepada penguasa Kasunanan Surakarta. Saat ini gelar tersebut melekat pada sosok Paku Buwono XIII yang belum lama ini telah tutup usia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lain halnya dengan Hamengku Buwono yang merupakan gelar raja yang diberikan bagi penguasa Kesultanan Yogyakarta. Saat ini Kasultanan Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Berbeda dengan Paku Buwono yang dikenal sebagai pewaris resmi dari tradisi budaya Kasunanan Surakarta, Hamengku Buwono justru menjadi sosok yang turut berperan sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedua gelar tersebut tidak terlepas satu sama lain pada sejarah yang mengakar di tengah-tengah masyarakat Jawa, terutama mengenai keberadaan Kerajaan Mataram Islam.

ADVERTISEMENT

Namun, bagaimana hubungan Paku Buwono dan Hamengku Buwono yang berkaitan soal sejarah Kerajaan Mataram Islam di masa lalu? Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasannya berikut ini.

Poin Utamanya:

  • Pakubuwono dan Hamengkubuwono berasal dari satu akar kekuasaan, yaitu Kerajaan Mataram Islam yang kini menjadi simbol dua pusat kebudayaan Jawa.
  • Perjanjian Giyanti tahun 1755 membagi Mataram menjadi dua kekuasaan, yaitu Kasunanan Surakarta (Pakubuwono III) dan Kesultanan Yogyakarta (Hamengkubuwono I).
  • Kerajaan Mataram Islam terbelah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta akibat campur tangan VOC.

Bagaimana Sejarah Mataram Islam?

Sebelum mengetahui hubungan antara Paku Buwono dan Hamengku Buwono, mari telusuri terlebih dahulu bagaimana sejarah Mataram Islam berlangsung di masa lampau. Apa itu Kerajaan Mataram Islam? Untuk diketahui, Kerajaan Mataram Islam adalah kerajaan Islam besar di Jawa yang pernah ada.

Dijelaskan dalam 'Buku Siswa Sejarah Indonesia SMA/MA Kelas 10' karya Windriati, SPd, Kerajaan Mataram Islam berdiri sejak era tahun 586 silam. Kerajaan ini didirikan oleh sosok bernama Sutowijoyo yang bergelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.

Selama memerintah di Jawa, Kerajaan Mataram Islam dikenal punya kekuasaan yang sangat luas. Terlebih lagi Kerajaan Mataram Islam turut menguasai bekas wilayah Kerajaan Mataram Hindu.

Sementara itu, termuat dalam 'Paradigma Pendidikan Islam Nusantara: Kajian Nilai-Nilai Pendidikan dalam Serat Wulang Reh' karya Made Saihu, Kerajaan Mataram Islam resmi didirikan setelah terjadinya perpecahan politik antara Kerajaan Pajang dan Kerajaan Demak. Meskipun didirikan oleh Sutowijoyo atau Panembahan Senopati Ing Alaga, Kerajaan Mataram Islam berjaya pada masa pemerintahan Sultan Agung.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh Sultan Agung adalah dengan melakukan ekspansi militer agar kekuasaan Mataram semakin meluas. Tidak hanya di wilayah Jawa saja, tapi juga sebagian Palembang. Kendati begitu, selama Sultan Agung memerintah, ada dua wilayah Jawa yang justru belum berhasil ditaklukkannya. Kedua wilayah tersebut adalah Batavia dan juga Banten.

Sebagai sosok pemimpin kerajaan, Sultan Agung ternyata tidak memiliki hubungan yang baik dengan Kolonial Belanda, terutama VOC. Walaupun Kolonial Belanda berusaha mendekati Sultan Agung, tapi raja dari Kerajaan Mataram Islam ini menolak keras. Alasannya karena pemerintah kolonial berniat untuk menguasai tanah Jawa.

Pada era tahun 1628, penyerangan terhadap Belanda dilakukan pada wilayah Batavia. Pada saat itu, Sultan Agung mengerahkan 59 kapal hingga sekitar 20.000 pasukan. Namun, penyerangan tersebut gagal dilakukan. Tak menyerah, Sultan Agung kembali melakukan penyerangan di tahun berikutnya.

Sayangnya, penyerangan yang dilakukan justru membuat dua belah pihak mengalami kerugian. Terlebih lagi penyerangan dilakukan tanpa adanya persiapan dalam hal logistik maupun militer yang cukup memadai. Ini membuat Mataram mengalami kekalahan, sehingga tak berani lagi untuk melakukan penyerangan.

Sejak saat itulah, pemerintah Kerajaan Mataram Islam bisa dibilang mengalami kemunduran. Bahkan raja-raja selanjutnya yang menggantikan Sultan Agung tak cukup membuat Mataram kembali berjaya.

Pihak kerajaan dihadapkan pada ketidakmampuan dalam membayar biaya perang. Selain harus melakukan penyerangan terhadap belanda, perebutan takhta turut memicu adanya perang. Hal ini membuat raja-raja pengganti harus menyerahkan sebagian wilayah kerajaan mereka.

Aneksasi atau pengambilan paksa tanah oleh Belanda ternyata mampu membuat wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram Islam semakin menyempit selama berangsur-angsur. Adapun puncak dari runtuhnya Kerajaan Mataram Islam berlangsung sejak penandatanganan Perjanjian Giyanti.

Apa itu Perjanjian Giyanti? Menurut buku 'Hitam Putih Kekuasaan Raja-Raja: Jawa Intrik, Konspirasi Perebutan Harta, Tahta dan Wanita' oleh Sri Wintala Achmad, Perjanjian Giyanti adalah pengakuan VOC atas kedaulatan Raden Mas Sujana atau Pangeran Mangkubumi sebagai raja keturunan Mataram yang menguasai separuh wilayah kekuasaan Sunan Paku Buwono III.

Perjanjian Giyanti juga menjadi cikal bakal lahirnya Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Hal ini turut berkaitan dengan hubungan antara Paku Buwono dan Hamengku Buwono.

Hubungan Paku Buwono dan Hamengku Buwono

Lantas, bagaimana hubungan Paku Buwono dan Hamengku Buwono yang berkaitan dengan Perjanjian Giyanti? Termuat dalam buku karya Soedjipto Abimanyu yang berjudul 'Kitab Terlengkap Sejarah Mataram', Perjanjian Giyanti adalah perjanjian yang secara de facto dan de jure menandai berakhirnya Kerajaan Mataram Islam. Perjanjian ini melibatkan tiga pihak yang saling berkaitan, yaitu VOC, Paku Buwono III, dan Mangkubumi atau Hamengku Buwono I.

Perjanjian Giyanti ditandatangani pada 13 Februari 1755. Disebut sebagai Perjanjian Giyanti karena lokasi penandatanganan perjanjian tersebut ada di Desa Giyanti yang berada di Jawa Tengah. Dibuatnya Perjanjian Giyanti bertujuan untuk mengakhiri konflik yang terjadi antara pihak perebutan takhta Kerajaan Mataram Islam.

Latar belakang Perjanjian Giyanti berasal dari berbagai isu yang diangkat oleh tiga pihak tadi. Pertama, ada Mangkubumi yang tidak ingin VOC hengkang dari tanah Jawa karena keberadaannya yang masih dibutuhkan. Kedua, perang saudara yang sebelumnya terjadi membuat rakyat menderita, sehingga disepakati untuk mengadakan perdamaian.

Ketiga, VOC melihat peluang kelemahan Surakarta dalam menghadapi Mangkubumi. Inilah yang membuat VOC menyadari memakai senjata tidak akan memberikan hasil dalam melemahkan Mangkubumi.

Lantas, apa hasil kesepakatan dalam Perjanjian Giyanti? Ternyata melalui Perjanjian Giyanti, dicapai sebuah kesepakatan bahwa Mangkubumi akan mendapatkan gelar sultan dan mendapatkan setengah wilayah Kerajaan Mataram.

Masih dijelaskan dalam buku yang sama, terpecahnya Kerajaan Mataram Islam menjadi dua memunculkan Kasunanan Surakarta yang berada di bawah kekuasaan Sunan Paku Buwono III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Sultan Hamengku Buwono I. Inilah yang membuat baik Paku Buwono dan Hamengku Buwono memiliki hubungan erat yang tidak bisa terlepaskan dari sejarah keberadaan Kerajaan Mataram Islam itu sendiri.

Bagaimana Bunyi Isi Perjanjian Giyanti?

Nah, mengingat hubungan Paku Buwono dan Hamengku Buwono berkaitan dengan adanya Perjanjian Giyanti yang menjadi cikal bakal terpecahnya Kerajaan Mataram Islam, maka tidak ada salahnya untuk mengetahui isi dari perjanjian tersebut. Masih diuraikan di dalam buku yang sama, yaitu 'Kitab Terlengkap Sejarah Mataram', isi Perjanjian Giyanti memuat 9 pasal yang di dalamnya dijelaskan secara rinci pembagian Kerajaan Mataram dan gelar yang didapatkan oleh penguasanya. Untuk lebih jelasnya, berikut bunyi isi Perjanjian Giyanti lengkap:

  • "Pasal 1: Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman Sayidin Panotogomo Kalifattullah di atas separuh dari Kerajaan Mataram, yang diberikan kepada beliau dengan hak turun temurun pada warisnya, dalam hal ini Pangeran Adipati Anom Bendoro Raden Mas Sundoro.
  • Pasal 2: Akan senantiasa diusahakan adanya kerja sama antara rakyat yang berada di bawah kekuasaan kompeni dengan rakyat Kesultanan.
  • Pasal 3: Sebelum pepatih dalem (Rijks-Bestuurder) dan para bupati melaksanakan tugasnya masing-masing, mereka harus melaksanakan sumpah setia pada kompeni di tangan gubernur.
  • Pasal 4: Sri sultan tidak akan mengangkat/memberhentikan pepatih dalem dan bupati sebelum mendapat persetujuan dari kompeni.
  • Pasal 5: Sri sultan akan mengampuni bupati yang selama peperangan memihak kompeni.
  • Pasal 6: Sri sultan tidak akan menuntut haknya atas Pulau Madura dan daerah-daerah pesisir, yang telah diserahkan Sri Sunan Pakubuwono II kepada kompeni dalam kontraknya pada tanggal 18 Mei 1746. Sebaliknya, kompeni akan memberi ganti rugi kepada sri sultan 10.000 real tiap tahunnya.
  • Pasal 7: Sri Sultan akan memberi bantuan pada Sri Sunan Pakubuwono III sewaktu-waktu diperlukan.
  • Pasal 8: Sri sultan berjanji akan menjual kepada kompeni bahan-bahan makanan dengan harga tertentu.
  • Pasal 9: Sultan berjanji akan menaati segala macam perjanjian yang pernah diadakan antara raja-raja Mataram terdahulu dengan kompeni, khususnya perjanjian-perjanjian 1705, 1733, 1743, 1746, 1749."

Demikian tadi penjelasan mengenai sosok Paku Buwono dan Hamengku Buwono lengkap dengan kaitannya dengan sejarah Kerajaan Mataram Islam. Semoga menjawab rasa penasaran kamu, ya.




(par/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads