BAB (Buang Air Besar) sebaiknya dilakukan secara rutin dan tidak ditunda-tunda. Namun, ada kalanya, kita mesti menahannya sebentar, semisal karena masih di perjalanan. Lantas, apakah benar memegang batu bisa menahan BAB?
Dirujuk dari Healthline, sejatinya, tidak ada aturan khusus mengenai waktu BAB. Faktanya, frekuensi BAB sebanyak 3 kali sehari hingga 3 kali seminggu masih masuk batas wajar. Umumnya, seseorang punya pola waktu BAB yang sama.
Misalnya saja, si A biasa BAB setiap dua hari sekali. Oleh karena itu, bila tak ada masalah, besar kemungkinan, perutnya akan terasa 'terdorong' ketika waktu dua hari tersebut telah berlalu. Sayangnya, kadang kala, ada kesibukan yang tak bisa ditinggalkan sehingga siklus BAB terganggu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Indonesia, ada keyakinan mengenai salah satu cara untuk menahan BAB sementara waktu adalah dengan memegang atau mengantongi batu. Hal ini telah dipraktikkan sebagian masyarakat secara konsisten sejak lama. Pertanyaannya, benarkah memegang batu bisa menunda BAB?
Memegang Batu Bisa Tahan BAB, Benarkah?
Dirujuk dari detikHealth, sejatinya, tidak jelas dari mana asal-muasal praktik memegang batu untuk menahan BAB ini muncul. Meski sumber metode ini tidak jelas, masyarakat masih banyak yang terus menerapkannya.
Namun, bisa dipastikan bahwasanya tidak ada pengaruh langsung antara batu di kantong atau tangan dengan cara kerja usus mendorong kotoran keluar rektum. Diringkas dari Bladder and Bowel, pertama-tama, makanan yang dikonsumsi masuk ke usus kecil.
Di usus kecil alias usus halus, nutrisi dan sebagian besar cairan dari makanan diserap. Kemudian, ketika makanan telah melewati proses usus kecil, bentuknya telah berubah layaknya bubur. Sesampainya di usus besar, sejumlah nutrisi dan air akan diserap.
Kemudian, sisa limbah makanan ini akan disimpan di usus besar selama beberapa saat. Limbah ini kemudian bergerak menuju rektum (bagian ujung usus besar) yang meregang. Saat penuh, usus akan mengirim pesan ke otak bahwasanya kotoran perlu dikeluarkan.
Di rektum dan saluran anus, terdapat banyak saraf. Nah, saraf-saraf ini kemudian akan memberitahu otak penyebab rasa penuh di rektum ataupun anus. Ketika seseorang pergi ke toilet, otak kemudian memerintah otot sfingter anus untuk rileks. Akibatnya, otot-otot di sekitar anus mengendur dan tinja dikeluarkan.
Kendati secara teori memegang batu tidak ada hubungannya dengan menahan BAB, faktor sugesti juga perlu dipertimbangkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, sugesti adalah pengaruh dan sebagainya yang dapat menggerakkan hati orang dan sebagainya.
Mudahnya, biarpun batu tidak bisa menahan BAB, karena otak sudah tersugesti, mungkin saja, dorongan kuat untuk segera mengeluarkan tinja ini jadi tertunda atau tak terasa. Terlepas dari bisa tidaknya memegang batu menahan BAB, tahukah kamu bahwasanya perilaku menahan BAB ini bisa berdampak buruk?
Efek Buruk Menahan BAB
Disadur dari Medical News Today, bila sesekali menahan BAB, maka tidak mengapa. Namun, jika terlalu sering, konstipasi alias sembelit bisa terjadi. Sebabnya, usus bagian bawah akan terus menyerap air dari tinja yang berkumpul di rektum.
Akibatnya, kotoran menjadi semakin keras karena kurangnya kandungan air dan dengan demikian, sulit dikeluarkan. Dalam situasi yang lebih parah, perilaku menahan tinja bisa menyebabkan impaksi tinja. Impaksi tinja adalah ketika kotoran seseorang yang telah berubah menjadi keras dan kering, tersangkut di usus besar atau rektum.
Di samping sembelit dan impaksi tinja, masalah lain seperti distensi, wasir, kanker usus besar, dan radang usus buntu juga bisa terjadi. Jadi, BAB sudah semestinya dilakukan secara rutin dan teratur sesuai pola tubuhmu.
Cara Menahan BAB
Secara ringkas telah dijelaskan mengenai efek buruk menahan BAB. Namun, tidak bisa dipungkiri, ada kalanya, kita perlu menahan BAB sejenak karena tuntutan kondisi. Jika hal tersebut terjadi, bagaimana cara menahannya?
Menurut penjelasan dari situs Medical News Today, ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yakni:
- Merelaksasikan dinding rektal. Bila seseorang mengendurkan otot ini, rasa ingin buang air besar mungkin akan hilang untuk sementara waktu.
- Jangan menegangkan perut. Sebabnya, perut yang tegang adalah salah satu mekanisme untuk mendorong tinja keluar dari anus dan rektum.
- Kencangkan otot-otot pantat. Dengan melakukan hal ini, otot-otot rektum akan terjaga untuk tetap tegang. Sebagaimana telah disinggung di atas, ketika otot rektum rileks, anus akan terbuka dan tinja bakalan keluar.
- Hindari posisi jongkok. Bila ingin menahan BAB untuk sementara waktu, jangan berjongkok. Alih-alih, cobalah posisi berdiri atau berbaring. Sebab, kedua posisi ini bukanlah pose alami buang air besar sehingga bisa 'menipu' tubuh.
Nah, itulah penjelasan lengkap mengenai benar tidaknya memegang batu bisa menahan BAB. Namun, perlu diingat bahwasanya yang terbaik adalah tetap buang air besar sesuai ritme tubuh. Semoga bermanfaat!
(sto/dil)