Mahasiswa asing asal Mali, Afrika Barat, Mamoudou Samgare Toufi (26), jadi sorotan warganet usai fasih berbahasa Indonesia dan bahkan lancar berbahasa Ngapak. Toufi adalah alumnus jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) dan tengah mendaftar jenjang S2 di tempat yang sama.
Salah satu hal unik yang membuat Toufi viral adalah kemampuannya berbahasa Ngapak, dialek khas Banyumasan yang kerap dianggap sulit bagi penutur asing. Ia mulai mengenal Ngapak sejak dua tahun lalu.
"Teman-teman di kos itu kalau ngomong campur, kadang tiba-tiba bilang 'wis madang urung'. Saya penasaran dan mulai belajar," ujarnya Toufi saat berbincang dengan detikJateng, di salah satu kafe di Purwokerto, Banyumas Selasa (23/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari situ Toufi mulai belajar secara otodidak percakapan dengan teman kosnya. Kini ia mengklaim sudah menguasai hampir 50 persen kosakata Ngapak.
"Insyaallah tahun depan sudah bisa penuh. Kalau bahasa Jawa halus saya bisa dikit-dikit, seperti 'sampun siram', 'sampun dahar'," ucapnya.
Sejak empat bulan terakhir, Toufi mulai rutin membuat konten di TikTok dan Instagram. Ia juga kerap melakukan siaran langsung dan menjawab pertanyaan dari warganet.
"Banyak yang kira saya dari Papua. Ada juga yang bilang 'Afrika Ngapak Menyala'. Lucu-lucu komennya," ujar Toufi.
Namun, karena status visanya sebagai pelajar, Toufi tidak bisa menerima endorsement atau bekerja.
"Visanya pelajar, jadi nggak boleh kerja. Tapi kalau dapat gift dari live TikTok nggak masalah. Biasanya saya live 30 menit, seminggu bisa dapat 10 dolar," paparnya.
Toufi bercerita sebenarnya Indonesia bukan pilihan pertamanya. Kisahnya datang ke Indonesia bermula dari sang kakak yang pernah menempuh studi S2 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
"Dulu penginnya ke Eropa, tapi nggak jadi karena COVID. Akhirnya pilih Indonesia karena kakak dulu kuliah di UNY," katanya.
Tak punya latar belakang apapun soal Indonesia, Toufi mengaku hanya bermodal rekomendasi dari sang kakak. Meski begitu, ia cepat beradaptasi.
"Saya muslim, jadi lebih mudah tinggal di sini. Pertama datang memang nggak tahu apa-apa soal Indonesia, tapi saya extrovert, jadi cepat belajar," terangnya.
Toufi mengaku awalnya disediakan asrama oleh pihak kampus, namun ia memilih tinggal di kos demi memperluas pergaulan.
"Saya sengaja kos karena pengin punya banyak teman dan bisa ngobrol. Saya mulai bisa bahasa Indonesia di tiga bulan pertama. Satu tahun sudah bisa percakapan lancar," jelasnya.
Menurutnya, budaya Indonesia dan Mali tidak terlalu berbeda, sehingga memudahkan proses adaptasi. Ia juga mengaku banyak belajar bahasa dari pasar.
"Saya sering ke pasar pagi di daerah Arca dan Pasar Pon. Beli singkong, jagung, mendoan. Di situ saya ngobrol sama penjual, belajar bahasa dari mereka," katanya.
Untuk kebutuhan sehari-hari, ia mendapat tunjangan dari kampus sekitar Rp 1,5 juta per bulan. Sudah sempat berkunjung ke berbagai kota seperti Jogja, Malang, Kediri, dan Jakarta, Toufi menyebut Purwokerto sebagai kota favoritnya.
Baca juga: Monumen Gesang Riwayatmu Kini... |
"Harga makanan murah, orangnya ramah. Saya suka soto Sokaraja, pecel, mendoan, getuk goreng," kata Toufi sambil tersenyum.
Toufi mengaku ingin mengikuti jejak sang ayah yang menjadi seorang guru Bahasa Arab di Mali. Ia tengah menuntaskan studi S1 dan merencanakan lanjut S2 di bidang yang sama Pendidikan Bahasa Inggris.
"Saya Insyaallah lanjut S2 di sini. Kemarin skripsi saya tentang efektivitas online class, studi kasus di UMP. Saya selesai dalam 6 bulan," tuturnya.
Soal masa depan, Toufi belum memutuskan akan kembali ke Mali atau menetap di Indonesia.
"Saya sudah banyak teman di sini. UMP sudah seperti keluarga. Nanti lihat ke depannya gimana," pungkasnya.
(afn/alg)