Renungan Jumat Agung diperlukan bagi umat Kristiani untuk merenungkan kembali kasih sayang dan pengorbanan yang telah dilakukan Kristus di kayu salib. Biasanya renungan dibaca sebagai bagian dari ibadah Jumat Agung, sehingga contoh renungan diperlukan oleh setiap jemaat. Artikel ini akan merangkum beberapa pilihannya.
Dijelaskan dalam buku 'Membangun Karakter Anak dalam Nilai Kristiani' oleh Pdt Dr Jefry Kalalo, MTh, bahwa renungan merupakan bagian dari ibadah yang mampu meningkatkan penanaman nilai-nilai Kristiani. Terutama yang berpedoman pada Alkitab sebagai sumber yang paling utama.
Tidak hanya itu saja, ibadah pembacaan Alkitab dan juga renungan menjadi upaya membuktikan tingkat kesadaran jemaat agar dapat meningkatkan iman. Maka tak heran, renungan menjadi salah satu bagian sentral dari ibadah yang mampu memberikan pengaruh pada pembentukan iman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Ernest Mariyanto dalam bukunya 'Panduan Liturgi Hari Minggu dan Hari Raya Tahun A: Panduan untuk Mempersiapkan, Merancang, dan Melaksanakan Liturgi' memberikan informasi bahwa renungan umat Kristiani terhadap salib Kristus dapat ditujukan untuk menumbuhkan pemahaman positif terkait nilai kematian Kristus. Bukan hanya itu, renungan tentang salib Kristus juga dapat memberikan pelajaran seputar nilai hidup baru yang diharapkan dapat diterima oleh setiap orang beriman terhadap Dia.
Sebagai referensi, berikut akan dirangkum contoh renungan Jumat Agung untuk memaknai wafatnya Yesus Kristus sekaligus membentuk iman jemaat.
6 Contoh Renungan Jumat Agung
Dihimpun dari buku 'Renungan Harian ® : April 2017' dan 'Renungan Harian ® : April 2023' oleh Tim Penulis RH, hingga laman Komisi Kateketik Konferensi Waligereja Indonesia, berikut rangkuman contoh renungan Jumat Agung untuk dijadikan sebagai referensi.
Contoh Renungan Jumat Agung (1)
Bacaan I : Yes 52:13-53.12
Bacaan II : Ibr 4:14-16.5:7-9
Bacaan Injil : Yoh 18:1-19.42
Kisah ini berasal dari jaman perbudakan di Amerika Serikat, ketika manusia dapat diperjualbelikan sebagai budak.
Ada seorang tuan tanah yang kaya raya pada suatu hari berjalan-jalan di suatu pasar budak. Hatinya tersentuh pada isak tangis seorang gadis budak yang putus asa karena akan dilelang. Tergerak oleh belas kasihan, orang kaya itu membeli gadis budak yang malang itu dengan harga yang sangat tinggi. Ia menyuruh juru tulisnya untuk mengurus kebebasan gadis budak itu dan ia sendiri pergi menghilang di antara kerumunan orang banyak di pasar budak itu.
Sang juru tulis pergi kepada gadis budak itu, mengatakan kepada budak itu bahwa ia telah ditebus oleh majikannya dan menyerahkan kepadanya harga jualnya serta mengatakan kepadanya bahwa sekarang ia bebas. Ia menjadi orang merdeka. Kepadanya diserahkan pula dokumen kebebasannya. Gadis itu terpaku, hampir tak percaya ia bertanya kepada sang juru tulis: "Di mana kah tuan yang telah menebus saya itu!" Sang juru tulis menjawab: "Ia telah pergi!". Ketika para budak yang mau dilelang bersamanya, satu per satu diseret pergi oleh tuan mereka yang baru, gadis budak itu sekonyong-konyong tersungkur di kaki juru tulis orang kaya itu dan berseru: "Saya harus bertemu dengan dia. Ia telah membebaskan saya. Tetapi saya ingin melayani dia seluruh hidupku!".
Yesus Kristus telah menebus kita. Ia telah menebus kita dengan darah-Nya. Dengan nyawa-Nya. Ia pernah berkata: "seorang sahabat sejati mempertaruhkan nyawanya bagi sahabat-sahabatNya". St. Paulus dalam pengakuan imannya menyatakan: "Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai Kitab Suci" (1 Kor 15:3). Dalam arti tertentu kematian Kristus menggenapi ramalan nabi Yesaya tentang hamba yang menderita (Yes 15:7-8). Sesungguhnya Yesus sendiri telah menjelaskan makna hidup dan kematian-Nya dalam cahaya rencana Tuhan pada hamba yang menderita, "Sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mat 20:28).
Yesus mati untuk kepentingan kita. Hal ini ditegaskan melalui surat pertama St. Petrus yang menyatakan: "Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebusi dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan barang yang fana, bukan pula dengan perak dan emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah domba yang tak bernoda dan tak bercacat. Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju pada Allah" (1 Ptr 1:18-20). Dosa manusia telah dimatikan melalui kematian. Dengan mengutus anak-Nya dalam rupa seorang hamba, dan seperti manusia pada umumnya kecuali dalam hal dosa, "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (2 Kor 5:21).
Penyerahan diri Yesus kepada Allah telah mempersatukan kita kembali dengan Allah. Telah terjadi rekonsiliasi antara kita dengan Allah dengan kematian Yesus disalib waktu Ia berseru mewakili kita sebagai pendosa: "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Daku". Dengan memberikan anak-Nya untuk dosa-dosa kita, Tuhan mengungkapkan rencana-Nya kepada kita yang dicintai-Nya: "Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah mengutus anak-Nya sebagai perdamaian bagi dosa-dosa kita". (1 Yoh 4:10). "Allah menunjuk kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa" (Rm 5:8) Apa jawaban/tanggapan kita terhadap cinta Yesus yang rela mempertaruhkan nyawa ini? Salah satu tanggapan yang pasti berkenan kepada Tuhan ialah kalau kita dapat mencontohi semangat-Nya yaitu senantiasa dapat "menebus" sesama kita, terlebih sesama kita yang tak berdaya, yang menderita, yang tersingkirkan dalam hidup ini.
Diceriterakan bahwa ada seorang relawan Katolik yang suka membantu anak-anak jalanan yang dalam kesulitan. Anak-anak jalanan, yang kebanyakannya muslim atau tak beragama, sangat akrab dengannya. Karena namanya terlalu panjang, yaitu Yeremias Edwin Susanto Uli Segar, maka anak-anak memanggil dia YESUS saja!
Contoh Renungan Jumat Agung (2)
Bacaan I : Yes 52:13-53:12
Bacaan II : Ibr 4:14-16.5:7-9
Bacaan Injil : Yoh 18: 1-19. 42
Rela Berkurban
Ada suatu ceritera dari suatu medan pertempuran. Suatu divisi tentara terputus komunikasinya dengan markas besarnya. Rupanya kabel jalur komunikasi antara divisi dan markas besar itu telah diputuskan oleh musuh, entah di mana. Jadi perbaikan harus segera dilakukan.
Dalam divisi itu hanya ada satu orang yang tahu mengenai urusan kabel komunikasi itu. Dia segera dikirim untuk mencari kabel yang putus dan menyambungnya lagi. Rupanya ia melakukan tugasnya dengan baik, karena beberapa saat kemudian pesan-pesan dari markas besar bisa masuk lagi. Beberapa jam kemudian, ahli kabel itu belum juga kembali, karena itu satu kelompok tentara dikirim untuk mencari dia. Dia diketemukan terbaring sambil memegang kedua ujung kabel yang putus itu dengan kedua tangannya, sementara di dadanya terdapat sebuah lubang peluru yang menghabisi nyawanya. Rupanya ia ditembak musuh, tetapi tetap berusaha untuk menyambung jalur komunikasi dengan tangan dan badannya, supaya komunikasi dengan markas besar tidak terputus.
Tentara itu telah menjalankan tugas dan misinya dengan baik dengan mempertaruhkan nyawanya.
Pada hari Jumat Agung ini kita merenungkan dan merayakan misteri misi Yesus yang untuknya Ia rela mempertaruhkan nyawa-Nya. Apa kiranya misi Yesus itu??
Misi pokok Yesus adalah mewartakan Kabar Baik, dan Kabar Baik itu adalah bahwa dengan kedatangan Yesus Kerajaan Allah mulai dibangun di dunia ini. Yesus mewartakan bahwa semua orang bisa mengandalkan Allah dalam situasi apa saja. Bahwa semua manusia adalah saudara dan anak-anak Allah yang merdeka dan bermartabat.
Ia menyapa dan bergaul dengan semua orang, termasuk orang-orang yang tersingkir dan para pendoa. Hal-hal seperti itu sering tidak sesuai dengan adat istiadat dan ajaran yang berlaku.
Yesus tahu apa yang Dia katakan dan Dia lakukan sering tidak cocok dengan kepentingan orang-orang yang berkuasa di bidang agama dan politik pada waktu itu.
Ia tahu pula risikonya kalau menentang golongan yang berkuasa ini. Dan resikonya tidak kecil. Termasuk resiko nyawa! Tetapi apakah dengan itu Yesus harus mundur atau mengambil sikap kompromistis? Bukankah itu bijaksana? Mengelakkan bahaya yang lebih besar!! Tetapi tidak! Yesus tidak mundur! Ia konsekuen dengan apa yang dikatakan-Nya dan apa yang telah mulai dikerjakan-Nya. Ini menyangkut nilai-nilai fundamental dari Kerajaan Allah. Ia harus konsekuen! Ia harus maju! Apapun resikonya, walau sebagai manusia ia takut dan gemetar. Akhirnya memang Yesus harus berhadapan dengan resiko itu. Ia harus menderita dan mati untuk misi-Nya.
Ia berusaha maju dengan kepala tegak. Ia berjuang untuk menjadi tuan atas penderitaan-Nya. Yesus rupanya menyadari bahwa penderitaan dan kematian-Nya adalah bagian dari misi tugas-Nya. Kalau Dia mundur, bagaimana dengan nasib Kerajaan Allah yang telah mulai diwartakan dan dibangun-Nya itu?? Bukankah Kerajaan Allah itu telah mulai direalisir justru dalam diri-Nya?? Dan kalau dia mundur, bagaimana dengan pengikut-pengikutNya kelak. Bukankah Dia ada untuk menolong, mendukung, memajukan, memerdekakan dan membahagiakan orang lain?? Yesus sadar bahwa sengsara dan kematian-Nya sudah menjadi bahagian dari karya penyelamatan. Ia merupakan "tumbalnya" seperti yang telah dialami oleh banyak nabi yang mendahului-Nya. Bukankah ia telah berkata "biji gandum harus jatuh untuk menghasilkan buah??"
Sengsara dan kematian Yesus harus merupakan pengabdian dan kesaksian-Nya yang terakhir. Pengabdian karena kasih demi Kerajaan Allah dan demi sesama. Yesus percaya bahwa kemudian akan bangkit orang-orang seperti Dia untuk membangun Kerajaan Allah. Ia telah memberi jalan! Ia adalah contoh. Ia adalah teladan. Ia adalah idola. Dalam Dia siapa saja dapat melihat bagaimana seorang manusia sejati bertindak.
Pada zaman yang sangat dipengaruhi oleh semangat materialisme dan konsumerisme seperti sekarang ini, mungkin kurban dan semangat berkurban mengalami erosi makna yang memprihatinkan. Orang berusaha untuk mengelakkan korban dan semangat berkurban dari hidupnya. Namun kita boleh percaya bahwa masih terdapat cukup banyak orang yang memahami, bahkan menghayati makna dari kurban dan semangat berkurban itu.
Uskup John Yoseph adalah seorang Uskup Pakistan dan dalam Konferensi Waligereja Pakistan beliau menjadi Ketua Komisi Justice and Peace (Komisi Keadilan dan Perdamaian). Beliau berjuang mati-matian, dengan segala cara, untuk meminta perhatian pemerintah dan masyarakat bagi kepentingan golongan minoritas, termasuk umat Katolik, yang sering diperlakukan secara tidak adil. Beberapa kasus terjadi, warga katolik dituduh menghujat dan dihukum mati, padahal tidak ada niat sama sekali dari warga itu untuk menghujat.
Beberapa saat lampau terjadi lagi seorang warga katolik dituduh menghujat dan diputuskan oleh pengadilan dengan hukuman mati. Uskup John Yoseph memprotes terhadap pengadilan yang tidak adil itu. Rupanya segala cara telah ditempuhnya tetapi sia-sia. Akhirnya ia menempuh cara yang membuat Pakistan dan dunia terkejut dan terbuka matanya.
Pada suatu hari, sesudah lama ia merenung dan berdoa, ia pergi ke gedung pengadilan yang sering memutuskan perkara secara tidak adil itu. Di pelataran gedung pengadilan itu, ia menembak kepalanya dengan peluru. Ketika ia rubuh bersimbah darah di pelataran gedung pengadilan itu, baru Pakistan dan dunia terkejut melihat dan tahu tentang ketidakadilan yang sering terjadi di gedung-gedung pengadilan Pakistan.
Mgr. John Yoseph telah rela menjadi kurban, menjadi tumbal, demi keadilan dan kebaikan untuk banyak orang lainnya. Dan itu dilakukannya dengan tenang dan kepala tegak. Ia tidak gentar dan takut untuk menghadapi maut demi perjuangannya menegakkan kebenaran dan kebaikan untuk umatnya. Dengan mati secara demikian ia mau memberikan kesaksian paling kuat dan final untuk perjuangannya.
Roh, semangat dan kekuatan untuk menghadapi maut yang dihayati Uskup John Yoseph dalam memperjuangkan kebenaran dan kebaikan tentu saja ditimbanya dari Sang Guru Ilahi, Yesus Kristus. Bagaimana dengan kita??
Kurban-kurban dan tumbal-tumbal seperti para mahasiswa Trisakti dan Semanggi dan sebagainya tentulah bukan kurban-kurban tanpa makna. Mungkin secara sadar mereka menghayati makna religius dari pengorbanan mereka. Mungkin secara sadar atau tidak sadar mereka percaya bahwa pengurbanan mereka sedikit banyaknya akan membawa berkat bagi banyak orang lain, bagi bangsa dan Tanah Air. Mungkin mereka rela menjadi tumbal.
Misteri dan semangat pengurbanan Yesus memberi makna kepada setiap pengorbanan dari orang-orang yang berkehendak baik.
Contoh Renungan Jumat Agung (3)
Cross
Yohanes 14:1-14
Kata Yesus kepadanya, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku," (Yohanes 14:6)
Bacaan Alkitab Setahun: 1 Samuel 1-3
Salah satu patokan kota London ialah Charing Cross. Letaknya dekat pusat geografis kota itu dan dipakai sebagai alat navigasi oleh orang-orang yang bingung akan jalan-jalan di sana. Pernah polisi menemukan seorang anak perempuan kecil tersesat. Dengan menangis ia mengatakan tidak tahu jalan pulang. Alamat rumah tidak tahu, nomor telepon juga tidak hafal. Tetapi ketika polisi menanyakan apa yang diketahui anak itu, tiba-tiba mukanya berseri-seri. "Saya tahu Cross (Salib) itu," katanya, "bawalah saya ke Cross, dan dari sana saya tahu jalan pulang ke rumah."
Sadarkah situasi kita tidak berbeda? Kita sedang tersesat di ham-paran kehidupan dunia yang amat luas. Rumah Bapa begitu kita rindukan, tetapi kita tidak tahu jalan menuju ke sana. Sedih hati kita mengetahui ada banyak jalan tampak lurus, padahal berujung maut (Ams. 14:12). Kasih karunia Allah mengubah kesedihan hati menjadi sukacita. Wajah berseri saat mengingat apa yang kita ketahui. Ada Cross, (Salib) Yesus sebagai alat navigasi. Bawalah diri kita ke Cross, dan dari sana kita tahu jalan pulang. Dari Cross, kita tidak lagi bingung bagaimana berjalan menuju kekekalan.
Yesus adalah jalan, kebenaran dan kehidupan. Tidak seorang pun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Yesus (ay. 6). Alat navigasi Yesus berikan bagi kita melalui Cross, pengorbanan-Nya di kayu salib. Bawalah diri kita sekarang ke Cross. Terimalah Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Bawalah juga orang-orang di sekeliling kita ke Cross. Perkenalkan Yesus pada mereka sehingga mereka pun dapat sampai ke kekekalan karena menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat.
Berjalan dengan memandang kepada salib Yesus, kita dapat selamat tiba di kekekalan.
Contoh Renungan Jumat Agung (4)
Tombak
Yohanes 19:31-37
"... tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air," (Yohanes 19:34).
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 13-14
Ada sebuah cerita tradisi yang berkembang tentang prajurit yang bee nikam lambung Yesus dengan tombak. Konon, namanya adalah Longinus. la adalah seorang prajurit Romawi yang mengalami gangguan mata. Menurut cerita itu, saat menombak lambung Yesus maka mata Longinus terkena tetesan darah Yesus. Dan, seketika sembuhlah matanya.
Waktu itu, kebiasaan orang Romawi saat menyalibkan penjahat adalah membiarkannya terus tergantung sampai ia meninggal. Bahkan, dibiarkan sampai mayatnya dimakan burung bangkai. Na-mun itu berarti akan makan waktu berhari-hari. Sementara setelah hari penyaliban Yesus itu, adalah hari Sahat istimewa. Maka orang Yahudi meminta Pilatus agar mempercepat kematian para terhukum. Salah satu caranya adalah dengan mematahkan kaki mereka, hingga mereka tak sanggup meluruskan tubuh dan tak bisa bernapas. Bersyukur, tentara Romawi tidak mematahkan kaki Yesus. Tapi, mereka meyakinkan bahwa Yesus benar-benar mati dengan menombak lambung-Nya.
Setelah mengalami berbagai macam siksaan, mengapa lambung Yesus masih harus ditombak dengan keji? Mungkin ada rasa tidak terima. Namun nyatanya dalam hal keji ini pun ada maksud Tuban yang indah. Sebab, dengan pembuktian ini semua saksi melihat bahwa Yesus sungguh meninggal. Dan, ini yang membuat kebangkitan-Nya menjadi keajaiban luar biasa. Kedua, tindakan ini menggenapi firman Tuhan. Zakharia 12:10 berkata, dan mereka akan memandang kepada dia yang telah mereka tikam-ya, Dia telah terbukti sebagai Juruselamat yang patut kita pandang dan sembah!
Sang Penyelamat mesti tersalibkan dan tertikam agar genaplah penebusan atas kita dibayarkan.
Contoh Renungan Jumat Agung (5)
Mahkamah Agama
Yohanes 11:46-57
"Ketika hari mulai siang, semua imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi berkumpul dan membuat rencana untuk membunuh Yesus... dan menyerahkan-Nya kepada Pilatus, gubernur negeri itu," (Matius 27:1-2).
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 17-18
Munculnya Yesus ke publik membuat masyarakat gegap gempita mengidolakan-Nya sebagai pemimpin muda berkharisma, nabi, titisan Elia, Yohanes Pembaptis (Luk. 9:19), atau raja yang akan memulihkan kejayaan Israel. Dia melabrak dan menggoyahkan sistem keagamaan dan politik yang mapan, menelanjangi praktek keagamaan yang korup dan manipulatif (Mat. 23:1-33). Namun Dia dekat dengan rakyat kecil, mengampuni pendosa, pelacur, pemungut cukai. Dia memberi makan yang lapar, membuat yang lumpuh berjalan, yang buta melihat. Dia memanggil orang yang dianggap kasar dan kurang terpelajar menjadi murid-Nya.
Normal jika pemuka masyarakat dan agama menjadi resah. Mereka takut kehilangan segalanya. Imam besar Kayafas yang me-mimpin Mahkamah Agama bersidang dan memutuskan: "bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari-pada seluruh bangsa kita ini binasa" (Yoh. 11:50). Karena kewenangan hukuman mati ada pada Pilatus, mereka membawa Yesus kepadanya. Bukan untuk diadili demi tegaknya kebenaran, tetapi agar Pilatus melegalkan hukuman mati bagi Yesus. Itulah Jumat Agung pertama dalam sejarah kelam manusia.
Pedih rasanya, tragedi kemanusiaan selalu saja terulang. Namun syukur pada Allah, yang membalikkan sejarah kelam manusia. Yesus yang direndahkan dengan mati di Golgota, bangkit dan menang. Dia ditinggikan dan dikaruniakan nama di atas segala nama, agar semua lutut bertelut, semua lidah mengaku bahwa Dialah raja di atas segala raja (Fil. 2:6-11). Berhati-hatilah, sebab nasib kekal kita ditentukan oleh respons kita kepada-Nya.
Jumat Agung mencatat kelamnya sejarah manusia. Minggu paskah pertama mencatat sinarnya kabut kelam itu.
Contoh Renungan Jumat Agung (6)
Enam Jenis Luka
Yesaya 53:1-12
"Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia ditemukan oleh karena kejahatan kita," (Yesaya 53:5).
Bacaan Alkitab Setahun: 2 Samuel 19-20
Ada enam jenis luka yang bisa dialami manusia. Luka tergesek, yakni luka sampai kulit terkelupas. Bisa disebabkan karena jatuh terjerembab, atau tergesek oleh permukaan kasar. Luka lebam, yakni luka yang terjadi karena pukulan keras. Luka tersayat, yakni luka yang disebabkan oleh pisau atau benda tajam lain. Luka sobek, adalah luka yang membuat bagian daging terkoyak. Luka tertembus, yakni luka karena daging tertembus suatu benda. Luka tusuk, yakni akibat ditusuk oleh benda runcing atau berduri.
Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami beberapa di antaranya. Namun percayakah Anda, bahwa Yesus telah mengalami semua jenis luka ini di tubuh-Nya? Bahkan, bukan itu saja. Bukan hanya luka fisik yang harus Yesus tanggung, tetapi juga luka-luka secara rohani karena dosa seluruh umat manusia ditimpakan kepada-Nya (ay. 4,5). Dengan rela, Tuhan menggantikan posisi kita sebagai terhukum yang pantas diperlakukan tanpa kenal ampun-seperti domba yang dibawa ke pembantaian (ay. 7).
Penderitaan tak tertahankan yang telah dinubuatkan oleh Yesaya ini, tergenapi saat Yesus menjalani sengsara hebat-Nya. Sejak penangkapan hingga wafat-Nya di kayu salib, segala hukuman maut Itu ditanggung-Nya bagi seluruh umat yang Dia cintai. Sungguh, setiap jenis luka yang Dia tanggung, mendatangkan kebaikan bagi semua yang menyambut-Nya. Oleh setiap sayatan dan koyakan tubuh Yesus, pengampunan dianugerahkan. Oleh setiap tusukan dan luka tertembus di tubuh Yesus, penebusan dilaksanakan!
Oleh setiap luka di tubuh-Mu, ya Tuhan, salah dan celaka Engkau tiadakan.
Itulah tadi rangkuman renungan Jumat Agung 2025 lengkap dengan ayat Alkitab. Semoga membantu.
(sto/ams)