Sivitas FK Unissula Aksi Solidaritas untuk Dokter Astra di RSI Sultan Agung

Sivitas FK Unissula Aksi Solidaritas untuk Dokter Astra di RSI Sultan Agung

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 14 Sep 2025 15:48 WIB
Aksi solidaritas dan doa bersama di RSI Sultan Agung, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Minggu (14/9/2025).
Aksi solidaritas dan doa bersama di RSI Sultan Agung, Kecamatan Genuk, Kota Semarang, Minggu (14/9/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Kasus dugaan penganiayaan terhadap dokter anestesi di RSI Sultan Agung, Semarang, terus menuai perhatian. Puluhan tenaga kesehatan (nakes) dan sivitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) menggelar aksi solidaritas untuk korban.

Aksi digelar di halaman RSI Unissula, Kecamatan Genuk, Kota Semarang. Para peserta aksi mengenakan pakaian bernuansa putih. Mereka tampak membentangkan spanduk bertuliskan 'Aksi Solidaritas & Doa Bersama, Pray for dr. Astra & dr. Stefani' yang penuh dengan tanda tangan dukungan.

Sejumlah alumni, mahasiswa, hingga sivitas akademika tampak hadir bergantian membubuhkan tanda tangan di spanduk solidaritas. Ada pula doa bersama yang yang diikuti para peserta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang mahasiswa peserta aksi mengatakan, kegiatan ini menjadi bentuk dukungan moral terhadap dr Astra yang diduga jadi korban kekerasan.

"Kami prihatin dengan kejadian ini karena mengancam keselamatan tenaga medis saat bertugas. Karena itu, kami mendukung langkah hukum yang ditempuh dr Astra," kata salah satu peserta di RSI Unissula, Minggu (14/9/2025).

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Ketua Komite Medis RSI Sultan Agung, dr. Pujiati menegaskan, proses hukum harus tetap berjalan. Ia menerangkan, pihaknya mendukung langkah hukum terkait kasus tersebut.

"Sebagai hamba Allah kan saling memaafkan. Tindak kekerasannya tetap harus proses. Karena ini negara hukum, tidak ada yang kebal hukum," lanjutnya.

Ia menyebut, kekerasan fisik maupun verbal terhadap dokter di RSI Sultan Agung itu tidak dapat dibenarkan. Pujiati menyinggung terduga pelaku, Dias Saktiawan, yang merupakan dosen Fakultas Hukum (FH) Unissula.

"Apalagi yang bersangkutan latar belakangnya adalah dosen hukum. Harusnya tahu hukum, kan? Melakukan tindak kekerasan kan jelas tidak dibenarkan," tegasnya.

Menurutnya, kasus ini menjadi momentum bagi tenaga medis untuk menunjukkan profesionalitas sekaligus menolak anggapan bahwa dokter bisa dijadikan sasaran amarah.

"Jadi dengan dengan adanya ini menjadi titik awal untuk kita membuktikan bahwa kami itu profesional dalam berpraktik. Kalau ada ketidakpuasan, sampaikan bahwa mereka tidak puas, dengan cara yang smooth, bikin surat. Jangan melakukan tidak kekerasan karena kalau kekerasan di negara hukum ada konsekuensinya," imbuh Pujiati.

Saat ditanya soal dugaan intimidasi terhadap sejumlah dokter yang terlibat dalam aksi menyikapi kasus ini, Pujiati enggan berkomentar lebih jauh.

"Saya nggak mau memberi komentar soal itu," tegasnya.




(afn/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads