IDI Jabar Buka-bukaan soal Skandal Bullying di RSHS Bandung

IDI Jabar Buka-bukaan soal Skandal Bullying di RSHS Bandung

Wisma Putra - detikJabar
Senin, 19 Agu 2024 17:30 WIB
Ilustrasi Stetoskop Dokter
Ilustrasi (Foto: Infografis detikcom)
Bandung -

Aksi perundungan yang terjadi di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Bedah Saraf di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Kota Bandung, telah memicu keprihatinan dari berbagai pihak. Insiden ini melibatkan perilaku tidak manusiawi dari senior terhadap juniornya, seperti panggilan kasar hingga pemaksaan untuk melakukan tugas di luar kewajaran, termasuk membuka kamar hotel bagi senior.

Ketua Dewan Pertimbangan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat, dr. Eka Mulyana, membenarkan adanya insiden tersebut. "Sudah (informasi bentuk perundungan seperti kata kasar dan tugas di luar kewajaran) betul sekali," kata Eka dihubungi detikJabar via sambungan telepon, Senin (19/8/2024).

Eka menyatakan kasus ini menjadi bahan diskusi internal IDI, bahkan melibatkan diskusi dengan universitas lain seperti Universitas Diponegoro (Undip) untuk mencari solusi dan perbaikan bersama.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beberapa waktu ini jadi perbincangan hangat di internal kami, bahkan kami dengan teman-teman Undip (tak hanya Unpad) dan lain kita bahas untuk perbaikan bersama," tambahnya.

IDI Jabar mengaku prihatin dengan kejadian ini. Eka berharap kejadian ini tidak terulang kembali. "Dari IDI sebagai organisasi profesi dokter, kami menentang bentuk perundungan atau bullying yang sama sekali tidak ada kaitan dengan profesi," tegas Eka.

ADVERTISEMENT

Menyikapi kejadian ini, pihaknya meminta kepada seluruh dokter di Jabar dapat membedakan, mana bullying dan mana pendidikan dokter sendiri, karena di profesi pendidikan dokter memang ada aspek pendidikan dan ada aspek pelayanan yang dipisahkan.

"Jadi dalam pendidikan dokter ini tidak seperti seharian di ruangan, di meja, menulis, mendengar dan sebagianya. Pendidikan menyatu dengan pelayanannya. Kita interaksi dengan pasien dan sebagainya di rumah sakit," ungkapnya.

"Semua berkaitan dengan pendidikan dokter, harus dibedakan dengan bullying atau perundungan baik verbal dan fisik, lalu di medsos yang menyebabkan ketidaksenangan dan kesakithatian yang tidak bisa diterima oleh etika dan koral, itu harus dibendakan dengan pendidikan itu sendiri," tambahnya.

Eka mengatakan seluruh dokter terikat dengan kode etik kedokteran, jika berseberangan apa yang tertera dalam kode etik, itulah yang harus diluruskan dan jika terbukti berseberangan dengan pendidikan itu harus di sanksi.

"Setiap bentuk perundungan harus diputus dan tidak boleh diteruskan. Dalam pendidikan berbasis pelayanan, kemudian dosen menjatuhkan sanksi, misal kamu harus maju dengan makalah mengenai ini (tugas), itu dalam rangka pendidikan itu sah saja, kalau yang disampaikan tidak ada kaitannya dengan pendidikan, (itu tidak boleh)," terangnya.

(wip/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads