Warga di bantaran Banjir Kanal Barat Semarang mengeluhkan rusaknya jalan di sekitar lingkungan mereka. Jalan itu, juga merupakan jalan yang menjadi akses menuju Monumen Ketenangan Jiwa yang bersejarah.
Monumen itu, kerap dikunjungi masyarakat Semarang dan wisatawan setiap memperingati Pertempuran 5 Hari. Sayangnya, akses jalan menuju ke sana rusak dan sulit dilalui motor.
Jalan rusak itu berada di Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Sepanjang mata memandang hanya nampak tanah berlumpur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlihat beberapa warga yang melintas dengan sepeda motor kesulitan melalui jalan tersebut. Jalan itu licin, juga berat dilalui baik menggunakan motor atau dengan berjalan kaki.
Warga setempat menyebut jalan itu berlumpur karena diterjang rob. Bahkan, rob di sana bisa mencapai setinggi lutut orang dewasa.
"Setiap hari ini sudah mulai rob terus. Sampai ke rumah, selutut. Tapi hari ini biasa, nanti musim kesongo menurut nelayan, lebih parah lagi. Setiap hari pagi sampai sore rob terus," kata seorang warga, Yani (57) di Kelurahan Bandarharjo, Senin (14/10/2024).
Ia mengatakan, hal itu tak hanya mengakibatkan masyarakat tak bisa beraktivitas normal, wisatawan yang akan berkunjung ke Monumen Ketenangan Jiwa pun mengalami kesulitan. Mereka harus memarkirkan motor di lokasi aman, padahal jaraknya masih sekitar 700 meter dari monument itu.
"Motornya harus ditaruh di atas (luar pemukiman), harus jalan kaki. Terus tunggu air surut juga baru bisa beraktivitas," jelasnya.
Hal senada dikatakan Elizabeth (49). Wanita asal Maluku itu mengatakan, dulunya jalan tersebut dibangun sendiri oleh masyarakat setempat menggunakan uang pribadi mereka. Sayangnya, jalan tersebut masih belum bisa disebut layak.
"Beruntung ada yang membuat jalan, ada yang tinggal di sini. Jadi kawasannya terang, kalau tidak nanti monumen itu tidak ada yang mendatangi," ujarnya.
Perempuan yang sudah tinggal sekitar 4 tahun di kawasan itu mengatakan, biasanya banjir rob bisa mencapai ketinggian 30 sentimeter. Dampaknya selain mengurangi jumlah pengunjung, juga mempersulit aktivitas warga.
"Pengaruhnya nanti yang punya hewan kalau pagi mau ngarit itu nggak bisa. Anak mau sekolah juga, terus kalau mau belanja ke pasar nggak bisa," terangnya.
Ia mengatakan, sudah sejak Jumat (11/10) rob yang menerjang itu cukup tinggi dan lama. Rob biasanya datang sekira pukul 03.00-10.00 WIB.
"Dulu sebelum banjir rob parah, di sini ramai. Sore-sore anak remaja ke sini, jadi tempat wisata. Dulu juga biasanya ada rombongan orang Jepang datang," jelasnya.
Hal tersebut dibenarkan penjaga Monumen Ketenangan Jiwa, Edi Wiyanto (74). Ia mengatakan, dulunya wisatawan Jepang akan berbondong-bondong datang untuk mengadakan upacara setiap menjelang peringatan Pertempuran 5 Hari di Semarang.
"Biasanya banyak yang ziarah dari Jepang, rombongan biasanya satu bus. Dulu sampai tiga bus, jalannya masih enak. Sekarang karena kena rob sudah jarang yang ke sini," jelasnya.
Ia mengungkapkan, banjir rob yang cukup tinggi sudah menggenangi akses jalan menuju monumen tersebut beberapa waktu terakhir. Ia berharap, akses jalan menuju Monumen Ketenangan Jiwa bisa segera diperbaiki sebagai upaya pemerintah merawat peninggalan sejarah.
"Memang yang jadi perhatian, jalan itu. Ini kan aset, sejarah, tapi jalannya seperti itu. Padahal jalan di kota dibangun, tapi akses menuju sejarah malah seperti ini," ujarnya.
Sementara itu, Subkoordinator Sejarah dan Cagar Budaya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Semarang Haryadi Dei Prasetyo mengatakan, hingga kini lahan di Bantaran Sungai Banjir Kanal Barat itu bukan milik Pemkot.
"Sampai sekarang pun kita belum ada kejelasan status kepemilikan lahan itu. Jadi sampai sekarang itu belum menjadi bagian aset pemerintah Kota Semarang," jelasnya.
Sementara itu, tak ada lagi upacara yang digelar di monumen tersebut juga dikarenakan ahli waris dari pihak Jepang sudah meninggal.
"Ahli waris para keluarga dari laskar tentara Jepang sekarang sudah tidak ada kegiatan untuk berziarah di sana, karena mungkin sudah banyak yang almarhum," jelasnya.
Ia pun mengatakan, apabila lahan tersebut nantinya resmi menjadi aset Pemkot Semarang, Monumen Ketenangan Jiwa berpotensi dijadikan taman monumental untuk peringatan sejarah terkait Pertempuran 5 Hari di Kota Semarang.
(afn/aku)