PDIP Jateng Beberkan Alasan Komandante Tak Dipakai di Solo dan Boyolali

PDIP Jateng Beberkan Alasan Komandante Tak Dipakai di Solo dan Boyolali

Afzal Nur Iman - detikJateng
Selasa, 04 Jun 2024 16:45 WIB
Kantor DPD PDIP Jateng, Kota Semarang, Selasa (22/8/2023).
Kantor DPD PDIP Jateng, Kota Semarang, Selasa (22/8/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng
Semarang -

Sekretaris DPD PDIP Jawa Tengah (Jateng), Sumanto menyebut sistem komandante yang digunakan partainya dalam Pemilu Legislatif 2024 berlaku di seluruh daerah di Jateng, kecuali di Kota Solo dan Kabupaten Boyolali. Dia menjelaskan alasan kenapa dua daerah itu boleh menggunakan strategi pemenangan sendiri.

"Sistem ini hanya untuk internal kita di Jateng kecuali Solo dan Boyolali, itu adalah peraturan partai Nomor 1 Tahun 2023," kata Sumanto saat ditemui wartawan di Gedung DPRD Jateng, Selasa (4/6/2024).

Sumanto menjelaskan, Kota Solo dan Boyolali rupanya menjadi pengecualian. Dua daerah itu tidak menggunakan sistem komandante karena sudah mengantongi suara di atas 50 persen pada pemilu sebelumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pengecualian di situ karena wilayahnya sudah di atas 50 persen," ujar dia.

FX Rudy Tak Ikut Komandante

Sebelumnya, Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo menyatakan dirinya tak ikut sistem komandante PDIP.

ADVERTISEMENT

"Saya tidak ikut komandante, saya tidak tahu," jawab Rudy saat ditanya awak media di Taman Sunan Jogo Kali, Solo, Sabtu (1/6/2024) pekan lalu.

Lebih lanjut, Rudy mengatakan bahwa ia tidak pernah diajak berembuk soal sistem komandante oleh partainya. Setahu dia, di Jawa Tengah hanya PDIP Solo dan Boyolali yang tidak menerapkan sistem tersebut.

"Kalau tidak menerapkan komandante tidak ada persoalan apa pun. Kalau Solo kan dapil neraka," ujar Rudy saat itu.

Komandante Menurut Bendahara PDIP Jateng

Diberitakan sebelumnya, sistem komandante PDIP hangat diperbincangkan belakangan ini. Hal itu tak lepas dari langkah DPD PDIP Jawa Tengah yang mengirim surat terkait pengunduran diri enam caleg terpilih DPRD Jateng ke KPU.

Bendahara PDIP Jateng, Agustina Wilujeng menyebut pengunduran diri para caleg tersebut karena sistem komandante. Agustina menyatakan enam caleg itu mundur dengan sadar. Sebab, sistem komandante telah diatur dalam peraturan partai (PP).

"Enam caleg terpilih yang mundur dengan sadar karena sistem komandante stelsel yang diatur dalam PP 01/2023," ujar dia kepada wartawan melalui pesan singkat, Rabu (29/5).

Agustina menyebut para caleg PDIP sudah memahami sistem komandante yang diterapkan di seluruh Jateng. Mereka juga sudah diberikan kesempatan mundur bila keberatan dengan sistem tersebut.

"Pada saat DCS (daftar calon sementara) di masukkan ke KPU, mereka telah memahami sistem ini, dan pada kesempatan DCT (daftar calon tetap), mereka juga memiliki kesempatan untuk tidak memenuhi syarat bila keberatan," jelasnya saat itu.

Sistem komandante itu disebut diterapkan di seluruh DPRD kota/kabupaten maupun provinsi. Dia mengaku mendengar beberapa caleg yang keberatan dengan sistem itu, namun dengan diskusi panjang sistem tersebut akhirnya disepakati.

"Sistem ini berlaku di seluruh Jawa Tengah, baik DPRD kab/kota dan provinsi. Keberatan disampaikan secara lisan dari beberapa caleg, namun setelah diingatkan dalam berbagai diskusi privat melalui banyak pihak, bahwa adanya waktu yang panjang dalam proses mempertahankan penilaian, apakah akan dilanjutkan dengan sistem ini rata-rata memahami dan mengikuti prosedur," tambahnya.

Selain enam caleg terpilih di DPRD Jateng, ada puluhan caleg PDIP di sejumlah kabupaten dan kota di Jateng yang harus mundur terimbas sistem ini.

Komandante Menurut Ketua PDIP Wonogiri

Sebelumnya, Ketua DPC PDIP Wonogiri, Joko Sutopo pernah menjelaskan soal sistem komandante. Dia menjelaskan, dalam Pemilu 2024, PDIP memakai sistem pemenangan komandante stelsel. Sistem ini digunakan untuk menentukan siapa saja yang nantinya terpilih menjadi anggota DPRD.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Partai No 1/2023. Menurut Joko, aturan itu sudah disosialisasikan kepada para caleg sejak 2022.

Dalam sistem ini, yang dihitung bukanlah suara by name caleg, melainkan akumulasi perolehan suara partai di wilayah binaan alias desa masing-masing. Adapun akumulasi ini di antaranya didapatkan berdasar by name caleg dan suara coblos partai.

Joko menjelaskan, PDIP memiliki kewenangan untuk menentukan siapa caleg yang akan dilantik. Hal ini tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.




(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads