Heboh Skandal Bullying di RSHS Bandung, IDI Jabar Buka Suara

Regional

Heboh Skandal Bullying di RSHS Bandung, IDI Jabar Buka Suara

Wisma Putra - detikJateng
Senin, 19 Agu 2024 19:39 WIB
Ilustrasi Dokter
Ilustrasi dokter. Foto: Dok. Shutterstock
Solo -

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat mengonfirmasi adanya aksi perundungan yang terjadi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Saraf di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung.

Dilansir detikJabar, aksi perundungan dari senior terhadap juniornya itu di antaranya seperti panggilan kasar hingga pemaksaan untuk melakukan tugas di luar kewajaran, termasuk membuka kamar hotel bagi senior. Hal itu memicu keprihatinan dari berbagai pihak.

Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat, dr Eka Mulyana, membenarkan adanya insiden tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah (informasi bentuk perundungan seperti kata kasar dan tugas di luar kewajaran) betul sekali," kata Eka saat dihubungi detikJabar via telepon, Senin (19/8/2024).

"Beberapa waktu ini jadi perbincangan hangat di internal kami, bahkan kami dengan teman-teman Undip (tak hanya Unpad) dan lain kita bahas untuk perbaikan bersama," imbuh dia.

ADVERTISEMENT

Eka mengatakan IDI Jabar prihatin dengan adanya kejadian itu dan berharap agar tidak terulang di masa yang akan datang.

"Dari IDI sebagai organisasi profesi dokter, kami menentang bentuk perundungan atau bullying yang sama sekali tidak ada kaitan dengan profesi," ujar Eka.

Eka menjelaskan, pihaknya meminta seluruh dokter di Jabar untuk dapat membedakan mana bullying dan mana pendidikan dokter itu sendiri. Sebab, di profesi pendidikan dokter memang ada aspek pendidikan dan ada aspek pelayanan yang dipisahkan.

"Jadi dalam pendidikan dokter ini tidak seperti seharian di ruangan, di meja, menulis, mendengar dan sebagainya. Pendidikan menyatu dengan pelayanannya. Kita interaksi dengan pasien dan sebagainya di rumah sakit," jelas Eka.

"Semua berkaitan dengan pendidikan dokter, harus dibedakan dengan bullying atau perundungan baik verbal dan fisik, lalu di medsos yang menyebabkan ketidaksenangan dan kesakithatian yang tidak bisa diterima oleh etika dan koral, itu harus dibedakan dengan pendidikan itu sendiri," sambungnya.

Eka menambahkan, seluruh dokter terikat dengan kode etik kedokteran.

"Setiap bentuk perundungan harus diputus dan tidak boleh diteruskan. Dalam pendidikan berbasis pelayanan, kemudian dosen menjatuhkan sanksi, misal kamu harus maju dengan makalah mengenai ini (tugas), itu dalam rangka pendidikan itu sah saja, kalau yang disampaikan tidak ada kaitannya dengan pendidikan (itu tidak boleh)," pungkasnya.




(dil/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads