Ketua BEM Unnes Ngaku Jadi Korban Kekerasan Saat Demo, Polisi Bantah Represif

Ketua BEM Unnes Ngaku Jadi Korban Kekerasan Saat Demo, Polisi Bantah Represif

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Sabtu, 22 Mar 2025 17:22 WIB
Suasana massa BEM se-Semarang Raya terlibat aksi saling dorong dengan aparat kepolisian di DPRD Jateng, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Kamis (20/3/2025).
Suasana massa BEM se-Semarang Raya terlibat aksi saling dorong dengan aparat kepolisian di DPRD Jateng, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Kamis (20/3/2025). (Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng)
Semarang -

Ketua BEM Universitas Negeri Semarang (Unnes), Kuat Nursiam, mengaku jadi korban represivitas aparat kepolisian saat menggelar aksi menolak UU TNI. Sementara pihak Polrestabes Semarang membantah anggotanya melakukan tindakan kekerasan.

Kuat memberikan pernyataan lewat video yang diunggah akun Instagram pribadinya @kuatnursiam_. Dalam video itu, dia memberikan pernyataan dengan kondisi pelipisnya diperban.

Dalam foto-foto yang diunggah, tampak pelipisnya berdarah saat mengikuti aksi tolak UU TNI di Kompleks DPRD Jateng, Kamis (20/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Seperti foto dan video yg beredar, tanpa didasari alasan yang jelas, kemarin saya dipukul, ditendang bagian kepala, dipiting, dan mau diculik oleh aparat yg tidak berseragam," tulis akun @kuatnursiam_, Sabtu (22/3/2025).

Ia mengaku, pelipisnya sobek di dua titik dan terdapat beberapa luka memar pada belikat kanan-kirinya. Ia pun telah mendapat penanganan medis langsung pasca aksi kemarin lusa.

ADVERTISEMENT

Dikonfirmasi, Kuat menceritakan kronologi yang dialaminya hingga berujung terluka saat berunjuk rasa. Menurutnya, kondisi aksi mulai ricuh sekitar pukul 17.15 WIB.

"Ketika kejadian, saya dalam mobil komando (mokom), kebetulan saya jadi dinamisator dan nemenin korlap. Dalam situasi itu, sebenarnya saya pilihannya tinggal dua. Saya kabur atau nemenin mobil komando," kata Kuat saat dihubungi detikJateng, Sabtu (22/3/2025).

Kuat yang memilih tetap di mokom itu pun mengaku mendapat kekerasan fisik usai polisi menangkap sopir dan soundman mokom.

"Sopir itu diseret, ditendang, dipukul, bahkan Kapolrestabes Semarang ikut turun di situ, mengintimidasi sopir. Setelah sopir baru sound man, setelah soundman baru saya dan korlap," jelasnya.

"Kondisinya saya di mobil komando, setelah turun dari tempat orator, saya ditarik dengan paksa dan jatuh ke bak. Kemudian saya ditarik, dicekik, dan jatuh ke tanah. Setelah itu saya ditendang posisi bagian pelipis, ada dua luka," sambungnya.

Saat menyebut bahwa dirinya merupakan Ketua BEM Unnes, kata Kuat, dirinya sudah tak dipukuli kembali. Namun pelipisnya sudah sobek sebesar 0,3 cm dan 0,5 cm, bibirnya pun pecah.

Buntut dari kekerasan yang diterimanya, Kuat dan jajaran mahasiswa pun mencoba mendata keseluruhan mahasiswa yang mengalami luka untuk kemudian membawa kasus ini ke Komnas HAM.

"Kawan-kawan dan saya besok Senin ini ke Jakarta, coba untuk pendataan kolektif teman-teman di seluruh wilayah, Senin atau Selasa kita pengajuan ke Komnas HAM. Data sementara kemarin udah ada 7 yang di Semarang," paparnya.

Selain itu, tambah Kuat, beberapa mahasiswa mengalami intimidasi. Beberapa anggota polisi dan tentara disebut mendatangi kampus untuk mencari keberadaan Kuat dan beberapa mahasiswa peserta aksi.

"Dua hari ini saya sedang pengasingan. Nama saya masuk di urutan pertama daftar pencarian orang. Kemarin polisi dan Bais atau intelnya polisi, nyari saya ke kampus, keliling menyisir sembilan fakultas. Kemudian secara online saya banyak mendapat kecaman," ungkapnya.

"Di Semarang kurang lebih ada 9 orang yang masuk DPO, dari mahsiswa Unisula, Unnes, Undip, UIN, Upgris, Untag dan Udinus," lanjutnya.

Ia pun mengaku merasa terganggu dan terintimidasi dengan adanya hal tersebut. Pasalnya, ruang gerak Kuat dan para mahasiswa kini dinilai terbatas.

"Saya merasa diintimidasi banget, dengan cara tidak langsung aktivitas saya juga ruang geraknya terbatas. Mau keluar takut ditangkap, tanpa ada media, tanpa ada kawan-kawan, jadi kayak penculikan, kan dengan paksa," tuturnya.

Respons Kapolrestabes Semarang

Menanggapi hal itu, Kapolrestabes Semarang, Kombes M Syahduddi membantah adanya kekerasan fisik yang dilakukan anggotanya. Ia mengaku, aparat kepolisian hanya mencoba menghalau mahasiswa untuk menduduki Kantor DPRD Jateng.

"Kita hanya menjaga mahasiswa untuk tidak masuk ke kantor dewan. Kemudian mahasiswa itu kan memaksa masuk, kita hanya bertahan dan berupaya mendorong mereka untuk keluar pagar itu aja sih sebenarnya. Tidak ada kekerasan yang dilakukan oleh anggota kami," jelasnya.

"Ketika dalam proses mereka merangsek maju, kita bertahan, dan mencoba untuk mendorong mereka keluar. Mungkin ada dorongan-dorongan, ada yang terjatuh, mungkin dikiranya melakukan tindakan kekerasan," sambungnya.

Syahduddi menegaskan, pihaknya telah mengecek anggotanya dan tidak ada satupun yang melakukan pemukulan atau penganiayaan. Ia juga membantah anggotanya mencari mahasiswa peserta aksi hingga ke kampus.

"Ini harus diklarifikasi, kemarin kan kita amankan sekitar empat orang, kita duga ada provokator di situ. Karena tidak terbukti ya kami kembalikan. Kalau terbukti kita proses. Tapi, langkah sampai mencari jauh itu tidak mungkin kita lakukan," terangnya.

Namun, jika terbukti terdapat anggota Polrestabes Semarang yang melakukan represifitas terhadap mahasiswa, Syahduddi menegaskan akan menindak anggota tersebut. Ia pun meminta mahasiswa yang mengalami kekerasan untuk melapor.

"Kita pastikan anggota sama sekali tidak melakukan kekerasan. Tapi, kalau si mahasiswa merasa ada kekerasan, mohon dilaporkan. Kalau ada terbukti pasti akan kita proses hukum," tegasnya.




(aku/aku)


Hide Ads