Korban Fantasi Chiko Tukang Edit Foto Cabul Disebut Capai Puluhan Orang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 22 Okt 2025 19:05 WIB
Pengacara korban, Jucka Rajendhra Septeria Handhry kepada wartawan di Kecamatan Gajahmungkur, Rabu (22/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng.
Semarang -

Pengacara korban kasus pelecehan berbasis digital alumnus SMA Negeri 11 Semarang, Chiko Radityatama Agung Putra, mengungkap ada puluhan korban dalam kasus tersebut. Ada lebih dari 1.100 file yang tersimpan di hardisk milik pelaku.

"Kalau sampai dengan saat ini itu yang kami tahu masih sekitar 30-an. Yang telah menunjuk kami sebagai kuasa hukum sudah ada 15 orang dan kalau berdasarkan keterangan yang ada, masih ada 1.100 foto di hardisk pelaku," kata pengacara korban, Jucka Rajendhra Septeria Handhry, kepada wartawan di Kecamatan Gajahmungkur, Rabu (22/10/2025).

"Untuk 1.100 itu kita belum tahu itu bentuknya editan atau apa, karena itu hanya diketahui file Google Drive isinya ada 1.100 foto yang kita belum tahu itu masih mentah atau sudah diedit, dan akankah itu disebarluaskan kembali atau bagaimana, kita belum tahu," lanjutnya.

Menurut Jucka, korban terdiri dari siswi aktif, alumni SMA 11 Semarang, guru, dan bahkan siswi dari sekolah lain di Semarang. Sebanyak 15 korban yang telah menunjuk dirinya dan tim hukum sebagai pendamping resmi dalam proses penyelidikan di Polda Jateng itu pun belum termasuk guru yang menjadi korban.

"Korban yang sudah didampingi rentang usianya 16-19 tahun. Yang 16 tahun itu yang masih siswi aktif," ungkapnya.

"Kami membuka peluang selebar-lebarnya, seluas-luasnya bagi para adik-adik yang merasa ada di dalam video maupun foto akun tersebut yang ingin didampingi, kami terbuka untuk kita dampingi secara gratis," lanjutnya.

Ia mengatakan, usai kasus viral terdapat patroli siber Direktorat Siber Polda Jateng pada 15 Oktober 2025 lalu yang kemudian menemukan unggahan berisi foto dan video hasil rekayasa wajah korban yang disebarkan melalui platform media sosial X.

"Beberapa korban telah mendapatkan panggilan klarifikasi dan Senin (20/10), kami kuasa hukum mendampingi para korban untuk diambil keterangannya atau di BAP di Siber Polda Jateng. Saat ini kami tinggal menunggu penyelidikan lebih lanjut dari di Siber Polda Jateng," ungkapnya.

Ia menegaskanpenggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk memanipulasi wajah seseorang ke dalam konten pornografi tanpa izin bukan hanya pelanggaran etika, tapi tindak pidana serius yang termasuk dalam kategori kekerasan seksual berbasis digital.

"Ini adalah kejahatan yang mencemari martabat manusia. Kekerasan seksual berbasis digital menimbulkan dampak traumatis yang mendalam bagi korban, tidak hanya dari sisi psikologi namun juga sosial dan reputasional," tegasnya.

"Korban harus menghadapi stigma, tekanan sosial, bahkan ancaman dunia maya yang berpotensi berkepanjangan," lanjutnya.

Pengacara menilai, perbuatan pelaku melanggar dua undang-undang sekaligus, yakni UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 35, yang melarang pembuatan dan penyebaran konten bermuatan pornografi dan UU Pornografi, Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) huruf D.

Ia meminta penyidik Polda Jateng untuk menindak tegas dan transparan tanpa intervensi pihak mana pun. Terlebih, diketahui orang tua pelaku merupakan polisi.

"Saya nggak peduli latar belakang pelaku apa, yang jelas keadilan harus tetap ditegakkan. Tidak ada yang bisa menormalisasi atau membenarkan perilaku atau perbuatan pelaku meskipun dengan latar belakang dia saat ini (anak polisi)," tegasnya.

Jucka juga menyoroti sikap pihak sekolah yang dinilai tidak berpihak pada korban. Menurutnya, kepala sekolah justru memberi ruang klarifikasi tertutup bagi pelaku di dalam ruangan, bukan di hadapan publik seperti yang diharapkan siswa dan alumni.

"Sebenarnya para korban awalnya ingin efek jera. Yang dijanjiin sama sekolah itu pelaku klarifikasi di halaman sekolah, tetapi kepala sekolah memberikan ruang kepada pelaku untuk klarifikasi di ruangan. Berawal dari itu akhirnya korban jengkel, nggak puas, akhirnya ke kita untuk menindaklanjuti kasusnya secara hukum," ungkapnya.

Jucka yang juga alumnus SMA 11 Semarang menilai kepala sekolah harus dimintai pertanggungjawaban. Ia juga mendesak Dinas Pendidikan Jawa Tengah turun tangan mengawasi proses penanganan kasus ini.

Selengkapnya ada di halaman berikut.




(apl/ams)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork