Memahami Pesan Pengendalian Nafsu Saat Ramadan Lewat Warak Ngendog

Memahami Pesan Pengendalian Nafsu Saat Ramadan Lewat Warak Ngendog

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Jumat, 28 Feb 2025 23:04 WIB
Miniatur Warak Ngendog di Tradisi Dugderan sore ini, di Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Jumat (28/2/2025).
Miniatur Warak Ngendog di Tradisi Dugderan sore ini, di Kelurahan Kauman, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Jumat (28/2/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng.
Semarang -

Warak Ngendog menjadi ikon Kota Semarang yang hanya muncul saat tradisi Dugderan. Rupanya, ikon ini menyiratkan pesan mendalam soal pengendalian nafsu di bulan suci Ramadan.

Tradisi Dugderan di Kota Semarang dilangsungkan dengan meriah hari ini. Dalam kesempatan itu, tampak gagah miniatur warak ngendog yang jadi ikon khas Kota Semarang.

Bentuknya bak kambing yang dihias sedemikian rupa. Tiap warak ngendog yang dibawa perwakilan saat Kirab Dugder memiliki hiasan mencoloknya masing-masing. Namun sejatinya, miniatur-miniatur warak ngendog itu memiliki filosofi sama dalam menyambut Ramadan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekretaris Ketakmiran Masjid Agung, Muhaimin, menjelaskan tentang makna mendalam warak ngendog yang erat kaitannya dengan tradisi lokal dan spiritualitas masyarakat.

"Warak ngendog itu hanya ada pada saat Dugderan. Zaman dulu ketika ada warak ngendog ya itu berarti Dugderan," kata Muhaimin di Masjid Agung, Kecamatan Semarang Tengah, Jumat (28/2/2025).

ADVERTISEMENT

Muhaimin menjabarkan warak ngendog memiliki filosofi yang dalam. Kata 'warak' dalam warak ngendog memiliki arti mengendalikan diri.

"Artinya ketika kita masuk ke bulan Ramadan, kita diingatkan untuk mengendalikan diri. Dari apa? Dari nafsu," tuturnya.

"Makanya dalam kepala warak ngendog dibuat kayak binatang ganas, memang itu sebuah penggambaran nafsu. Nafsu kalau tidak dikendalikan akan makan apa saja," lanjutnya.

Warak itu, kata Muhaimin, menggambarkan usaha keras untuk mengendalikan nafsu. Hal tersebut sangat relevan saat Ramadan, ketika umat Islam diingatkan untuk mengendalikan diri melalui puasa.

Dalam mencapai pengendalian nafsu, kata Muhaimin, dibutuhkan usaha yang sungguh-sungguh, yang digambarkan dalam warak ngendog melalui proses 'ngeden' atau berusaha sekuat tenaga.

"Makanya diperlihatkan empat kakinya tegak. Kalau orang Jawa bilang ngecengceng, tidak hanga kakinya, sampai ekornya juga ikut menceceng. Sampai bulu-bulunya ikut megerok semua," jelasnya.

Warak digambarkan seperti kambing ngendit, juga memiliki filosofi bahwa saat puasa seseorang harus bisa mengendalikan perut atau hawa nafsu.

"Kalau orang Jawa bilang kambing ngendit, harusnya begitu. Kambing perutnya digenditi, supaya dengan puasa bisa mengendalikan nafsu tadi," jelasnya.

Muhaimin melanjutkan, saat seseorang sudah bisa mengendalikan nafsu dengan baik, ia akan menghasilkan sesuatu yang baik atau bisa dikatakan sebuah kebermanfaatan. Hal itu lantas disimbolkan dengan 'ngendog' atau bertelur.

"Makanya warak ngendog harus ada tiga unsur, 'ngeden' berusaha sekuat tenaga, 'ngendit' itu perut dikendalikan, baru 'ngendog'," tuturnya.

Dengan penjelasan ini, Muhaimin berharap masyarakat dapat lebih memahami filosofi yang terkandung dalam tradisi Warak Ngendog dan dapat mengaplikasikan nilai-nilai pengendalian diri dalam kehidupan sehari-hari.




(apl/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads