Bupati Klaten Sri Mulyani mengimbau masyarakat Kabupaten Klaten yang merasakan gejala Demam Berdarah Dengue (DBD) untuk jangan ragu melakukan pemeriksaan. Sebab, belakangan muncul banyak gejala yang berbeda dengan DBD pada umumnya.
Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten mencatat, hingga Minggu ke-20, ada 570 kasus positif DBD dengan 26 kematian. Meski penambahan kasus DBD mulai menurun dibanding minggu-minggu sebelumnya, jumlah kasus DBD masih tergolong tinggi di Kabupaten Klaten.
Sri Mulyani mengungkapkan, dalam upayanya mengurangi jumlah kasus DBD di Kabupaten Klaten, ia telah berkoordinasi dengan Dinkes Klaten untuk terus melakukan sosialisasi serta menggencarkan gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) hingga tingkat RT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya langsung koordinasi dengan dinas kesehatan agar selalu melakukan pemantauan gerakan PSN, juga sosialisasi kepada seluruh pemerintah desa agar diteruskan di tingkat RT, RW, sampai masyarakat umum," kata Sri Mulyani kepada awak media di Grha Bung Karno, Kamis (30/5/2024).
"Nanti juga saya akan membantu sosialisasi dengan imbauan yang akan saya buat lewat video ajakan kepada masyarakat, agar sama-sama membersihkan lingkungan sekitarnya dengan baik," lanjutnya.
Meski kasus DBD di Klaten mulai melandai, kata Sri Mulyani, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten akan terus fokus menangani DBD hingga para pasien bisa sembuh dan tak ada lagi kasus kematian akibat DBD. Menurutnya, tingginya kasus kematian ini juga dikarenakan ketidaktahuan masyarakat akan gejala DBD yang mulai bervariasi.
"Masyarakat diimbau apabila mengalami gejala demam, panas, segera periksa ke Puskesmas atau klinik-klinik terdekat, pencegahan lebih dini. Karena kondisinya agak ekstrim ini," tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinkes Klaten Anggit Budiarto menyampaikan, gejala DBD yang kini muncul telah mengalami perubahan dibandingkan DBD pada umumnya. Mulai dari gejala seperti sakit perut, diare, mual, panas, pusing, hingga muncul bintik-bintik merah di badan penderitanya.
"Tapi masyarakat tidak ngeh terhadap kejadian itu. Gejala yang muncul itu tidak serta-merta seperti dulu," kata Anggit.
Anggit juga menyampaikan, keterlambatan penanganan akibat ketidaktahuan masyarakat akan gejala DBD yang baru inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab kematian para pasien DBD. Sebab, masyarakat tidak segera melakukan pemeriksaan meski sudah mengalami gejala DBD.
"Ada yang datang dalam kondisi terlambat (kritis). Ada yang datang ke layanan kesehatan, terus dirujuk, tapi malah pulang," ungkapnya.
Selain ke depannya akan memasifkan sosialisasi terkait gejala dan penanganan terhadap kasus DBD, Dinkes Klaten juga akan lebih menggalakkan pembersihan jentik nyamuk lewat gerakan PSN. Gerakan ini dirasa cukup efektif mencegah perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti.
"Memang diakui masih ada rumah-rumah yang belum bebas jentik, sehingga selalu kita imbau bahwa pembersihan tempat-tempat penampungan air betul-betul bersih. Jangan ada sisa telur yang menempel, karena saat diisi air memungkinkan telur menjadi larva," terangnya.
Senada dengan Sri Mulyani, Anggit pun mengimbau masyarakat Kabupaten Klaten untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan dari sarang nyamuk dan jentiknya, serta segera melakukan pemeriksaan jika dirasa mengalami gejala DBD.
(prf/ega)