6 Tips agar Terhindar dari Sengketa Tanah, Ini Pencegahan yang Bisa Dilakukan

6 Tips agar Terhindar dari Sengketa Tanah, Ini Pencegahan yang Bisa Dilakukan

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Jumat, 23 Mei 2025 17:18 WIB
Ilustrasi sengketa tanah
Ilustrasi sengketa tanah. (Foto: freepik/Freepik)
Solo -

Kasus sengketa tanah terus meningkat dan sering kali menimbulkan kerugian besar, baik secara materi maupun emosional. Masalah ini bisa muncul dari persoalan warisan, jual beli, hingga penggunaan tanah tanpa kejelasan hukum. Oleh sebab itu, memahami tips agar terhindar dari sengketa tanah menjadi hal yang penting agar kepemilikan tanah tetap aman dan tidak berbuntut panjang di kemudian hari.

Menurut Angger Sigit Pramukti dan Erdha Widayanto dalam buku Awas Jangan Beli Tanah Sengketa, sengketa tanah adalah perselisihan yang terjadi antara individu, badan hukum, atau lembaga terkait hak atas tanah, seperti dalam kasus jual beli, warisan, hibah, atau perbuatan hukum lainnya yang berhubungan langsung dengan tanah.

Sengketa ini umumnya bersifat terbatas dan hanya berdampak pada pihak-pihak yang terlibat, tanpa menimbulkan dampak luas secara sosial dan politik. Bentuk sengketanya bisa berupa masalah administratif, perdata, atau pidana, mencakup aspek pemilikan, pendaftaran, pemanfaatan, penguasaan, hingga hak ulayat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, apa yang bisa kita lakukan agar terhindar dari sengketa tanah? Mari kita simak penjelasan lengkap yang dihimpun dari buku Sengketa Tanah dalam Perspektif Hukum Agraria di Indonesia oleh Bibit Ayu Astriani dan Septi Indrawati, laman resmi Kantor Pertanahan Kabupaten Pasaman Barat, Pengadilan Agama Bulukumba, serta Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal berikut ini.

Tips agar Terhindar dari Sengketa Tanah

Agar terhindar dari sengketa tanah, baik dengan individu lain maupun lembaga, berikut adalah sejumlah tips pencegahan yang bisa kita lakukan.

ADVERTISEMENT

1. Segera Daftarkan Tanah secara Resmi ke Kantor Pertanahan

Salah satu langkah terpenting yang bisa dilakukan untuk mencegah sengketa tanah adalah memastikan tanah telah didaftarkan secara resmi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanah yang belum terdaftar memiliki risiko tinggi untuk dipermasalahkan, apalagi jika belum memiliki sertifikat yang sah. Dalam banyak kasus, tanah yang belum terdata sering kali diklaim oleh pihak lain, bahkan oleh mafia tanah yang memanfaatkan kekosongan administratif tersebut.

Pendaftaran tanah memberikan kepastian hukum bagi pemiliknya. Dengan sertifikat resmi, status kepemilikan menjadi jelas, dapat dibuktikan, dan tidak mudah digugat. Tanpa dokumen legal, meskipun telah menguasai lahan bertahun-tahun, seseorang tetap akan sulit mempertahankan haknya jika muncul konflik atau klaim sepihak dari pihak lain.

Selain perlindungan hukum, pendaftaran juga membawa manfaat ekonomi. Data pertanahan yang tercatat bisa digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari agunan hingga perencanaan pembangunan. Program seperti Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari pemerintah memudahkan masyarakat dalam memperoleh legalitas ini secara lebih cepat dan terjangkau.

2. Hindari Penggunaan Surat Waris dari Desa Tanpa Validasi Hukum

Banyak sengketa tanah berawal dari dokumen warisan yang dikeluarkan tanpa prosedur hukum yang jelas. Surat keterangan ahli waris yang hanya dibuat oleh kepala desa kerap kali tidak mencakup seluruh ahli waris sebenarnya. Akibatnya, ada anggota keluarga yang merasa haknya diabaikan dan memicu konflik dalam keluarga besar.

Idealnya, penetapan ahli waris dilakukan melalui lembaga peradilan yang berwenang agar seluruh pihak mendapatkan pengakuan yang adil. Proses ini juga melibatkan klarifikasi identitas dan hubungan hukum antar ahli waris, yang penting untuk mencegah munculnya klaim di kemudian hari. Ketika pembagian warisan sudah memiliki dasar hukum yang kuat, maka kemungkinan terjadi perselisihan akan semakin kecil.

Penting juga bagi keluarga untuk tidak menunda pembagian warisan terlalu lama. Kebiasaan membiarkan tanah diwariskan tanpa pembagian yang jelas sering kali menjadi akar konflik generasi berikutnya. Menyelesaikan hal ini sejak awal menunjukkan tanggung jawab dan visi yang baik dalam menjaga keharmonisan keluarga.

3. Catat dan Dokumentasikan Setiap Transaksi atau Peralihan Tanah

Masih banyak masyarakat yang mengandalkan kesepakatan lisan dalam hal jual beli atau hibah tanah. Budaya tutur yang masih kuat ini sebenarnya sangat rawan karena tidak memiliki kekuatan bukti yang sah di mata hukum. Dalam banyak kasus, transaksi tanah secara informal ini menimbulkan sengketa karena tidak tercatat dengan jelas siapa yang membeli atau mewarisi tanah tersebut.

Dokumentasi tertulis yang sah seperti akta jual beli, surat hibah, hingga bukti pembayaran sebaiknya disimpan dengan baik dan jika memungkinkan, dicatatkan di kantor pertanahan. Mencatat transaksi ini bukan hanya soal legalitas tetapi juga bentuk perlindungan terhadap hak milik sendiri. Hal ini menjadi penting terutama saat muncul pihak lain yang mengaku memiliki hak atas tanah yang sama.

Masyarakat perlu mulai membangun budaya administratif dalam setiap peristiwa hukum yang menyangkut tanah. Dokumen bukan hanya sekadar kertas, tetapi bukti sah yang menjadi dasar dalam menyelesaikan sengketa di kemudian hari. Semakin lengkap dan tertata dokumen tanah, semakin kuat posisi hukum pemiliknya.

4. Jangan Jadikan Tanah sebagai Mahar atau Pemberian Tanpa Pencatatan

Memberikan tanah sebagai mahar pernikahan memang sudah menjadi kebiasaan di beberapa wilayah. Namun tanpa pencatatan dan perubahan status kepemilikan yang jelas, tanah mahar bisa berubah menjadi sumber masalah, terutama saat terjadi perceraian atau sengketa keluarga. Kepemilikan yang tidak diperbarui secara hukum kerap membuat pihak penerima kehilangan hak saat terjadi perselisihan.

Jika tanah dijadikan mahar, maka sebaiknya dilakukan secara transparan dan disertai dengan dokumen hukum yang mengikat. Status kepemilikan harus diubah dan dicatat dalam sertifikat tanah. Langkah ini mungkin terasa rumit, namun jauh lebih aman daripada harus berhadapan dengan konflik di kemudian hari.

Menjadikan tanah sebagai bentuk kasih sayang memang wajar. Tetapi ketika tidak dilengkapi dengan pencatatan resmi, niat baik bisa berubah menjadi sengketa panjang. Mencegah selalu lebih baik daripada menyesal ketika konflik telah membesar dan menyebar ke banyak pihak.

5. Percepat Pembagian Warisan Setelah Pewaris Meninggal

Ada kepercayaan di sebagian masyarakat bahwa membagi warisan terlalu cepat setelah pewaris meninggal dianggap tidak pantas. Padahal, menunda pembagian tanah warisan terlalu lama justru menjadi sumber perpecahan. Anak cucu yang tumbuh dalam ketidakjelasan hak waris bisa saling berselisih ketika mereka dewasa dan merasa memiliki bagian yang sama.

Menyelesaikan pembagian warisan sejak awal justru bisa menjadi bentuk penghormatan kepada pewaris. Hal ini menunjukkan kesadaran bahwa tanah bukan sekadar aset, tetapi juga tanggung jawab antargenerasi. Warisan yang tidak segera dibagi rawan dimanfaatkan oleh pihak luar atau bahkan masuk dalam praktik mafia tanah yang mengincar lahan tidak bersertifikat.

Pengurusan warisan juga memudahkan perencanaan keluarga. Tanah yang sudah dibagi dan memiliki kepemilikan jelas akan lebih mudah dikelola, digunakan, bahkan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Tidak hanya mencegah sengketa, pembagian yang tepat waktu juga menciptakan keteraturan dan kedamaian dalam hubungan keluarga.

6. Waspadai dan Hindari Modus Mafia Tanah

Mafia tanah menggunakan berbagai cara untuk mengambil alih tanah orang lain. Salah satu modus yang sering digunakan adalah pemalsuan dokumen, baik berupa surat kepemilikan maupun kuasa atas pengurusan tanah. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan menghilangkan dokumen asli atau memalsukan tanda tangan pihak terkait demi memperoleh kendali atas tanah tersebut.

Tanah yang tidak memiliki dokumen lengkap atau belum terdaftar secara resmi adalah sasaran empuk para pelaku ini. Oleh karena itu, memiliki bukti kepemilikan yang sah menjadi perlindungan utama. Selain itu, berhati-hatilah dalam memberikan kuasa kepada orang lain, terutama jika menyangkut pengurusan sertifikat atau legalitas tanah. Kesalahan dalam memberikan kuasa bisa membuka peluang manipulasi yang sulit dikendalikan.

Penting untuk tidak mudah percaya kepada oknum yang mengaku bisa mengurus tanah dengan cepat tanpa prosedur yang benar. Proses legal memang membutuhkan waktu, tetapi hasilnya memberikan jaminan keamanan jangka panjang. Ketelitian dan kesabaran dalam urusan tanah adalah bentuk investasi terhadap kestabilan hak milik pribadi.

Nah, itulah tadi sejumlah tips yang bisa kita ikuti untuk menghindarkan dari dari sengketa tanah. Semoga bermanfaat!




(sto/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads