Aliansi warga dari enam desa di Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, mendatangi kantor Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jawa Tengah (Jateng). Mereka menuntut pencabutan izin analisis menganai dampak lingkungan (amdal) proyek tambang dan pabrik semen yang dinilai akan merusak lingkungan dan mengancam kehidupan warga.
Tampak aliansi massa tiba di Kantor DLHK Jateng, Kecamatan Banyumanik, membawa poster bertuliskan pentingnya menjaga lingkungan. Poster itu bertuliskan 'Tolak Pabrik Semen', 'Jagad Ijo Wasis Aji', 'malu handarbeni, melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani' yang artinya 'ikut memiliki, ikut menjaga, berani mawas diri'.
Massa yang tergabung dalam Paguyuban Tali Jiwo ini berasal dari Desa Watangrejo, Suci, Gambirmanis, Joho, Petirsari, dan Sambiroto. Mereka menyerukan keresahan mereka soal rencana pendirian pabrik semen dan penambangan batu gamping.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka merasa kecewa atas proses perizinan yang dinilai tidak transparan dan tidak melibatkan warga terdampak secara utuh. Mereka juga sempat melakukan audiensi dengan DLHK Jateng.
"Hari ini DLHK betul menerima kami, kami ucapkan terima kasih, tapi waktu yang diberikan hanya setengah jam, sementara aspek yang harus kita bahas banyak. Kami kecewa, waktunya tidak sampai untuk menyampaikan semua keluhan," kata Koordinator Paguyuban Tali Jiwa, Suryanto Perment di Kantor DLHK Jateng, Selasa (2/6/2025).
Ia menjelaskan, PT AAA akan membangun pabrik semen berkapasitas 4,5 juta ton per tahun, sementara PT SSS berencana menambang batu gamping sebanyak 4,2 juta ton per tahun. Total lahan yang terdampak disebut mencapai 309 hektare.
"Warga yang langsung terdampak dan masuk dalam guyub itu ada 6 dusun, sementara yang berada dekat dengan guyub ada 3 dusun dari 6 desa. Ribuan KK-nya," ungkapnya.
Tanah yang akan didirikan pabrik semen dan ditambang itu disebut bukan milik Perhutani, tetapi milik warga yang selama ini digunakan untuk bertani.
"Kegelisahan kami adalah kehilangan lahan, kehilangan mata pencaharian, penghidupan para petani. Karena memang mayoritas yang hidup di sana dari pertanian itu sendiri," tegasnya.
Mereka juga mengaku khawatir penambangan akan berdampak luas pada ekosistem Gunungsewu dan merusak sumber-sumber mata air warga.
"Selain menjadi ancaman penghancuran kehidupan kami, tanah yang akan dirampas ini termasuk jajaran Kawasan Karst Gunungsewu. Berarti akan merusak kelangsungan kehidupan hewan, tumbuhan, sumber mata air, dan ekosistem kawasan karst Gunungsewu," paparnya.
Dalam pertemuan dengan DLHK Jateng, Suryanto mengaku masih banyak hal yang belum tersampaikan. Sehingga, ia berharap akan ada pertemuan kembali antara warga dengan pemerintah.
"Banyak yang belum tersampaikan, masalah biodivercity itu belum lengkap, masalah hukum tidak disampaikan, dan bedah amdalnya tidak disampaikan semua," urainya.
Hingga kini, kata Suryanto, para kepala keluarga dari enam desa telah menyatakan penolakan. Mereka menuntut pencabutan Amdal hingga pembatalan izin kelayakan lingkungan.
"Buat apa kita berdebat (dengan perusahaan) kalau perizinan yang di atas tetap berjalan. Kalau kita dipertemukan hanya untuk menambah debat kusir yang jelas, kalau memang regulasinya tidak berubah," tuturnya.
Sementara itu, Kepala DLHK Jateng, Widi Hartanto, mengaku pihaknya akan menyampaikan aspirasi warga kepada pihak terkait, termasuk Gubernur Jateng.
"Aspirasi ini akan kami sampaikan karena nampaknya kurang sosialisasi, dari warga menyampaikan belum maksimal, sehingga perlu ada komunikasi, sosialisasi dari pelaku usaha dengan masyarakat," kata Widi.
Menurut Widi, dokumen amdal proyek tersebut telah disahkan pada tahun 2024 dengan luas lahan sekitar 180 hektare. Ia menyebut keterlibatan warga dalam proses amdal dilakukan secara keterwakilan.
"Amdal itu melalui proses keterwakilan. Jadi saat konsultasi publik sudah ditetapkan siapa yang menjadi wakil masyarakat, dan hadir rapat dengan membawa aspirasi masyarakat," jelasnya.
Meski begitu, Widi membantah lokasi proyek berada di kawasan karst yang dilindungi.
"Ini tidak masuk KBAK (Kawasan Bentang Alam Karst) kalau menurut informasi dari tata ruang," tegasnya.
(afn/ahr)