Ratusan truk dari berbagai wilayah memenuhi kawasan sub terminal Delanggu, Klaten. Aksi tersebut digelar untuk memprotes kebijakan zero over dimension over loading (ODOL) tahun 2026.
Pantauan detikJateng di lokasi, truk mulai berdatangan sejak pukul 09.30 WIB di terminal yang berada di tepi jalan Jogja-Solo. Truk bak kayu maupun dump truk berdatangan beserta krunya.
Mereka kemudian memarkir truk di dalam maupun di luar kompleks terminal. Berbagai poster dan spanduk sebagai bentuk protes dipasang di bak truk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sampai pukul 11.30 WIB truk masih terus berdatangan dari arah Jogja. Sambil duduk-duduk, para kru truk menggelar orasi di truk bak terbuka.
Polisi dari Polsek Delanggu dan TNI berjaga di lokasi. Kapolsek Delanggu AKP Jaka Waloya sempat memberikan imbauan agar aksi berjalan lancar dan tertib.
"Kita meminta kebijakan zero odol tahun 2026 ditinjau ulang. Makanya kita protes kepada pembuat kebijakan," ungkap Wahid Nagata seorang peserta aksi saat berorasi, Kamis (19/6/2025) siang.
Wahid menjelaskan pemerintah berkeinginan zero ODOL sebagaimana negara maju. Menurut dia kebijakan itu tidak berpihak pada sopir dan kru.
"Kebijakan itu dirasa tidak berpihak kepada kita. Banyak berita dan video beredar, pada intinya sopir truk hanyalah korban bukan pelaku," kata Wahid.
"Jalan rusak yang dituduh sopir, kerugian katanya Rp 400 triliun. Padahal jika dihitung-hitung pihak mereka yang banyak salah," sambungnya.
Selain itu, kata Wahid, angka kecelakaan yang tinggi di jalan raya juga truk dan sopir yang disalahkan. Bahkan ada tol yang dilarang untuk kendaraan berat padahal kendaraan berat pasti berhati-hati.
"Secara nalar truk ODOL akan berhati-hati, muatan 8 ton paling kecepatan 30-40 kilometer per jam. Sepeda motor lah sebenarnya penyebab utamanya," imbuhnya.
Korlap aksi, Muhammad Arif Hidayat mengatakan peserta aksi sekitar 500 sopir dengan 100-200 unit truk dari wilayah Klaten. Aksi mogok rencana tiga hari.
"Rencana mogok tiga hari kita tidak muat, tidak ambil tarikan untuk Kamis, Jumat dan Sabtu. Kita ikut solidaritas," kata Arif.
Menurut Arif, meskipun kebijakan pemerintah itu baru bulan Juli tapi nyatanya sudah ada penindakan. Padahal baru tahap sosialisasi.
"Sosialisasi sampai tanggal 30 Juni tapi di lapangan itu sudah ada yang ditindak," ucapnya.
(dil/ahr)