Kekerasan Aparat Indonesia Terhadap Demonstran Disorot PBB

Internasional

Kekerasan Aparat Indonesia Terhadap Demonstran Disorot PBB

Deutsche Welle (DW) - detikJateng
Selasa, 02 Sep 2025 16:15 WIB
BArikade polisi menggunakan tongkat dan tameng. dikhy sasra/ilustrasi/detikfoto
Ilustrasi, Barikade Polisi. Foto: dikhy sasra
Solo -

Sederet aksi protes serta represi aparat terhadap demonstran di Indonesia memicu perhatian global, termasuk dari Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB atau United Nations Human Rights Office of the High Commisioner.

Dilansir detikNews dari Deutsche Welle (DW), United Nations Human Rights Office of the High Commisioner merilis pernyataan pada Senin (1/9) kemarin.

Dalam pernyataannya, PBB menegaskan 'pemerintah harus menjunjung tinggi hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan kebebasan berekspresi sambil tetap menjaga ketertiban, sesuai dengan norma dan standar internasional, khususnya terkait pengelolaan aksi massa.'

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB juga menegaskan bahwa 'aparat keamanan, termasuk militer yang dikerahkan untuk penegakan hukum, harus mematuhi prinsip dasar penggunaan kekuatan dan senjata api.'

Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB juga mendesak dilakukannya 'investigasi cepat, menyeluruh, dan transparan terhadap dugaan pelanggaran HAM internasional, khususnya terkait penggunaan kekuatan' dan mendorong kebebasan pers dalam melaporkan peristiwa secara bebas dan independen.

ADVERTISEMENT

Demonstrasi di Sejumlah Daerah

Diketahui, ratusan mahasiswa menggelar aksi di sejumlah kota di Indonesia, meski dibayangi kekhawatiran represifitas aparat usai kerusuhan yang menewaskan delapan orang pada akhir pekan lalu. Insiden tersebut setidaknya jadi salah satu tragedi terburuk di Indonesia selama dua dekade terakhir.

Pada Senin (1/9) sore, sedikitnya 500 orang berkumpul di depan Gedung DPR/MPR di Jakarta. Demonstrasi tersebut diawasi ketat puluhan polisi. Awalnya, tentara juga terlihat di lokasi, tapi meninggalkan tempat setelah beberapa jam.

Ribuan orang lainnya juga turun ke jalanan di Palembang. Menurut kantor berita AFP, ratusan orang juga dilaporkan berunjuk rasa di Banjarmasin, Yogyakarta, dan Makassar.

Kepolisian dibantu TNI melakukan patroli skala besar sejak Minggu (31/8). Mereka memasang sejumlah pos pemeriksaan di Jakarta pada Senin (1/9). Di beberapa lokasi strategis kemudian ditempatkan penembak jitu.

Aksi protes ini juga mengguncang pasar finansial, berujung dengan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) lebih dari 3% pada awal perdagangan Senin (1/9), sebelum akhirnya sedikit kembali menguat.

Pemicu Protes

Kerusuhan dipicu pada akhir Agustus 2025, setelah pemerintah menambah fasilitas bagi anggota DPR. Aksi protes bermula dari penolakan atas tunjangan rumah anggota DPR yang angkanya sekitar 10 kali lipat dari upah minimum di Jakarta.

Rentetan aksi pada akhirnya memaksa Presiden Prabowo Subianto dan pimpinan DPR untuk menarik kembali kebijakan tersebut.

Semula protes berjalan damai. Namun, situasi memanas saat terjadi bentrokan dalam aksi protes pada Jumat (29/08) setelah pasukan Brimob melindas pengemudi ojek daring berusia 21 tahun, Affan Kurniawan, pada Kamis (28/8) malam.

Kerusuhan kemudian merembet dari Jakarta ke sejumlah kota besar lainnya. Prabowo kemudian mencabut sebagian fasilitas bagi anggota DPR. Merespons krisis ini, Prabowo juga membatalkan kehadirannya dalam KTT Shanghai Cooperation Organization (SCO) di Cina.

Viral Tuntutan 17+8

Sementara itu konten bertajuk "17+8 Tuntutan Rakyat" mulai viral di media sosial pada Sabtu (30/8) setelah diunggah sejumlah publik figur populer. Unggahan tersebut berisi sederet tuntutan masyarakat kepada pemerintah dan DPR, yang dirangkum dari organisasi masyarakat sipil hingga petisi daring.

Penamaan 17+8 dipilih sebagai simbol perjuangan baru dari Hari Kemerdakaan Indonesia, yakni 17 Agustus. Angka 17 mewakili tuntutan jangka pendek dengan tenggat 5 September 2025, sedangkan 8 adalah tuntutan jangka panjang dengan tenggat setahun, hingga 31 Agustus 2026.

Tujuh belas tuntutan jangka pendek yang mendesak meliputi penarikan TNI dari pengamanan sipil, membentuk tim investigasi independen terkait korban kekerasan aparat pada demo 28-30 Agustus 2025, membekukan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, mempublikasi transparansi anggaran DPR, memeriksa anggota DPR yang bermasalah, menghukum tegas anggota DPR yang tidak etis, komitmen partai politik terhadap rakyat, melibatkan DPR dalam dialog terbuka, membebaskan demonstran, dan menghentikan kekerasan polisi.

Tuntutan lainnya meliputi desakan untuk memproses hukum pelaku kekerasan, meminta TNI untuk segera kembali ke barak, memastikan TNI tidak mengambil alih fungsi Polri, memastikan komitmen TNI untuk tidak memasuki ruang sipil, memastikan upah layak di seluruh Indonesia, mengambil langkah darurat untuk cegah PHK massal, serta membuka dialog dengan serikat buruh.

Delapan tuntutan jangka panjang berfokus pada reformasi sistemik yang meliputi desakan untuk reformasi DPR besar-besaran, reformasi partai politik, penyusunan rencana reformasi perpajakan yang lebih adil, pengesahan RUU Perampasan Aset, reformasi sistem di kepolisian, pencabutan mandat TNI dari proyek sipil, penguatan Komnas HAM, hingga peninjauan ulang kebijakan sektor ekonomi.


Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

Editor: Muhammad Hanafi dan Rahka Susanto




(dil/alg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads