Seorang pendaki asal Brasil Juliana Marins meninggal dunia di jurang Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat (NTB), usai terjatuh Sabtu (21/6). Meninggalnya wanita berusia 26 tahun itu memicu kemarahan netizen Brasil dan menyalahkan Indonesia atas lambatnya penyelamatan.
Sebelum ditemukan tidak bernyawa video drone menampilkan kondisi Juliana masih hidup meski dalam kondisi terluka di jurang Gunung Rinjani. Video inilah yang kemudian memicu kemarahan netizen Brasil atas upaya penyelamatan yang sudah dilakukan terhadap korban.
Dilansir detikInet, Rabu (25/6/2025) kejadian nahas itu tidak hanya menjadi sorotan dunia pendakian, tetapi juga memunculkan ketegangan di dunia maya, terutama setelah tersebarnya video drone yang memperlihatkan Juliana masih hidup pascajatuh dan viral. Hal ini pun memicu kemarahan netizen Brasil atas lambatnya penyelamatan selama dua hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Video Drone Kondisi Juliana Viral
Juliana Marins diketahui terjatuh di area Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Rinjani, sekitar pukul 06.30 WITA saat mendaki melalui jaluransi. Lokasi tersebut dikenal ekstrem dengan lereng curam dan berbatu, ditambah kondisi cuaca tengah berkabut tebal.
Berdasarkan laporan, Juliana sempat meminta istirahat karena kelelahan. Namun lantaran jadwal pendakian yang ketat dan cuaca yang tidak menentu, rombongan melanjutkan perjalanan.
Lalu sekitar pukul 09:40 WITA, otoritas Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) menerima laporan adanya insiden, dan tim SAR gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, TNGR, BPBD, hingga relawan dikerahkan.
Sabtu sore, drone yang dioperasikan oleh turis Spanyol merekam Juliana dengan masih hidup. Ia terlihat duduk dan bergerak di tanah berabu kelabu, sekitar 300 meter di bawah jalur pendakian. Rekaman ini lalu menyebar luas di media Brasil, menunjukkan Juliana dalam kondisi terluka namun sadar, memicu harapan keluarga dan netizen Brasil.
Akan tetapi, tim SAR yang turun hingga 300 meter pada hari itu gagal menemukan karena kabut tebal dan medan berbahaya. Pada Minggu pagi (22/6), drone menunjukkan Juliana sudah tidak lagi ada di lokasi awal, diduga ia tergelincir lebih jauh ke jurang.
Senin (23/6), drone thermal mendeteksi Juliana berada di kedalaman 500 meter, namun dalam kondisi tak bergerak. Baru pada Selasa (24/6), tim SAR mencapai korban dan memastikan Juliana telah meninggal dunia.
Reaksi Netizen Indonesia Vs Brasil
Proses penyelamatan hingga korban ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa memicu perdebatan netizen Indonesia dan Brasil. Netizen Indonesia membela tim SAR, menyoroti tantangan medan Rinjani yang ekstrem. Pengguna X, @faiueo__, menulis, "Netizen Brasil menyalahkan SAR Indo, padahal tebing curam 500 meter di Rinjani dengan kabut tebal dan badai bukan mainan!".
Akun @MurtadhaOne1 menambahkan, "Brasil marah soal penyelamatan lamban, tapi Juliana ditemukan tewas setelah tiga hari tanpa air di medan vertikal. Ini bukan soal kemauan, tapi kondisi!".
Netizen Indonesia juga menegaskan bahwa drone tidak bisa mengangkut logistik berat karena risiko angin kencang, seperti ditulis @HjHitler, "Drone perekam tidak kehabisan daya, tapi drone logistik butuh spesifikasi khusus. Ini yang netizen Brasil tidak paham!".
Pemerintah Indonesia menegaskan upaya maksimal. Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni berkoordinasi dengan Basarnas, Kapolda NTB, dan Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal, yang meminta bantuan helikopter dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), meski cuaca buruk membatasi operasi.
Sementara itu, beredarnya video drone yang menunjukkan Juliana masih hidup pasca-jatuh memicu kemarahan netizen Brasil, yang menilai Indonesia lalai karena tidak segera menyelamatkan korban selama dua hari. Akun Instagram Presiden Prabowo Subianto (@prabowo) dan @presidenrepublikindonesia dibanjiri ribuan komentar, dengan tagar #savejuliana dan seruan "Salvem a Juliana".
Seorang netizen Brasil di X, @fodiida menulis, "Juliana TIDAK mati karena jatuh! Drone merekam dia masih hidup, duduk, meski terluka. Indonesia negligen, jika cepat bertindak, dia bisa selamat!".
Netizen lain, @ladyhepburns, mengkritik, "Indonesia bisa pakai drone untuk merekam tubuh Juliana, tapi tidak untuk mengirim air atau makanan pada 300 meter? Cuaca buruk cuma alasan!".
Banyak netizen Brasil menyoroti bahwa Juliana terlantar tanpa makanan, air, atau pakaian hangat di suhu dingin dan kabut tebal selama lebih dari 60 jam. @rekiwrs menulis, "Mereka bilang tidak bisa kirim air dengan drone karena takut Juliana bergerak dan jatuh lagi, tapi dia tetap tergelincir! Juliana mati karena kelalaian, bukan jatuh!".
Komentar serupa dari @_laeasy_ menyebut, "Drone menunjukkan Juliana tak bergerak, tapi Indonesia gagal menjangkau. 100% salah Indonesia!". Keluarga Juliana, melalui akun @resgatejulianamarins, juga menyatakan kekecewaan, menyebut tim SAR hanya maju 250 meter dalam sehari dan mundur saat 350 meter lagi menuju Juliana, meski drone terus memantau.
(apl/afn)