Sejumlah dosen aparatur sipil negara (ASN) di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Rektorat ISI Solo. Mereka menuntut pencairan hak tunjangan kinerja (tukin) dosen dari tahun 2020-2024.
Orasi dan pembentangan sejumlah spanduk dilakukan dalam aksi tersebut. Sejumlah dosen juga menuliskan tuntutan mereka pada kertas gambar dengan menggunakan cat semprot.
'AKSI DAMAI ASN DOSEN ISI SURAKARTA MENUNTUT KEADILAN, KATANYA DOSEN ASN ASET, TUKINNYA MLESET', 'AKSI SOLIDARITAS DOSEN ASN ISI SURAKARTA, TUKIN TIDAK CAIR=MOGOK KERJA!,' tulis sejumlah sepanduk yang dibentangkan dosen dalam aksi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu peserta aksi sekaligus Kaprodi Kriya ISI Solo, Afrizal (53), mengatakan tukin adalah hak dosen yang selama ini tidak pernah dicairkan. Ironisnya, hanya tukin untuk dosen ASN yang tidak dicarikan. Sehingga dia meminta kepada Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) untuk mencairkan tukin tersebut.
"Tuntutan kami Tukin harus dicairkan 2020 sampai dengan 2025, tentu harus ditetapkan dengan peraturan menteri bukan keputusan menteri. Kalau keputusan menteri tidak akan jalan karena itu hak menteri saja, tapi kalau peraturan menteri semua akan berjalan dan ditetapkan oleh Undang-undang," kata Afrizal kepada awak media, Senin (3/2/2025).
Dia mempertanyakan, tukin untuk tenaga didik yang lain dicairkan, namun untuk dosen ASN justru tidak cair. Padahal semua satu payung yang sama di bawah Kemendikti Saintek.
Dia menjelaskan pencairan tukin nilainya beragam tergantung golongan, mulai dari Rp 5 juta sampai belasan juta rupiah.
"Kita hanya dosen biasa, hanya bisa menunggu. Tapi harapan dan tuntutan kami itu dicairkan sepenuhnya," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik ISI Solo, Bambang Sunarto, mengatakan dosen di bawah payung kementerian selain Kemendikti Saintek mendapatkan tukin. Dia pun menuntut tanggung jawab dari Kemendikti Saintek. Menurutnya, di ISI Solo ada 250 dosen yang tidak mendapatkan tukin.
"Bagaimanapun juga, Permen (peraturan menteri) itu harus ditindaklanjuti, kan ada penjabat yang menindaklanjuti. Mereka (Kemendikti Saintek) harus bertanggung jawab, dan mereka harus diberi sanksi, kalau tidak itu tidak adil," kata Bambang.
Meski ada angin segar tukin di tahun 2025 akan dibayarkan, namun hal itu tidak cukup melegakan. Bambang mengatakan anggarannya hanya Rp 1,2 triliun yang hanya cukup untuk 30 ribu dosen, padahal total dosen 80 ribu. Dia pun menilai hal ini akan muncul ketidakadilan lagi.
"Ini harus dibayarkan. Tahun 2020-2024, pemerintah sudah menyatakan tidak dibayarkan. Kalau benar, seharusnya tukin dari yang didapatkan dosen dari Kemenkes, Kemenag, dan kementerian lain harus ditarik kembali ke kas negara, itu baru adil," ujarnya.
Dengan ketidakadilan yang diterima dosen ASN di bawah payung Kemendikti Saintek, dia meyakini etos kerja dosen tidak akan bisa diharapkan. Dia pun menilai yang rentan menjadi korban nantinya para mahasiswa.
"Rektor tidak dapat tukin, kepala Biro mendapatkan tukin. Take home paynya dosen dengan kepala biro jauh. Jika dibayangkan posisi rektor enak, rektor itu hanya dapat pinjaman mobil saja," ucapnya.
"Di tempat kami yang paling menyakitkan, pegawai nondosen yang sama-sama jabatan fungsional mereka dapat tukin, kelas jabatannya sama 13 begitu, mereka dapat tukin sebesar Rp 10 juta. Sementara dosen-dosen kelas jabatan sama, tapi mereka tidak dapat," imbuhnya.
Bambang mengatakan, pihaknya hanya bisa melakukan aksi damai, dan membuat usulan-usulan saja. ASN tidak bisa melakukan aksi lebih jauh karena ada aturan yang mengikat.
Aksi meminta pencairan tukin ini dilakukan usai Keputusan Pembayaran Tukin dibatalkan.
"Pak Nadiem Makarim sebagai mengikuti Ristek waktu itu, 9 hari sebelum lengser menerbitkan keputusan akan membayarkan tukin, sudah ditetapkan, sesuai kelas jabatan. Tapi tiba-tiba dianulir," ujarnya.
Tuntutan Tukin untuk Dosen PNS
Dilansir detikNews, Pada Senin (3/2/2025) nanti, dosen berstatus ASN di bawah Kemendiktisaintek akan menuntut hak atas tukin. Pihak aliansi dosen menjelaskan, sebenarnya hak atas tukin sudah termaktub dalam Undang-Undang ASN yang terbit tahun 2014, namun dosen dari Kemdikbud (kini dosen di bawah Kemdiktisaintek) tidak pernah mendapatkannya.
"Kami tidak meminta belas kasihan tapi kami menuntut hak kami yang telah tertunda selama 5 tahun!" kata Kooordinator Nasional Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI), Anggun Gunawan kepada detikcom, Jumat (31/1).
(apl/ams)