Pimpinan Partai Komunitas Indonesia (PKI) Dipa Nusantara (DN) Aidit ditangkap di Solo pada 22 November 1965. Saksi hidup menceritakan bagaimana mencekamnya momen penangkapan itu.
Saksi hidup itu ialah Prapto (73). Meski berusia 73 tahun, dia masih bisa menceritakan dengan jelas peristiwa yang terjadi 60 tahun silam.
Dirinya masih berusia 13 tahun saat peristiwa terjadi. Dia mengetahui momen penangkapan DN Aidit karena rumahnya berada di sebelah barat lokasi persembunyian pentolan PKI itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kala itu rumah Prapto berada di Kampung Sambeng, Sidorejo RT 03/02, Mangkubumen, Banjarsari Solo. Di sekitar situlah DN Aidit ditangkap oleh Tentara Siliwangi.
Prapto memulai cerita ketika dirinya terbangun di tanggal 22 November 1965. Kala itu matahari belum terbit, Prapto terpaksa bangun akibat ketukan pintu orang-orang yang mengejar DN Aidit.
"Jam 03.00 WIB, Tentara Siliwangi ndhodhog (mengetuk pintu), saya sendiri lagi tidur saat itu, waktu itu saya masih (usia) sekolah," katanya ditemui detikJateng di kediamannya, Gentan, Sukoharjo, Senin (29/9/2025) malam.
Dia juga tak bisa melupakan bagaimana rasanya ditodong bedil di usia 13 tahun. Baginya, dini hari itu sungguh mencekam.
"Iya tentara mampir (rumah), aku didhodhok (ditodong) dadaku pakai bedhil (senjata api), Mereka bawa senjata, menodong. Rasanya mencekam," ungkapnya.
Kata Prapto, para tentara membawa laki-laki yang berada di Kampung Sambeng. Ayah Prapto menjadi salah satu orang yang ditangkap, ditahan, dan baru dilepas setelah sepekan.
"Iya sekampung di bawa tapi yang laki-laki. Bapak saya juga ikut ditahan. Pulangnya sekitar seminggu kemudian. Yang perempuan tidak, ditinggal di rumah," kenang Prapto.
Momen mencekam itu ternyata berkaitan dengan pengejaran pimpinan PKI DN Aidit. Saat itu, DN Aidit disebut tengah bersembunyi di rumah yang dikontrak oleh Kasim.
"Sembunyi di rumah Pak Kasim, ceritanya di belakang lemari di pojokan sana. Katanya di bawahnya itu ada dingklik (kursi kecil), ceritanya katane gitu," bebernya.
DN Aidit disebut-sebut ditangkap saat memakai piyama bergaris. Selain DN Aidit, Kasim pemilik rumah juga dibawa oleh Tentara.
"Pakai piyama lorek-lorek. Malam itu keluar dibawa tentara. Digerebek sama tentara, DN Aidit dibawa terus Pak Kasim juga kecekel (ditangkap)," bebernya.
Penangkapan dua orang itu membuat geger warga Sambeng. Saat itu banyak warga yang membicarakan penangkapan DN Aidit dan Kasim.
"Besoknya geger, semua orang membicarakan Aidit ketangkep di rumahnya Pak Kasim," ucapnya.
Menurut cerita Prapto, Aidit sudah beberapa hari tinggal di rumah itu. Bahkan, ia sempat meminta Pak Kasim yang disebut-sebut sebagai temannya untuk dibelikan tiket kereta menuju Madiun.
"Besoknya mau berangkat ke Madiun. Tapi malamnya malah ketangkep, saya masih ingat itu," kata Prapto.
Meski menyaksikan langsung peristiwa besar itu, Prapto mengaku tidak mengalami trauma mendalam.
"Nggak, kan nggak tahu, nggak (trauma tentara) tapi saya sadar pas ditodong senjata pokoknya Siliwangi," ujarnya.
Seiring waktu, rumah kontrakan tempat Aidit bersembunyi itu sudah berganti penghuni. Kini, rumah tersebut dihuni oleh warga RT 03/02 Sambeng, Sidorejo bernama Andrianto bersama keluarganya.
(afn/ahr)