Roy Suryo telah diklarifikasi oleh Polda Metro Jaya terkait laporan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tentang tuduhan ijazah palsu. Seusai menjalani pemeriksaan, Roy Suryo blak-blakan mengaku dicecar 24 pertanyaan.
Dilansir detikNews, Roy Suryo diperiksa di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (15/5) pukul 10.15 WIB.
"RS tiba ke ruangan pemeriksaan pukul 10.05 WIB, mulai klarifikasi pukul 10.15 WIB sampai sekarang," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary, Kamis (15/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roy Suryo seharusnya diperiksa bersama dengan satu orang lain berinisial ES. Tapi ES disebut tidak hadir. Sebelumnya, Polda Metro Jaya juga sudah memeriksa sejumlah saksi termasuk podcaster bernama Mikhael Sinaga.
Juga ada tiga saksi yang telah diperiksa, yaitu Rustam Effendi, Kurnia Tri Royani, dan Damai Hari Lubis. Adapun Wakil Ketua Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Rizal Fadhillah absen dari pemeriksaan.
Buka-bukaan Roy Suryo
Setelah menjalani pemeriksaan, Roy Suryo buka-bukaan kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya. Dia menjelaskan terkait pemeriksaan yang dijalaninya.
"Nah, jadi, klarifikasi saya tadi, alhamdulillah berjalan cukup lancar. Nah, saya sendiri tadi, ya, sudah sampai pertanyaan ke-24, ya, gitu," kata Roy Suryo.
Roy bilang, ke-24 pertanyaan itu lebih banyak mengacu pada identitas.
"Sudah sampai ke pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak soal identitas tadi," sambung dia.
Roy Suryo mengaku menerima undangan klarifikasi pada 26 Maret 2025. Dia mengatakan hanya menjawab apa yang menjadi materi penyidikan.
"Jadi, ketika ada pertanyaan lain, ya, saya keberatan untuk jawab. Itu hak loh ya, hak warga negara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, itu hak untuk kita menyampaikan apakah undangan atau pertanyaan itu sesuai nggak," ujar dia.
Roy Suryo juga menjelaskan bahwa tidak ada terlapor dalam undangan klarifikasi tersebut. Ia mengaku bertanya-tanya terkait itu.
"Padahal kan sudah disebut, di mana-mana sudah ember, tuh, ya, lawyer-nya mengatakan terlapornya adalah ini, ini, ini. Tapi dalam surat itu nggak ada. Jadi, kalau dalam surat itu nggak ada, ya kita nggak wajib gitu, melakukan klarifikasi. Pelapornya ada. Pasal-pasalnya banyak banget, gitu. Tapi terlapornya nggak ada," tuturnya.
Menurut Roy Suryo, terlapor dalam suatu laporan penting, sehingga dia memperingatkan agar jangan asal bersedia dimintai keterangan.
"Saudara, kita sampai dengan tiga tahap, kita nggak wajib memberikan, karena bisa jadi kita nanti nggak diakui keterangan kita, karena itu, Saudara. Apalagi yang terlapor itu misalnya kita sendiri, ya," ucap dia.
"Jadi kita nggak usah ngasih jawaban, karena kita berhak untuk diam, berhak untuk tidak memberikan keterangan, kalau memang itu tidak tertulis. Jadi, terlapornya tidak ada. Ini penting banget, ya, terlapornya ada," sambungnya.
Roy Suryo juga menyinggung tentang pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dalam pelaporan itu.
"Jangan sembarangan menggunakan pasal untuk memidanakan orang, ya. Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik dibuat dengan niat baik, agar Indonesia itu terlepas dari, dikucilkan ke dunia internasional, karena kita tidak memiliki undang-undang dalam bidang e-commerce," kata dia.
Roy Suryo juga mengingatkan agar jangan sampai hukum dijalankan tidak sebagaimana semestinya.
"Jadi pasal-pasal itu adalah misalnya, untuk 32 dan 35, itu misalnya untuk seseorang ngirim bukti transfer, tapi bukti transfernya direkayasa, Rp 1 juta dijadikan Rp 10 juta. Jangan sampai orang itu kemudian dipaksa untuk menjalankan hukum yang tidak pada semestinya," pungkas dia.
(dil/apl)