Pakar politik Universitas Diponegoro (Undip), Wahid Abdulrahman, menyoroti ramainya eks legislator PDI Perjuangan (PDIP) Solo yang mengundurkan diri dan memilih bergeser ke Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia menyebut fenomena itu membuktikan pengaruh Joko Widodo (Jokowi) masih cukup kuat.
Wahid mengatakan, fenomena perpindahan kader atau pengurus antarpartai bukanlah hal baru di politik Indonesia. Fenomena itu dinilai sebagai gambaran tantangan besar partai politik dalam menjaga soliditas dan kaderisasi.
"Ini tantangan bagi semua partai, bukan hanya PDIP atau PSI. Di Indonesia, perpindahan dari partai A ke B, lalu ke C itu biasa. Biasanya orientasinya adalah peluang elektoral," kata Wahid saat dihubungi detikJateng, Selasa (12/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain karena orientasi elektoral, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Undip itu juga menilai, pergeseran kader kerap terjadi karena lemahnya ideologi partai.
Menurutnya, khusus di Solo, PSI menjadi pilihan yang menarik bagi sejumlah eks kader PDIP karena faktor mantan Presiden Jokowi yang masih menjadi episentrum politik.
"Pengaruh Pak Jokowi masih signifikan. Terbukti di Pemilu 2024 PSI suaranya melonjak luar biasa, bahkan mengalahkan PDIP di Solo," jelasnya.
Wahid memandang, fenomena ini tak lepas dari faktor internal PDIP Solo. Ia menyoroti regenerasi kepemimpinan yang belum maksimal, termasuk lamanya masa kepemimpinan Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo.
"Sebenarnya tidak hanya persoalan di tingkat kabupaten/kota, ini juga di tingkat pusat. PDIP masih sangat solid, sangat kuat. Memang itu memunculkan kestabilan politik," kata Wahid yang pernah jadi tim ahli DPRD Jawa Tengah periode 2010-2019 tersebut.
![]() |
"Cuma mungkin kemudian ada kader yang merasa tidak mendapat tempat, sementara proses kaderisasi di daerah itu dinilai belum bisa begitu mengakomodir," sambungnya.
Meski begitu, akademisi dengan spesialisasi studi partai politik dan perilaku pemilih itu menegaskan, PDIP adalah partai kader yang solid dan memiliki pengalaman panjang bertahan di luar pemerintahan.
"PDIP pernah 10 tahun di luar pemerintah lalu rebound. Kuncinya konsolidasi internal. Lima tahun ke depan, PDIP pasti akan menguatkan konsolidasi ini, meskipun hasilnya mungkin tidak instan. Di sini kerja keras kader, pengurus, menjadi bermakna," katanya.
Dosen ilmu pemerintahan itu menambahkan, tantangan yang dihadapi PDIP juga dialami partai-partai lain di Indonesia yang ideologinya tidak terlalu membedakan satu sama lain.
"Di luar negeri, perpindahan kader jarang karena ideologi partai kuat dan jelas. Di Indonesia, ideologi sering kabur, sehingga kader mudah berpindah," tegasnya.
Terkait prospek PSI di Solo pasca-ramainya eks kader PDIP yang merapat, Wahid menilai peluangnya cukup besar menuju Pemilu 2029. Partai itu disebut memiliki prospek bagus di Kota Solo yang kini identik dengan Jokowi.
"Ada empat faktor yang menguatkan PSI yaitu pengaruh Jokowi masih kuat, dinamika politik lokal untuk menjadikan PSI sebagai partai yang sedang mekar, perubahan karakter pemilih, dan jaringan politik yang sudah berhasil dikonsolidasi keluarga Jokowi yang larinya ke PSI," urainya.
"Empat faktor itu membuat PSI menjadi punya peluang bagus di Kota Solo. Tapi kalau di Jawa Tengah saya kira masih cukup jauh," lanjutnya.
Sebelumnya diberitakan, tiga eks kader PDIP bergabung menjadi kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Tiga eks kader PDIP itu yakni Ginda Ferachtriawan, Dyah Retno Pratiwi, dan Wawanto yang juga mantan anggota DPRD Solo.
Baca juga: 3 Eks Legislator PDIP Solo Gabung ke PSI |
Ketua DPW PSI Jawa Tengah, Antonius Yogo Prabowo, mengatakan tiga eks kader bergabung ke PSI belum lama ini. Ia mengatakan Ginda bergabung ke PSI sebelum kongres dan dua kader lainnya bergabung pada Jumat lalu.
"Mas Ginda bergabung sebelum kongres, mungkin awal bulan Juli sudah bergabung, lali Jumat kemarin berkomunikasi dengan dua teman juga eks legislatif Solo dari PDIP yakni Mas Wawanto dan Mbak Diah Retno Pratiwi," katanya dihubungi detikJateng, Senin (11/8).
(apu/ahr)