Nur Kholis (50), peternak ikan di Dusun Gedongan Kulon, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, punya cara unik untuk mengalirkan air sungai ke kolam yang posisinya lebih tinggi. Dia membuat kincir air dari bambu.
Pantauan detikJateng, Rabu (29/10), kincir ini memiliki sejumlah sirip dari bambu. Sirip-sirip bambu itu terdorong aliran air sungai sehingga membuat kincir berputar. Di sela sirip-sirip itu dipasangi bambu-bambu penampung air.
Air sungai yang terangkut oleh bambu-bambu kecil itu lalu tumpah ke tempat penampung, kemudian mengalir lewat peralon menuju kolam ikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nur Kholis mengatakan, salah satu alasan membuat kincir ini karena posisi kolam ikannya lebih tinggi dari sungai.
Kincir air di Dusun Gedongan Kulon, Desa Bondowoso, Mertoyudan, Magelang, Rabu (29/10/2025). Foto: Eko Susanto/detikJateng |
"Ya, pertama karena memang kolam kami di atas aliran sungai. Jadi tidak ada irigasi yang bisa langsung, otomatis kami punya pemikiran gimana caranya untuk menaikkan air itu agar bisa mengairi kolam. Jadi saya punya angan-angan gimana kalau buat kincir," kata Nur kepada wartawan di lokasi, Rabu (29/10/2025).
"Saya hanya meneruskan, dari dari mbah-mbahnya saya memang sudah ada dulu (kincir air). Jadi kami diberi ilmu sama beliau-beliau, beginilah cara menaikkan air dengan kincir. Itu hanya bambu petung untuk asnya," sambung Nur.
Ia memiliki empat kolam. Sedangkan kincir airnya ada tiga. Ketiga kincir itu dari bambu petung. Diameter kincir 2,5 meter.
Nur menjelaskan, perawatan untuk kincir air sangat mudah. Kincir air biasanya terhenti jika terkena sampah.
"Itu kalau nggak kena banjir penggunaannya bisa sampai 1,5 tahun. Nanti ganti baru lagi, karena sudah lapuk kena air," ujarnya.
Ikan yang dipelihara Nur rata-rata 4-5 bulan sudah bisa dipanen.
"Kalau size 5-7 cm, 4 bulan maksimal sudah bisa panen. Sekilo bisa 4-5 ekor," imbuhnya.
Sementara itu Kepala Desa Bondowoso, Muh Thoifur, mengatakan desanya dianugerahi lahan pertanian dan sumber mata air Gending yang kualitas airnya bagus dan debitnya stabil.
"Cuma permasalahannya Sungai Gending itu kan sungainya di bawah, akhirnya untuk mengairi persawahan di kiri kanannya itu harus dinaikkan. Nah, kalau pakai sistem irigasi kan tidak mungkin. Kalau pakai diesel kan biayanya mahal," katanya.
"Terus ini dari pendahulu-pendahulu kita itu sudah punya ya kayak semacam teknologi terapan. Ya kincir air itu, bahannya cuma menggunakan bambu," imbuhnya.
Dia menambahkan, kincir air ini merupakan salah satu kearifan lokal di desanya.
"Sejak saya masih SD sudah ada (kincir air). Salah satu bukti nyata bahwa ternyata nenek moyang kita itu sudah punya peradaban yang cukup tinggi. Itu dengan bukti sudah bisa menciptakan (kincir air)," pungkasnya.
(dil/apl)












































