Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menginstruksikan seluruh Satuan Penyelenggara Pemenuhan Gizi (SPPG) membeli alat rapid test untuk menguji makanan. Dia juga meminta SPPG menggunakan air galon untuk memasak Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal itu disampaikan Dadan dalam rapat koordinasi bersama seluruh SPPG di GOR Jatidiri, Gajahmungkur, Kota Semarang. Ia menyebut penggunaan alat rapid test sebagai tindak lanjut dari arahan Presiden Prabowo Subianto agar makanan yang dikonsumsi siswa terjamin higienis.
"Mohon setiap SPPG mulai membeli rapid test untuk menguji makanan. Setelah dimasak langsung di-rapid test, dengan beberapa kandungan terutama nitrat dan beberapa unsur kimia yang penting," kata Dadan di GOR Jatidiri Semarang, Senin (6/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Dadan, hasil evaluasi menunjukkan beberapa kasus gangguan pencernaan diduga dipicu oleh zat kimia seperti nitrat, selain bakteri yang muncul dari proses pengolahan makanan yang kurang higienis.
"Karena dari kejadian dan beberapa kejadian ternyata ada unsur nitrat yang sangat cepat sekali memengaruhi kesehatan kita selain bakteri," ujar dia.
![]() |
Selain rapid test, Dadan juga mewajibkan setiap SPPG memastikan peralatan makan steril dan air yang digunakan memenuhi standar kesehatan. Ia mencontohkan banyak kasus sakit perut muncul akibat kualitas air yang buruk.
"itu Pak Presiden memberikan arahan agar masak dengan air yang tersertifikasi. Jadi kalau masak gunakanlah air galon. Kalau mencuci, tolong airnya kalau dari air tanah diberi saringan," ucapnya.
Dadan juga meminta SPPG dipasang CCTV yang bisa langsung dipantau dari pusat. SPPG juga diminta menyediakan peralatan makan seperti untuk mensterilkan food tray dengan pemanas suhu tinggi.
"Beberapa SPPG sudah menghasilkan alat food sterilisasi dengan pemanas 120 derajat yang bisa dipanaskan hanya 1 menit. Itu tidak mahal, hanya Rp 5 juta dan bisa minta ke tukang pembuat peralatan," kata Dadan.
Dadan menegaskan, pengawasan program MBG akan melibatkan berbagai instansi termasuk Dinas Kesehatan, BPOM, Dinas Lingkungan Hidup, dan Pemadam Kebakaran. Nantinya sertifikat laik higienis dan sanitasi (SLHS) tetap diterbitkan oleh Pemda.
"Badan Gizi Nasional tidak akan merilis data sendiri, semua akan merujuk ke data Dinas Kesehatan agar satu data nasional," ujarnya.
Ia juga menekankan agar seluruh pengelola SPPG membuka akses bagi Satgas Pemda untuk melakukan inspeksi rutin.
"Minimal ada pemeriksaan mingguan oleh Dinas Kesehatan dan cek internal harian. Kalau kualitas turun, kami akan hentikan sementara," tegasnya.
Dadan menyebut sudah ada 1.596 SPPG di Jateng dari target 3.200 SPPG. Menurutnya, satu SPPG bisa mengelola anggaran hingga Rp 10 miliar per tahun, yang 85 persen di antaranya untuk pembelian bahan pangan lokal.
"Kalau di Jateng ada 3.200 SPPG, maka Jateng akan menerima uang dari BGN Rp 32 triliun per tahun. APBD Jawa Tengah saja hanya Rp 27 triliun. Jadi uang BGN akan jauh lebih besar dibandingkan APBD Jawa Tengah itu sendiri," ungkapnya.
Dadan juga berpesan agar seluruh penyelenggara MBG tak hanya mengejar target kuantitas, tetapi juga kualitas. Para SPPG diwanti-wanti untuk tak pelit mengelola anggaran.
"Jangan pelit-pelit dan jangan main anggaran karena semua orang mengawasi. Mari kita tingkatkan semua kualitas agar anak kita tumbuh cerdas, sehat, kuat dan ceria dan aman serta masyarakat bisa makmur karena ada kegiatan makan bergizi gratis," pungkasnya.
(dil/apl)