Menengok Serabi Legend Karangdowo, Masih Setia Pakai Tungku-Kayu Bakar

Menengok Serabi Legend Karangdowo, Masih Setia Pakai Tungku-Kayu Bakar

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 15 Jul 2024 17:17 WIB
Pemkab Klaten
Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikcom
Klaten -

Serabi tradisional yang masih dimasak menggunakan tungku dari tanah liat dan kayu bakar memang sudah jarang ditemui. Akan tetapi, di salah satu sudut di Kabupaten Klaten masih eksis serabi legend berumur 20 tahun yang masih setia pakai tungku dan kayu bakar.

Kepul asap tampak membumbung tinggi di salah satu gubuk seukuran 3x3 meter, beriringan dengan aroma semerbak serabi yang sudah tercium dari jauh. Tatmi (56), si penjual, tampak sibuk mengaduk adonan untuk kemudian dipanggang di atas tungku tanah liat tempat serabi dimasak sebelum masuk ke perut pembeli.

Sekitar 5 pembeli telah antre demi bisa menikmati serabi buatan tangan Tatmi yang sudah tampak keriput. Mereka duduk di atas dingklik, menunggu serabi pesanannya dibungkus daun pisang bersama parutan kelapa dan sebungkus kecil gula jawa sambil memperhatikannya lamat-lamat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tangan kecil Tatmi yang sudah puluhan tahun membuat serabi itu tampak piawai membakar serabi di atas 9 tungku yang sudah ia gunakan puluhan tahun. Ditemani Suyatmi (50) yang juga lihai membungkus serabi pesanan para pembeli yang datang silih berganti.

"Saya awalnya cuma iseng, dulu saya penjahit, dari SD sudah langsung kerja. Terus karena benangnya makin lama makin mahal, saya nggak minat. Terus iseng jualan serabi," kata Tatmi, ditemui detikJateng di Dukuh Banaran, Desa Pugeran, Kecamatan Karangdowo, Sabtu (14/7/2024).

ADVERTISEMENT

Sambil tetap membuat serabi, Tatmi bercerita, ia telah berjualan serabi jadul itu sekitar 20 tahun. Jatuh bangun telah ia lewati selama percobaan membuat serabi hingga akhirnya bisa menemukan racikan yang pas.

Pemkab Klaten Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikcom

"Nggak langsung pintar, namanya orang iseng. Awalnya dikomplain kurang air jadi bantat, kalau ngeluh ya saya ijoli (ganti). Dulu awal saya buat itu serabi kotor, pakai santan. Tapi nggak laku, karena pembeli mintanya yang kering," terangnya.

Sehari-hari, kata Tatmi, ia bisa menghabiskan 5-7 kilogram (kg) tepung beras untuk adonan serabi tiap harinya. Wanita paruh baya dengan tiga anak itu akan membuka lapaknya yang berada di Jalan Raya Pedan-Karangdowo, tepat di bawah pohon talok yang rindang sejak pukul 05.00 WIB.

"Dari jam 05.00 WIB sudah buka, kadang sampai jam 07.00 WIB, sampai habis. Nanti jal 11.00 WIB bikin lagi sampai siang," jelasnya.

"Bahannya cuma tepung beras, santan, garam. Sehari buatnya bisa sampai seribu biji. Keuntungannya itu sehari cuma sekitar Rp 125 ribu, kalau Minggu bisa sampai Rp 2 ribu," imbuhnya.

Sudah berjualan hingga 20 tahun, Tatmi pun memiliki banyak pelanggan setia yang datang dari luar Kabupaten Klaten. Mulai dari Sukoharjo, Solo, hingga paling jauh dari Papua. Mereka rela datang dari jauh untuk untuk membeli serabi buatannya yang dihargai Rp 1500 untuk dua serabi, atau satu tangkap.

Meski panas akibat api dari kayu bakar sangat terasa, ia tetap memilih untuk membuat serabi menggunakan tungku tanah dan kayu bakar. Menurutnya, itu menjadi ciri khas yang hingga kini terus dicari para pembeli. Bahkan, serabi jawa buatannya itu telah dikenal dengan sebutan serabi khas Karangdowo.

"Masih pakai kayu soalnya yang dicari orang itu ya yang pakai kayu, masih tradisional. Ini juga sudah sampai dikenal orang itu sebutannya serabi jadul khas Karangdowo," paparnya.

Salah satu pembeli asal Kecamatan Cawas, mengaku jadi salah satu pelanggan setia Tatmi. Ia sudah keliling daerahnya untuk mencari serabi jawa yang masih dibuat menggunakan tungku dan kayu bakar, hingga akhirnya menemukan serabi buatan Tatmi.

"Saya cari yang gurih dan pakai kayu bakar, kayak simbah-simbah dulu, jadi nostalgia. Dulu orang rumah sering bikin sendiri yang serabi gurih, kalau yang manis nggak begitu suka. Istri sakit, terus ingin serabi. Pas cari muter-muter nggak ada, ternyata di sini," terangnya.

Ia mengatakan, serabi jawa ini cocok dijadikan menu sarapan bagi masyarakat Kabupaten Klaten. Biasanya, ia bisa menghabiskan 5 tangkap atau 10 buah serabi untuk dinikmati bersama istrinya.

(akn/ega)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads