Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2025 tidak mencapai 5 persen. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M Hanif Dhakiri, menyebut hal itu sebagai alarm serius.
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2025 sebesar 4,87 persen secara tahunan (year-on-year). Angka itu terendah sejak kuartal III 2021. Hanif menyebut harus ada koreksi untuk mencapai target 5,2 persen.
"Ini alarm serius. Mesin utama pertumbuhan, yakni konsumsi rumah tangga, investasi, dan belanja pemerintah, mengalami perlambatan bersamaan. Kalau tidak ada koreksi arah, target 5,2 persen akan sulit tercapai," kata Hanif dalam keterangan tertulisnya, Senin (5/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anggota DPR RI dari Dapil Jateng X itu menyebutkan konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,89 persen, terendah dalam lima kuartal terakhir, meskipun ada momentum Ramadan dan Idul Fitri. Menurutnya tekanan daya beli belum pulih, khususnya di kelompok menengah bawah.
Selain itu Investasi pembentukan modal tetap bruto (PMTB) hanya tumbuh 2,12 persen, yang menurutnya mencerminkan ketidakpastian dunia usaha. Belanja pemerintah terkontraksi 1,38 persen, padahal seharusnya menjadi penopang utama di tengah pelemahan sektor swasta.
"Negara seharusnya hadir saat pasar melemah, bukan justru tertahan oleh proses birokrasi dan perencanaan yang tidak sigap. Ini soal ketepatan dan kecepatan eksekusi belanja," jelas pria yang juga menjabat Wakil Ketua Umum DPP PKB itu.
Hanif menegaskan pertumbuhan ekonomi tidak bisa hanya dikejar dari angka, tapi juga harus berkualitas dan menyentuh langsung kehidupan rakyat. Ia mendorong pemerintah memperkuat belanja produktif, mempercepat insentif sektor riil, dan mengarahkan kebijakan pada penguatan konsumsi domestik dan penciptaan lapangan kerja.
"Komisi XI DPR RI, menurutnya, akan terus mengawasi dan mendorong pemerintah agar kebijakan fiskal dan moneter bersinergi secara adaptif dan inklusif. Pertumbuhan yang tidak berpijak pada pemerataan dan ketahanan struktural hanya akan memperbesar risiko ke depan," tutup mantan Menteri Ketenagakerjaan RI 2014-2019 itu.
(afn/ams)