Polda Jateng Selidiki Oknum Polisi Tipu Rp 2,6 M Modus Calo Masuk Akpol

Polda Jateng Selidiki Oknum Polisi Tipu Rp 2,6 M Modus Calo Masuk Akpol

Robby Bernardi, Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Kamis, 23 Okt 2025 20:00 WIB
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto di Mapolda Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Kamis (23/10/2025).
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto di Mapolda Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Kamis (23/10/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Polda Jawa Tengah (Jateng) menyelidiki kasus penipuan dengan modus menjanjikan kelulusan dalam seleksi penerimaan Akpol yang menyeret dua oknum anggota polisi Pekalongan. Kasus itu sudah dinaikkan ke penyidikan.

Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, mengatakan kasus ini bermula dari laporan seorang warga Pekalongan bernama Dwi, yang merasa tertipu. Ada empat orang yang dilaporkan, dua di antaranya merupakan polisi, dan dua lainnya warga sipil.

"Kasus ini melibatkan empat orang pelaku yang terdiri dari dua oknum anggota Polri dan dua orang dari masyarakat sipil," kata Artanto di Mapolda Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Kamis (23/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengungkapkan para pelaku yang kini masih bertugas sebagai polisi itu membujuk korban untuk membayar dengan mengiming-imingi akan meloloskan anaknya.

"Satu berinisial F, Aipda di Polsek Polres Pekalongan. Kemudian berinisial AU ini Bripka, berdinas di Polres Pekalongan. Mereka membujuk rayu supaya korban memberikan sejumlah uang sesuai dengan janji mereka," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

"Masih bertugas dan setelah dilakukan proses penyidikan, tentunya mereka ini akan dilakukan tindakan khusus," imbuhnya.

Ia menyebut modus yang digunakan para pelaku yaitu dengan menjanjikan kepada korban bisa meloloskan anaknya dalam proses seleksi penerimaan Akpol, dengan syarat membayar miliaran rupiah.

"Para pelaku tersebut meminta dan telah menerima sejumlah uang sebesar Rp 2,6 miliar. Namun pada akhirnya anak korban tidak dinyatakan lulus dalam seleksi," ujarnya.

Karena merasa ditipu dan rugi material, korban pun melaporkan kejadian tersebut ke Polda Jateng. Kini, kasus telah naik ke penyidikan.

"Polda Jateng secara tegas telah mengambil langkah terhadap kasus ini dengan penanganan dilakukan secara paralel. Dirreskrimum Polda Jateng telah meningkatkan status perkara ini menjadi tahap penyidikan," tuturnya.

"Pelanggaran kode etik yang dilakukan dua oknum anggota Polri tersebut, Bid Propam Polda Jawa Tengah telah memulai penyelidikan untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran disiplin dan kode etik profesi Polri yang bersangkutan," lanjut Artanto.

Ia memastikan penanganan kasus ini akan dilakukan secara profesional, transparan, dan akuntabel. Adapun pasal yang dikenakan yakni Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

"Tidak ada toleransi bagi anggota Polri yang menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi dan merusak citra institusi Polri," ungkapnya.

"Saat ini dari uang yang telah disetorkan tersebut, kita berhasil menyita Rp 600 juta," sambung dia.

Terduga Pelaku Oknum Polres Pekalongan

Terpisah, Kapolres Pekalongan, AKBP Rachmad C Yusuf, membenarkan pihaknya telah menerima informasi tersebut dan kini tengah menunggu hasil penyelidikan dari Polda Jawa Tengah.

"Ya, kami menerima informasi terkait adanya dugaan penipuan rekrutmen anggota Polri. Namun, pelaporan kasus ini dilakukan di Polda, dan kami masih menunggu perkembangan dari sana," jelas Rachmad saat ditemui di Mapolres Pekalongan, Kamis (23/10).

"Yang terduga memang dua anggota kami. Saat ini kami masih berkoordinasi dengan Polda terkait penanganan penyelidikannya," imbuhnya.

Kapolres menegaskan pihaknya telah mengambil langkah awal berupa klarifikasi terhadap kedua anggotanya serta terus berkoordinasi dengan Polda Jawa Tengah untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai prosedur.

"Kami sudah melaksanakan klarifikasi dan terus berkoordinasi dengan Polda untuk perkembangan lebih lanjut," tegasnya.


Pengakuan Korban

Sementara itu, Dwi Purwanto (42) yang sehari-hari bekerja sebagai tukang kayu menceritakan, kasus ini berawal pada Desember 2024, saat dirinya mendapat pesan WhatsApp dari seorang anggota polisi yang sudah dia kenal lama bernama F alias Rokhim, yang menawarkan bantuan agar anaknya bisa masuk Akpol dengan membayar sejumlah uang.

"Saudara Rokhim datang ke rumah seperti menyampaikan kepada saya dengan biaya yang harus diselesaikan senilai Rp 3,5 miliar, dengan skema pembayaran Rp 500 juta sebagai tanda keseriusan dan kekurangannya diselesaikan setelah Panpus," kata Dwi kepada wartawan, Rabu (22/10/2025).

Pada 21 Desember, Dwi pun menyerahkan uang Rp 500 juta. Namun, mereka kembali meminta uang Rp 1,5 miliar pada awal Januari 2025. Uang itu diserahkan secara tunai kepada Alex, yang disebut merupakan anggota polisi juga.

"Penyerahannya yang Rp 500 juta di kafe, kalau yang Rp 1,5 miliar diambil di rumah oleh saudara Alex," ujarnya.

Tak berhenti di situ, Dwi kembali diminta mentransfer uang Rp 650 juta kepada seseorang yang dikenalkan kepadanya oleh Alex dan Rokhim, yakni Joko. Namun, anaknya yang berinisial F (19) itu justru gagal usai mengikuti Tes Pemeriksaan Kesehatan (Rikkes).

"Setelah anak saya mengikuti seleksi rikkes pertama itu langsung gagal. Akhirnya saya klarifikasi sama beliau-beliau itu, mereka sanggup mengembalikan. Akan tetapi sampai sampai hari ini pun belum ada itikad untuk mengembalikan sehingga pada tanggal 9 Agustus saya melaporkan ke Polda," tuturnya.

Dalam laporan dengan Nomor: STTLP/166/VIII/2025/JATENG/SPKT, Dwi melaporkan empat orang yakni Fachrurokhim, Alexander Undi Karisma, Stephanus Agung Prabowo, dan Joko. Dwi menyebut Alex dan Rokhim berstatus anggota aktif Polres Pekalongan, sedangkan dua lainnya merupakan warga sipil yang mengaku memiliki hubungan dengan polisi.

"Kalau saudara Agung ini menurut keterangan dari Alex adiknya Pak Kapolri. Kalau Joko itu saya kurang paham untuk kegiatannya, pekerjaannya apa. Saya juga kenal sekali itu aja ketemu di Jawa Timur, di Kediri," ungkapnya.

Dwi mengaku mengalami tekanan psikologis dan kerugian besar akibat peristiwa ini. Untuk memenuhi permintaan uang, ia terpaksa menjual dua mobil milik keluarganya dan meminjam uang dari saudara.

"Karena waktunya kan mendesak itu, Rokhim kan datang jam 01.00 WIB malam. Saya disuruh menyediakan uang Rp 1,5 besoknya," tuturnya.

"Karena saya juga nggak ada uang ready, akhirnya saya pinjam sama Kakak. Kebetulan Kakak juga tidak ada uang cash, akhirnya jual mobil dua unit. Dapat Rp 1 miliar, Rubicon sama Mini Cooper," imbuhnya.

Hingga kini, kata Dwi, belum ada satupun dari empat terlapor yang ditahan, meski kasusnya sudah dilaporkan sejak beberapa bulan lalu.

"Sampai sekarang belum ada yang ditahan. Harapan saya, saya tetap menuntut keadilan supaya bisa di kembalikan," tegasnya.




(aap/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads