Mahasiswa Aksi May Day Semarang Dibui, Pigai: Bedakan Perusuh dan Pendemo

Mahasiswa Aksi May Day Semarang Dibui, Pigai: Bedakan Perusuh dan Pendemo

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 30 Okt 2025 18:32 WIB
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai di FISIP Universitas Diponegoro (Undip), Kecamatan Tembalang, Kota Semarang, Kamis (30/10/2025).
Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai buka suara soal mahasiswa Semarang, termasuk mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip) yang divonis bersalah dan dijatuhi hukuman bui. Ia menilai seharusnya pendemo diberikan restorative justice.

"Harus dibedakan tegas antara perusuh dan pendemo. Kalau yang pendemo harus dikasih restorative justice, kalau yang perusuh silakan diproses hukum, tapi juga mempertimbangkan hak kepada mereka," kata Pigai di FISIP Undip, Kecamatan Tembalang, Kamis (30/10/2025).

Menurutnya, seharusnya mahasiswa tak dihukum penjara lantaran mereka merupakan generasi bangsa yang gencar mengupayakan perubahan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jangan memberi hukuman kepada orang-orang yang ikut membangun Indonesia melalui mesin perubahan. Salah satu mesin perubahan adalah kelompok komunitas mahasiswa, kelompok aktivis, civil society," ujarnya.

Ia pun meminta Kapolri agar mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dan kembali menegaskan bahwa kasus yang melibatkan mahasiswa seharusnya disesaikan dengan restorative justice.

ADVERTISEMENT

Terkait kekhawatiran mahasiswa dikriminalisasi saat berunjuk rasa, Pigai menyebut hal itu ditimbulkan oleh aparat. Ia menegaskan pemerintah tak pernah melarang adanya unjuk rasa.

"Yang penting kan mahasiswa merasa khawatirnya terhadap aparat penegak hukum, bukan pemerintah kan? Khawatirnya itu harus diungkapkan bahwa khawatir terhadap aparat penegak hukum. Bukan khawatir terhadap pemerintah," ungkapnya.

"Pemerintah mana ada pernah larang. Pemerintah malah justru saya mengusulkan buka speaker corner untuk semua kantor-kantor pemerintah, instansi terutama DPR, dibuatkan speaker corner," lanjutnya.

Menurutnya, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto juga tak melarang adanya penyampaian publik di muka umum. Ia pun meminta aparat untuk tak menimbulkan ketakutan bagi masyarakat, khususnya mahasiswa.

"Saya sebagai menteri HAM, meminta aparat tidak boleh menciptakan ketakutan. Justru aparat itu menciptakan ramah terhadap orang yang menyampaikan pendapat, pikiran, dan perasaan," tegasnya.

Saat ditanya adakah unsur pelanggaran HAM dari vonis bersalah para mahasiswa, Pigai menyebut, merupakan hal itu merupakan kewenangan Komnas HAM.

"Yang memiliki otoritas menilai apakah unsur-unsur itu (pelanggaran HAM) ada atau tidak itu Komnas HAM. Karena Komnas HAM itu pengawas," ujarnya.

Diketahui, tujuh mahasiswa di Kota Semarang divonis bersalah usai mengikuti aksi May Day pada 1 Mei 2025 lalu. Mereka disebut anarkis dan dijatuhi hukuman bui.

Dua mahasiswa Undip disebut terbukti menyekap polisi dan dihukum 2 bulan 3 hari penjara. Sementara lima terdakwa yang merupakan mahasiswa Undip, Unnes, dan USM disebut terbukti anarkis dengan merusak fasilitas umum dan dihukum 2 bulan 16 hari penjara.


Bangun Pusat Studi HAM di Undip

Natalius Pigai juga mengungkap, Kementerian HAM berencana mendirikan Pusat Studi HAM di sejumlah perguruan tinggi, termasuk di Undip. Ia menyebut, Pusat Studi HAM ditujukan agar mahasiswa memiliki keunggulan dalam konteks pemikiran dan praktik HAM di tingkat nasional maupun global.

"Kami akan bangun pusat studi HAM di Universitas Diponegoro. Pusat studi HAM ini menjadi pusat untuk laboratorium untuk memproduksi orang-orang yang unggul dalam konteks hak asasi manusia," kata Pigai usai memberi materi kuliah umum di FISIP Undip, Kecamatan Tembalang, Kamis (30/10/2025).

"Karena di dunia internasional itu akan dihormati kalau orang memiliki martabat dan mendorong terciptanya peradaban hak asasi manusia, yang akan dianggap sebagai orang-orang yang unggul dan prominent," tuturnya.

Pigai menargetkan, generasi muda yang kini menempuh pendidikan akan menjadi pemimpin Indonesia pada 2045, yang mana digadang-gadang sebagai era Indonesia Emas. Mereka disebut harus dibekali nilai kemanusiaan dan kompetensi global.

"Kita sudah targetkan 2045 kita harus Indonesia Emas, itu kita leading di tingkat dunia. Kader-kader ini, mahasiswa ini, nanti 2045 mereka sudah menjadi pejabat. Mungkin akan ada yang jadi menteri, ada yang jadi gubernur, ada yang jadi bupati, walikota," ujarnya.

"Sehingga ekspansi globalnya leading di tingkat internasionalnya gampang. Ketika mereka punya bekal nilai-nilai akhlak, si manusianya itu pasti mumpuni dari kompetensinya," lanjutnya.

Lebih lanjut, Pigai mengungkapkan pemerintah juga akan menyiapkan bantuan anggaran untuk mendukung pembangunan Pusat Studi HAM di kampus.

"(Siapa yang memfasiitasi?) Kami memfasilitasi. Ada juga universitas-universitas lain, tapi sekarang ini saya ada di Undip untuk menjalin kerja sama," ungkap Pigai.

"Sarana-prasarana, fasilitas, pemerintah akan menyiapkan bantuannya. Kebetulan di rencana strategis Kementerian HAM itu ada anggaran untuk bantuan. Dana bantuan pemerintah dari Kementerian HAM," imbuhnya.

Pigai pun mengapresiasi Undip yang membuka kerja sama dengan Kementerian HAM dalam membangun mainstreaming (arus utama) hak asasi manusia di lingkungan akademik.

"Saya apresiasi FISIP Universitas Diponegoro yang memang membuka membuka pintu untuk Kementerian HAM ikut menjadi bagian dari memberikan mainstreaming human right," kata dia.

"Hak asasi manusia dalam rangka membangun mindset tentang hak asasi ontologisnya, epistemologisnya, dan aksiologisnya," lanjutnya.

Pigai menjelaskan, pihaknya tengah menggencarkan pendidikan dan sosialisasi HAM ke berbagai lapisan masyarakat di seluruh Indonesia. Program ini, kata dia, telah menyasar ribuan peserta di Sumatera, Kalimantan, dan wilayah lain.

"Ada 5.000 orang kita didik di Sumatera, ada yang 6.000 orang di Kalimantan dan di berbagai daerah," ungkapnya.

Halaman 2 dari 2
(aap/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads