Kepala Desa Pegundan, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, Sutrisno, buka suara soal bentrokan antarormas yang terjadi saat acara pengajian yang menghadirkan Habib Rizieq Shihab pada Rabu (23/7) malam. Ia mengaku pihaknya bersama aparat kepolisian dan TNI sudah melakukan berbagai langkah preventif untuk mencegah kerusuhan.
"Kami sudah mencoba bersama aparat penegak hukum dari kepolisian dan TNI untuk melakukan tindakan preventif, termasuk pendekatan terhadap kedua ormas. Kami juga menghimbau warga untuk tetap di rumah demi mencegah hal-hal yang tidak diinginkan," kata Sutrisno saat ditemui di kantornya, Jumat (25/7/2025).
Dua ormas yang terlibat bentrokan yakni dari massa Front Persaudaraan Islam (FPI) dan Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, potensi konflik memang tinggi karena mayoritas peserta pengajian berasal dari luar daerah.
"Kalau dari ormas PWI Laskar Sabilillah mungkin dari wilayah se-Jateng. Tapi kalau dari FPI, dari pantauan kami ada dari Banten sampai Madura. Jemaah umum pun rata-rata bukan warga sini. Sekitar 95 persen yang hadir bukan warga Desa Pegundan," jelasnya.
![]() |
Sutrisno menyebutkan bentrokan terjadi sekitar pukul 22.15 WIB, bahkan sebelum acara pengajian dimulai.
"Titik keributan ada di RT 3 dan RT 5, jaraknya 100-200 meter dari panggung utama. Kami sendiri tidak melihat langsung karena jauh dari lokasi. Tiba-tiba terdengar suara gaduh dan lemparan batu. Ada batu bata yang diambil dari lokasi pembangunan," ujarnya.
Ia mengungkapkan, massa FPI yang hadir diperkirakan mencapai 600-700 orang. Saat bentrokan pecah, para korban dievakuasi ke Puskesmas Klayeran dan yang mengalami luka berat langsung dibawa ke rumah sakit.
"Setelah kericuhan mereda, Habib Rizieq baru tiba sekitar pukul 11 malam dan mengisi pengajian sampai pukul setengah satu dini hari. Setelah itu dilakukan sweeping, kondisi dinyatakan aman," tambahnya.
Sutrisno menyebut, pengajian tersebut diselenggarakan oleh seorang warga yang sudah menetap di Pegundan, meski asalnya dari Moga. Terkait izin acara, pihak desa menerima surat pemberitahuan dan meneruskannya ke Polsek serta Polres.
Usai kejadian, pihak desa langsung melakukan pemetaan kerusakan dan pendataan korban. Tercatat ada enam rumah warga terdampak, dua mengalami pecah kaca, tiga rusak di bagian genting, dan satu bagian lahar rumah.
"Estimasi kerusakan, termasuk batu bata dan genting yang hilang. Tapi sudah langsung diperbaiki kemarin," ungkap Sutrisno.
Untuk mencegah trauma pada anak-anak, pihak desa juga meliburkan kegiatan belajar di beberapa sekolah sekitar, termasuk MI, MA, dan Madin. Sutrisno mengaku telah berdialog dengan tokoh agama dan masyarakat agar ke depan tidak ada lagi kegiatan keagamaan yang berpotensi memicu kerusuhan.
"Warga sepakat, jika ada pengajian yang berpotensi menimbulkan kerawanan dan gesekan antarormas, sebaiknya tidak digelar di tengah pemukiman. Bisa dilakukan di tempat yang netral, seperti di lahan terbuka," tuturnya.
Sutrisno menambahkan, hingga saat ini belum ada permintaan maaf dari pihak panitia acara ataupun yang terkait.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, bentrokan antara FPI dan PWI LS menyebabkan 15 orang mengalami luka-luka. Empat korban di antaranya merupakan polisi.
"Korban terdiri dari empat personel Polri, sembilan anggota PWI LS, dan dua dari FPI. Sebagian besar mengalami luka di bagian kepala akibat lemparan batu atau benda tumpul lainnya. Empat anggota polisi sudah pulang dan menjalani rawat jalan," ujar Artanto dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025) di Mapolres Pemalang.
Artanto menyebut lokasi bentrokan berada di lingkungan padat penduduk, sekitar 50 meter dari panggung utama pengajian. Meski demikian, pengajian tetap berlangsung hingga selesai pada pukul 01.00 WIB dini hari.
"Kami bersama Kodim dan unsur terkait berhasil meredam insiden ini. Kami tengah mendalami penyebab bentrokan. Penyelidikan dilakukan oleh Polres Pemalang dibantu Polda Jateng," tegasnya.
(rih/apu)