Pemkab Klaten Periksa 3 Guru Buntut Viral Siswi SMPN Gagal Aubade gegara Hijab

Pemkab Klaten Periksa 3 Guru Buntut Viral Siswi SMPN Gagal Aubade gegara Hijab

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Rabu, 10 Sep 2025 11:50 WIB
Jalan di depan SMPN 2 Klaten menuju arah stadion Trikoyo. Foto diunggah Kamis (28/8/2025).
Jalan di depan SMPN 2 Klaten menuju arah stadion Trikoyo. Foto diunggah Kamis (28/8/2025). (Foto: dok. detikJateng)
Klaten -

Siswi SMPN 2 Klaten berinisial A viral setelah gagal masuk tim aubade sekolah gegara persoalan hijab. Tiga orang guru sudah diminta keterangan terkait persoalan tersebut.

"Yang diminta keterangan di tempat kami tiga orang. Pak kepala sekolah, guru BK dan yang bersangkutan (guru seleksi)," ungkap Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM (BKPSDM) Pemkab Klaten, Agus Setyawan Prasetyoko kepada detikJateng, Rabu (10/9/2025) siang.

Dijelaskan Agus, setelah kabar tersebut mencuat sebenarnya Dinas Pendidikan juga sudah melakukan pemeriksaan. Hasil pemeriksaan diteruskan ke BKPSDM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hasil pemeriksaan itu diteruskan ke kami. Kebetulan kami juga sudah melakukan pemeriksaan kepada yang bersangkutan, pada hari Kamis kemarin," jelas Agus.

Hasil pemeriksaan itu, sambung Agus, akan dilaporkan kepada bupati untuk memohon petunjuk. Termasuk kemungkinan akan adanya sanksi.

ADVERTISEMENT

"Kami akan mohon petunjuk, termasuk kemungkinan pemberian sanksinya. Nanti beliau Bupati yang memberikan petunjuk," imbuh Agus.

Sebelumnya diberitakan, seorang siswi SMP Negeri (SMPN) 2 Klaten berinisial A dikabarkan gagal masuk tim aubade sekolah gegara pihak sekolah terapkan aturan wajib berhijab. Siswi kelas IX yang kebetulan nonmuslim itu dikabarkan trauma.

Kabar tersebut diposting akun Instagram @boyolalikita pada Senin (25/8) malam. Postingan tersebut menyertakan gambar kartun ilustrasi seorang siswi duduk memeluk lututnya. Postingan yang disertai slide media online itu juga diunggah di lima akun Instagram lainnya.

Vita, orang tua siswi tersebut, menceritakan kejadian itu berawal dari curhat putrinya yang merasa sedih dan kecewa gagal menjadi tim lomba aubade padahal sudah dirindukan sejak kelas VII. Saat seleksi putrinya tidak lolos aubade dan hanya diberi dua pilihan menjadi official atau kembali ke kelas.

"Dikumpulkan di lapangan itu berjumlah 70 orang, kemudian ditanya dan intinya disampaikan tidak ada diskriminasi apa pun tapi demi keseragaman anak saya hanya diberi dua pilihan, menjadi official atau kembali ke kelas. Anak saya bilang pilih ke kelas daripada ketinggalan pelajaran jika official karena dia itu pasukan GS Garda Satya sekolah, saya tanya lagi alasan kenapa jawabannya ya karena tidak berhijab," terang Vita kepada detikJateng.

Sebab tidak percaya dan mendengarkan keterangan sepihak, sambung Vita, dirinya mengonfirmasi kepada salah satu tim seleksi aubade melalui chat WA. Tim yang bersangkutan memberikan beberapa penjelasan sebagai jawaban.

"Kemudian Pak Aji menjawab: Saya jawab ya bun semoga bisa diterima. Jadi begini bun, untuk aubade ada beberapa kriteria penilaian dr juri beberapa tahun ini, Kekompakan, keseragaman, kerapian, kesamaan gerak, jumlah peserta. Nah mengacu ini kita dari tahun ke tahun menerapkan hal itu bukan karena saya pribadi beragama yg sama dengan anak2 yg berhijab, cuma karena tuntutan keseragaman kami harus mengambil keputusan itu bun untuk 1 seragam ceweknya bun, Karena tahun kemarin juga kebetulan juga ada GS anak nasrani juga pada akhirnya menjadi official di tim aubade, mereka juga sangat semangat untuk aubade tapi saya tidak mungkin memaksa mereka untuk memakai hijab demi ikut hijab maka dr itu kami tawarkan kembali ke anak2 itu menjadi official karena di tim aubade sendiri bukan hanya 45+5 cadangan saja bun, kami juga ada tim official 3 orang dan 5 PMR yg sepaket harus kerja bareng2 demi lancarnya ketika kegiatan berlangsung. Intinya itu," ungkap Vita.

Setelah itu, kata Vita, dirinya sempat bertanya ke Dinas Pendidikan dan ke beberapa pihak untuk mempertanyakan aturan dan kriteria penilaian yang sebenarnya. Namun kegagalan itu sudah berdampak pada putrinya yang kemudian menjadi pemurung dan mengurung diri.

"Dia nangis, dia murung, dia di kamar. Pada saat penjurian aubade tanggal 17 Agustus anak saya teriak di kamar, histeris, dia teriak karena ada kasus seperti itu kok SMP-nya tetap juara," imbuhnya.

"Setelah itu ndak mau ke sekolah, sudah delapan hari, apalagi setelah viral. Baru mau menemui orang itu saat menemui Bupati kemarin (Selasa sore)," imbuhnya.

Kepala SMPN 2 Klaten, Tonang Juniarta, saat dimintai konfirmasi menegaskan tulisan dalam postingan tersebut tidak benar. Seleksi dilakukan tim yang dibentuk sekolah dan dalam SOP-nya tidak ada aturan mewajibkan berhijab untuk lolos.

"Jadi itu (postingan) mungkin persepsi saja menurut kami. Tidak ada aturan tertulis dan dalam SOP (tim seleksi aubade) itu jelas, tidak boleh menyertakan itu (berhijab) sebagai bagian syarat," jelas Tonang kepada detikJateng di kantornya.

Menurut Tonang, salah satu poin dalam SOP tim seleksi aubade bahwa seleksi bersifat terbuka dan dapat diikuti seluruh murid yang berminat. Tim seleksi juga harus membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh murid.

"Membuka kesempatan dan partisipasi seluas-luasnya kepada seluruh murid. Juga harus bebas dari perundungan, tidak diskriminatif baik gender maupun SARA, SOP ini disertakan dalam surat tugas tim seleksi agar paham, jadi tidak ada aturan seperti itu (wajib berhijab)," kata Tonang.

Dijelaskan Tonang, tim harus memedomani 10 poin SOP tersebut dalam seleksi. Namun memang untuk menyeleksi anggota tim aubade ada berbagai aspek kriteria yang harus dipenuhi untuk lolos.

"Ada aspek penjiwaan dan ekspresi, ada aspek kerapian dan keseragaman, peserta mengenakan pakaian seragam, rapi dan memenuhi ketentuan, daya tarik dan stamina, ini (aspek kriteria) dari dinas bukan dari kami. Ini aspek yang dinilai untuk membentuk tim," papar Tonang.

Tonang menyatakan terkait siswi yang bersangkutan sebenarnya sudah tidak lolos saat seleksi awal tim aubade dari 74 siswa kelas VIII dan IX yang berminat. Yang bersangkutan tereliminasi di hari pertama.

"Jadi yang bersangkutan ini tereliminasi di hari pertama, tereliminasi bersama sembilan orang di seleksi awal. Setelah tidak lolos sempat ditawari jadi official, karena meskipun menjadi tim pengibar bendera tidak serta-merta lolos tim aubade, karena kebutuhannya beda," papar Tonang.

"Ini terjadi miskomunikasi, mispersepsi, mungkin pengin banget masuk tim, ekspektasinya tinggi tapi kebutuhan tim aubade ada ketentuan-ketentuan sehingga belum bisa mengakomodir sehingga mungkin menimbulkan kekecewaan," imbuh Tonang.




(aku/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads