Pengertian Bullying Beserta Jenis, Penyebab, Dampak, dan Cara Mencegahnya

Pengertian Bullying Beserta Jenis, Penyebab, Dampak, dan Cara Mencegahnya

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Senin, 28 Jul 2025 14:29 WIB
Ilustrasi Stop Bullying
Ilustrasi bullying. (Foto: Dok. Shutterstock)
Solo -

Setiap orang pasti ingin merasa aman, dihargai, dan diterima dalam lingkungan sosialnya. Namun, kenyataannya tidak semua orang bisa merasakan hal itu, terutama ketika dihadapkan pada perlakuan tidak menyenangkan yang datang berulang kali. Tanpa disadari, banyak dari kita pernah melihat atau bahkan mengalami perilaku yang sebenarnya masuk dalam kategori bullying.

Bullying tidak hanya berupa ejekan ringan atau konflik biasa. Perilaku ini bisa muncul dalam berbagai bentuk dan terjadi di berbagai tempat, mulai dari sekolah, lingkungan bermain, hingga dunia digital. Dampaknya pun tidak bisa dianggap sepele, baik bagi korban maupun lingkungan sekitarnya.

Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan bullying? Bagaimana mengenali bentuknya, memahami penyebabnya, dan yang paling penting, mencegahnya agar tidak terus terjadi? Simak penjelasan lengkapnya dalam ulasan berikut ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Bullying

Menurut Christofora dalam buku Jenis-jenis Bullying dan Bagaimana Mencegahnya serta Widya Ayu Sapitri dalam buku Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, bullying berasal dari bahasa Inggris, yaitu kata 'bull' yang berarti banteng, dan 'bully' yang secara etimologis merujuk pada perilaku menggertak atau mengintimidasi.

Dalam bahasa Indonesia, istilah ini sering disamakan dengan 'penindasan' atau 'menyakat,' yang berarti mengusik, mengganggu, atau menyakiti orang lain. Pada dasarnya, bullying menggambarkan tindakan agresif yang dilakukan secara berulang untuk menyakiti pihak yang dianggap lebih lemah.

ADVERTISEMENT

Secara istilah, bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang kali oleh individu atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri dengan mudah. Tindakan ini bisa terjadi dalam bentuk fisik, verbal, sosial, maupun psikologis, dan melibatkan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban.

Para ahli juga memberikan beragam definisi yang memperkuat pemahaman mengenai bullying, berikut detailnya:

  • Olweus (2005) menyatakan bahwa bullying adalah tindakan agresif yang disengaja dan berulang-ulang dari seseorang atau kelompok terhadap korban yang tidak dapat mempertahankan dirinya dengan mudah. Ini merupakan bentuk penyalahgunaan kekuatan secara sistematis.
  • Wicaksana (2008) menyebutkan bahwa bullying adalah kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan dengan tujuan menakuti, menekan, atau menyakiti individu yang tidak berdaya.
  • Black dan Jackson (2007) mengartikan bullying sebagai perilaku agresif proaktif yang melibatkan dominasi, dengan ketidakseimbangan kekuatan secara fisik, usia, status sosial, atau kemampuan lainnya, dan dilakukan secara terus-menerus.
  • Sejiwa (2008) menganggap bullying sebagai penyalahgunaan kekuatan fisik atau mental oleh individu atau kelompok, di mana korban tidak mampu membela dirinya.
  • Rigby (1994) menjelaskan bahwa bullying adalah keinginan untuk menyakiti yang diwujudkan dalam tindakan langsung, dilakukan oleh pelaku yang lebih kuat secara berulang, dan bertujuan untuk membuat korban menderita.
  • Coloroso (2003, 2006) merinci bahwa bullying adalah tindakan bermusuhan yang disengaja, baik spontan maupun direncanakan, yang bisa tampak jelas maupun terselubung. Ia menambahkan empat ciri khas bullying: ketidakseimbangan kekuatan, niat mencederai, ancaman agresi lanjutan, dan unsur teror.
  • Victorian Department of Education and Early Childhood Development menyatakan bahwa bullying terjadi ketika seseorang atau kelompok secara terus-menerus mengganggu keselamatan fisik, psikologis, properti, atau reputasi seseorang.
  • Dari sudut pandang hukum, Pasal 1 angka 16 UU Nomor 35 Tahun 2014 mendefinisikan kekerasan (termasuk bullying) sebagai setiap tindakan yang menimbulkan penderitaan fisik, psikis, seksual, atau penelantaran terhadap anak, termasuk ancaman, paksaan, atau perampasan kebebasan secara melawan hukum.

Jenis-jenis Bullying

Setelah memahami pengertian bullying, penting juga untuk mengetahui bahwa perilaku ini memiliki berbagai bentuk. Masih dikutip dari dua buku yang sama, berikut ini adalah sejumlah jenis bullying yang paling umum terjadi.

1. Bullying Fisik

Bullying fisik merupakan bentuk penindasan yang paling mudah terlihat karena melibatkan kontak langsung antara pelaku dan korban. Meskipun secara jumlah tidak sebanyak jenis lainnya, efek dari bullying fisik bisa sangat merusak, baik secara fisik maupun psikologis.

Remaja yang sering melakukan bullying fisik umumnya menunjukkan perilaku yang bermasalah dan cenderung terlibat dalam tindakan kriminal di kemudian hari. Tindakan ini dapat berupa memukul, menendang, menampar, mencekik, menggigit, menggaruk, meludahi, hingga merusak barang-barang milik korban.

Jika mengalami atau menyaksikan bullying fisik, penting untuk segera melaporkannya kepada pihak yang bisa dipercaya seperti guru, orang tua, atau konselor.

2. Bullying Verbal

Jenis bullying ini sering dianggap paling umum terjadi dan mudah dilakukan. Bullying verbal melibatkan kata-kata yang menyakitkan, dan bisa menjadi awal dari bentuk kekerasan lain yang lebih serius.

Pelaku bullying verbal biasanya menggunakan celaan, julukan yang merendahkan, penghinaan, fitnah, tuduhan palsu, pelecehan secara lisan, hingga menyebarkan gosip yang bertujuan menjatuhkan harga diri korban. Karena sering kali terjadi secara terus-menerus, dampaknya terhadap psikologis korban bisa sangat dalam.

Oleh karena itu, jika kamu atau seseorang di sekitarmu mengalami bullying verbal, segera cari bantuan dari pihak yang tepat untuk menghentikannya sebelum berkembang menjadi bentuk kekerasan lainnya.

3. Bullying Relasional

Bullying relasional atau dikenal juga sebagai bullying sosial terjadi ketika pelaku mencoba memutuskan hubungan sosial korban. Tujuannya adalah untuk merendahkan harga diri dan membuat korban merasa terisolasi.

Bentuk penindasan ini kerap dilakukan secara tersembunyi sehingga sulit dikenali. Contoh perilakunya bisa berupa lirikan sinis, cibiran, helaan napas bernada mengejek, tawa merendahkan, atau bahasa tubuh yang mengintimidasi.

Meski tidak melibatkan kekerasan fisik, dampaknya sangat besar karena dapat membuat korban merasa kesepian dan kehilangan kepercayaan diri. Mendeteksi dan melaporkan tindakan ini sejak awal dapat membantu korban menghindari dampak psikologis yang lebih berat.

4. Cyberbullying

Perkembangan teknologi juga membawa bentuk baru dari bullying, yaitu cyberbullying atau perundungan online. Jenis bullying ini terjadi melalui perangkat digital seperti ponsel, media sosial, email, atau aplikasi pesan.

Cyberbullying bisa berupa penghinaan, ancaman, pelecehan, hingga penyebaran informasi pribadi tanpa izin. Pelaku sering merasa bebas melakukannya karena bisa bersembunyi di balik anonimitas internet. Akibatnya, korban sering merasa sendiri dan kesulitan mencari dukungan.

Dampak dari cyberbullying dapat sangat merusak, bahkan lebih parah dari bullying secara langsung karena penyebarannya yang luas dan cepat. Untuk mencegahnya, penting bagi orang tua dan guru membimbing anak-anak agar menggunakan internet secara bertanggung jawab.

Penyebab Terjadinya Bullying

Dikutip dari buku Aku Adalah Agen Perubahan tulisan Alqis Bahnan dan Basir yang mengutip pendapat dari Aristo, bullying terjadi karena lima penyebab berikut ini.

1. Lingkungan Keluarga yang Bermasalah

Keluarga memiliki peran besar dalam pembentukan perilaku anak. Ketika hubungan antara anak dan orang tua tidak harmonis atau rumah tidak menjadi tempat yang nyaman, hal ini bisa memicu perilaku negatif.

Misalnya, orang tua yang sering menghukum anak secara berlebihan atau menunjukkan konflik di depan anak dapat memberi contoh buruk. Anak yang terbiasa melihat pertengkaran di rumah cenderung meniru pola tersebut dalam pergaulan sosialnya, termasuk dengan melakukan bullying kepada teman sebayanya.

2. Kurangnya Pengawasan di Lingkungan Sekolah

Sekolah seharusnya menjadi tempat aman bagi siswa, namun kenyataannya tidak selalu demikian. Ketika pihak sekolah tidak memperhatikan keberadaan bullying, pelaku justru merasa didukung atau tidak dipedulikan atas perilaku negatif mereka.

Bahkan, sistem hukuman yang tidak mendidik juga bisa memperburuk situasi. Siswa yang tidak diajarkan untuk menghargai sesama cenderung mengembangkan sikap agresif dan dominan terhadap teman lain.

3. Pengaruh Kelompok Sebaya

Anak-anak dan remaja sering kali merasa perlu untuk diterima dalam lingkungan pergaulan mereka. Demi mendapat pengakuan atau diterima dalam kelompok tertentu, beberapa anak rela melakukan tindakan bullying meskipun mereka sebenarnya tidak nyaman melakukannya. Tekanan dari teman sebaya ini menjadi faktor kuat yang mendorong seseorang terlibat dalam perilaku tidak sehat.

4. Kondisi Lingkungan Sosial

Lingkungan tempat tinggal juga bisa berkontribusi terhadap munculnya perilaku bullying. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah kondisi ekonomi. Dalam beberapa kasus, kemiskinan memicu seseorang untuk melakukan intimidasi demi mendapatkan apa yang dibutuhkan. Misalnya, pemalakan yang terjadi di lingkungan sekolah kerap kali dipicu oleh kondisi sosial ekonomi yang kurang mendukung.

5. Dampak dari Media Sosial

Perkembangan teknologi digital memberikan kemudahan dalam mengakses berbagai informasi. Namun, tidak semua informasi yang beredar membawa pengaruh positif. Ketika anak-anak tidak mendapatkan edukasi yang cukup mengenai cara menyaring informasi, mereka bisa saja meniru perilaku buruk yang dilihat di media sosial. Tanpa pendampingan yang tepat, media sosial menjadi tempat penyebaran dan pembelajaran tindakan bullying yang kemudian ditiru dalam kehidupan nyata.

Dampak Bullying

Menurut Alqis Bahnan dan Basir dalam buku Aku Adalah Agen Perubahan, bullying bukan hanya sekadar tindakan iseng atau candaan yang keterlaluan. Tindakan ini membawa dampak yang serius, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Setiap bentuk intimidasi, jika dibiarkan, bisa memengaruhi kondisi mental dan emosional korban secara mendalam.

Dalam jangka pendek, korban bullying biasanya mengalami kecemasan, ketakutan, dan rasa khawatir yang berlebihan. Tidak jarang juga mereka merasa rendah diri hingga depresi. Kondisi ini bisa membuat korban menarik diri dari lingkungan sosial dan kehilangan semangat untuk beraktivitas, baik di sekolah maupun di rumah.

Sementara itu, dampak jangka panjang bisa lebih berbahaya karena sering kali tidak disadari, bahkan oleh korban itu sendiri. Perubahan pada kondisi psikis dan emosional bisa terjadi secara perlahan dan sulit dikenali oleh orang sekitar. Beberapa korban mungkin terlihat baik-baik saja di luar, padahal sedang berjuang secara mental.

Lebih mengkhawatirkan lagi, ada korban bullying yang akhirnya melukai diri sendiri atau bahkan berpikir untuk mengakhiri hidup. Dalam beberapa kasus, korban juga bisa berubah menjadi pelaku dan melakukan bullying kepada orang lain sebagai bentuk pelampiasan dari pengalaman buruk yang mereka alami.

Dampak negatif dari bullying begitu besar dan tidak boleh dianggap sepele. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk lebih berhati-hati dalam bertutur kata maupun bertindak terhadap orang lain. Sebab, apa yang terlihat sebagai candaan bisa jadi merupakan luka lama bagi seseorang yang tengah berjuang dalam diam.

Cara Mencegah Bullying

Mencegah bullying bukanlah tugas satu pihak saja. Dalam konteks bullying di sekolah, butuh keterlibatan semua elemen, mulai dari siswa, guru, hingga orang tua. Ketika semua pihak bekerja sama, lingkungan belajar yang aman dan nyaman bisa tercipta. Berikut beberapa langkah penting yang bisa dilakukan untuk mencegah bullying di sekolah yang dikutip dari laman resmi Direktorat SMP Kemendikdasmen.

1. Memberikan Edukasi tentang Bullying

Langkah pertama yang penting adalah memberikan pemahaman yang jelas kepada seluruh siswa mengenai apa itu bullying, bentuk-bentuknya, serta dampak negatif yang ditimbulkan. Dengan edukasi yang tepat, siswa bisa lebih sadar dan belajar membedakan antara perilaku bercanda dan tindakan yang sudah tergolong intimidasi.

2. Menumbuhkan Empati dan Kesadaran Sosial

Sekolah bisa mengadakan berbagai program yang membangun karakter siswa, khususnya dalam hal empati dan sikap saling menghargai. Dengan menanamkan nilai-nilai ini, siswa akan lebih peka terhadap perasaan orang lain dan tidak mudah melakukan tindakan yang bisa menyakiti sesama.

3. Meningkatkan Pengawasan di Area Sekolah

Guru dan staf sekolah perlu memperhatikan interaksi siswa secara aktif, terutama di area seperti kantin, lapangan, atau toilet. Pengawasan yang konsisten dapat mencegah terjadinya tindakan bullying, baik secara fisik maupun verbal, di tempat-tempat yang rawan.

4. Menerapkan Pendekatan Terpadu antara Sekolah dan Orang Tua

Pencegahan bullying tidak bisa hanya dilakukan di sekolah. Orang tua juga perlu ikut serta dalam membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak. Dengan saling berinteraksi secara rutin, orang tua dapat mengenali tanda-tanda awal jika anak menjadi korban atau pelaku bullying.

5. Menegakkan Aturan Sekolah yang Jelas

Sekolah harus memiliki aturan yang tegas dan transparan mengenai bullying. Selain itu, perlu diterapkan sanksi yang mendidik agar pelaku menyadari kesalahannya. Dengan adanya sistem yang konsisten, perilaku bullying bisa dicegah lebih awal.

6. Memberikan Dukungan Psikologis untuk Korban

Tidak semua korban bullying bisa langsung pulih dari tekanan mental yang dialaminya. Karena itu, sangat penting bagi sekolah untuk menyediakan layanan bimbingan konseling atau akses ke psikolog sekolah. Dukungan ini membantu korban mengatasi trauma dan memulihkan rasa percaya dirinya.

Demikianlah tadi penjelasan lengkap mengenai pengertian bullying, beserta jenis, penyebab, dampak, hingga cara mencegahnya. Semoga bermanfaat!




(anm/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads