Muhammad Husyein Al Imam (23), pemuda asal Tambak Lorok, Semarang Utara, lumpuh setelah tertimpa gerbang saat bekerja. Meski sudah hampir setahun berlalu, keluarga Husyein mengaku belum menerima kompensasi sesuai aturan.
detikJateng sempat mendatangi rumah Husyein di Kampung Tambak Lorok, RT 4 RW 15, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Semarang Utara. Ia terbaring di kasur di ruang tengah rumahnya yang berdinding batako.
Di sampingnya, sang ayah tampak setia menemani, memperbaiki letak selimut yang menutupi kaki anaknya yang tak lagi bisa digerakkan itu. Paman Husyein juga ikut menemani Husyein dan membantu ayah Husyein.
Meski fisiknya lumpuh, Husyein masih bisa tersenyum. Tak jarang ia bercanda dengan ayahnya dan keponakannya. Ayahnya pun dengan bangga menunjukkan sertifikat boxing yang dimiliki anaknya.
Namun di balik itu, senyum Husyein tak bisa menutupi kenyataan bahwa kini hampir semua aktivitasnya, mulai dari makan hingga berpindah posisi, harus dibantu keluarga.
Husyein bercerita, peristiwa nahas itu terjadi 2 Desember 2024 lalu di salah satu perusahaan berinisial O di Kota Semarang, lokasi Husyein ditempatkan. Saat itu, sekitar pukul 07.30 WIB, Husyein yang merupakan office boy (OB) diminta satpam membantu membuka gerbang yang rusak.
"Saat itu satpam inisiatif mencongkel roda gerbang tapi malah gerbangnya jatuh dan menimpa saya. Saat tertimpa saya sempat bisa duduk, tapi saya coba berdiri sudah nggak bisa, langsung lemas," kata Husyein di rumahnya, Jumat (25/9/2025).
Husyein kemudian langsung dilarikan ke RS Permata Medika Ngaliyan sebelum dirujuk ke RSUP dr Kariadi Semarang. Dari hasil pemeriksaan, ia didiagnosis mengalami spinal cord injury atau cedera tulang belakang. Dokter menyebut kondisinya sulit pulih.
"Asisten dokternya bilang minta dioperasi tapi bilang ke depannya lumpuh. Katanya operasi itu supaya bisa duduk mandiri," ujar Teguh (47), ayah Husyein.
Kondisi Husyein kini membuat kedua kakinya lumpuh total. Ia tidak bisa buang air besar maupun kecil secara mandiri, harus dibantu kateter dan perawatan rutin.
Sebagai karyawan outsourcing dari perusahaan berinisial M yang ditempatkan di PT O, Husyein juga disebut tidak memiliki BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan saat kecelakaan terjadi. Keluarga pun sempat berdebat soal biaya dengan pihak perusahaan.
"Proses pengobatan ke RS misal bolak-balik, beli obat, ganti kateter, panggil terapis, dan itu biaya sendiri. PT M minta dibuatkan BPJS pascakecelakaan. Jadi sekarang kalau pengobatan pakai BPJS yang bayar PT M," ujarnya.
"Sebulan Rp 100 ribu, pertama dibayar PT M, tapi kedua tidak dibayar, jadi kita bayar sendiri. Kemudian kita protes, akhirnya dibayar," sambung Teguh.
Kebutuhan harian Husyein pun tidak sedikit. Sekali panggil perawat, kata Teguh, bisa habis hingga Rp 400 ribu. Belum lagi terapi, obat, hingga perawatan kateter.
"Kalau bisa pasang sendiri kita pasang sendiri, soalnya pernah kesusahan panggil ambulans hebat malah kesulitan juga, jadi harus ke UGD. Saya belajar pasang kateter lihat dari youtube, dibilangin petugas yang penting tegel (tega) dan tangan steril," katanya.
"Sempat kita dimarahi perawat karena harusnya petugas medis (yang mengganti) tapi, kalau kita ke medis terus kita keberatan di biayanya," lanjutnya.
Baca selengkapnya di halaman berikutnya....
(afn/apl)