Alasan FX Rudy Tak Ikut Sistem Komandante PDIP: Solo Dapil Neraka

Alasan FX Rudy Tak Ikut Sistem Komandante PDIP: Solo Dapil Neraka

Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Sabtu, 01 Jun 2024 15:28 WIB
Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudyatmo ditemui di Pucangsawit, Rabu (10/1/2024).
Ketua DPC PDIP Kota Solo FX Hadi Rudyatmo ditemui di Pucangsawit, Rabu (10/1/2024). Foto: Tara Wahyu/detikJateng
Solo - DPD PDIP Jawa Tengah memberlakukan sistem komandante pada Pileg 2024. Namun ternyata tidak semua DPC PDIP di Jateng menerapkannya.

Ketua DPC PDIP Solo, FX Hadi Rudyatmo mengungkapkan pihaknya tidak menerapkan sistem komandante pada Pileg 2024.

"Saya tidak ikut komandante, saya tidak tahu. Untuk pengunduran diri dan sebagainya di komandante saya tidak tahu persis," kata FX Rudy saat ditemui awak media di Taman Sunan Jogo Kali, Solo, Sabtu (1/6/2024).

Diketahui, sistem komandante ini berujung polemik karena sejumlah caleg PDIP di Jateng yang terpilih dalam Pileg 2024 terancam batal dilantik dan diganti caleg lainnya. Rudy mengatakan pihaknya lebih memilih mengikuti aturan yang sudah ada terkait pemilu, termasuk aturan soal caleg yang dilantik.

"Kalau menurut aturan KPU suara terbanyak yang dilantik, karena proporsional terbuka. UU bicaranya aturan suara terbanyak, apakah UU ini bisa dikalahkan aturan partai," jelasnya.

Lebih lanjut, Rudy mengaku tidak pernah diajak berembuk soal sistem komandante oleh partainya. Dia juga mengaku tidak tahu-menahu mengenai adanya sejumlah caleg terpilih dari PDIP yang akhirnya harus mundur imbas sistem komandante.

Setahu dia, di Jawa Tengah hanya PDIP Solo dan Boyolali yang tidak menerapkan sistem komandante.

"Kalau tidak menerapkan komandante tidak ada persoalan apa pun. Kalau Solo kan dapil neraka," ujarnya.

"Di bawah 50 persen saya dengernya ikut komandante, tapi benarnya seperti apa saya gak ngerti. Saya tidak ikut," pungkasnya.

PDIP Jateng Terapkan Komandante

Diberitakan sebelumnya, DPD PDIP Jawa Tengah mengirim surat terkait pengunduran diri enam caleg terpilih DPRD Jateng ke KPU. Bendahara PDIP Jateng, Agustina Wilujeng menyebut pengunduran diri para caleg tersebut karena sistem komandante.

Agustina menyatakan enam caleg itu mundur dengan sadar. Sebab, sistem komandante telah diatur dalam peraturan partai (PP).

"Enam caleg terpilih yang mundur dengan sadar karena sistem komandante stelsel yang diatur dalam PP 01/2023," ujarnya melalui pesan singkat, Rabu (29/5).

Dia menyebut para caleg PDIP sudah memahami sistem komandante yang diterapkan di seluruh Jateng. Mereka juga sudah diberikan kesempatan mundur bila keberatan dengan sistem tersebut.

"Pada saat DCS (daftar calon sementara) di masukkan ke KPU, mereka telah memahami sistem ini, dan pada kesempatan DCT (daftar calon tetap), mereka juga memiliki kesempatan untuk tidak memenuhi syarat bila keberatan," jelasnya.

Sistem komandante itu disebut diterapkan di seluruh DPRD kota/kabupaten maupun provinsi. Dia mengaku mendengar beberapa caleg yang keberatan dengan sistem itu, namun dengan diskusi panjang sistem tersebut akhirnya disepakati.

"Sistem ini berlaku di seluruh Jawa Tengah, baik DPRD kab/kota dan provinsi. Keberatan disampaikan secara lisan dari beberapa caleg, namun setelah diingatkan dalam berbagai diskusi privat melalui banyak pihak, bahwa adanya waktu yang panjang dalam proses mempertahankan penilaian, apakah akan dilanjutkan dengan sistem ini rata-rata memahami dan mengikuti prosedur," tambahnya.

Selain enam caleg terpilih di DPRD Jateng, ada puluhan caleg PDIP di sejumlah kabupaten dan kota di Jateng yang harus mundur terimbas sistem ini. Sebagian dari mereka saat ini masih melakukan perlawanan.

Strategi Komandante PDIP Jateng

Ketua DPC PDIP Wonogiri, Joko Sutopo pernah menjelaskan soal sistem komandante. Dia menjelaskan, dalam Pemilu 2024, PDIP memakai sistem pemenangan komandante stelsel. Sistem ini digunakan untuk menentukan siapa saja yang nantinya terpilih menjadi anggota DPRD.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Partai No 1/2023. Aturan itu sudah disosialisasikan kepada para caleg sejak 2022.

Dalam sistem ini, yang dihitung bukanlah suara by name caleg, melainkan akumulasi perolehan suara partai di wilayah binaan alias desa masing-masing. Adapun akumulasi ini di antaranya didapatkan berdasar by name caleg dan suara coblos partai.

Joko menambahkan PDIP memiliki kewenangan untuk menentukan siapa caleg yang akan dilantik. Hal ini tertera dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.




(rih/ahr)


Hide Ads