Kepala Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS), Dr Argyo Demartoto MSi, menyebut fenomena open BO sudah terjadi cukup lama. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi dan informasi.
"Saat ini banyak aplikasi yang menawarkan untuk anggota masyarakat menginstal aplikasi tersebut. Itu yang dipermudah teknologi dan informasi. Ini kan implikasi era keterbukaan seperti ini," katanya dihubungi detikJateng, Rabu (8/5/2024).
Argyo menyebut, open BO melalui aplikasi saat ini bukan hanya sebagai tuntutan ekonomi. Melainkan juga untuk keterbukaan orientasi seksual.
Ia menyebut booking online kini sudah melebar ke pelayanan sesama jenis atau komunitas LGBT.
"Orientasi booking sudah berkembang termasuk tadi melayani kebutuhan seksual terutama di komunitas LGBT, gay, waria, transpuan, dan lain sebagainya dan ini yang membuka kesempatan," bebernya.
Menurutnya, tidak semua pria yang melakukan booking online ke sesama pria bisa disebut gay atau pecinta sesama jenis. Pasalnya, kata Argyo, bisa saja mereka heteroseksual atau biseksual.
Dirinya menyebut tingkat kriminalitas open BO lebih tinggi ketimbang offline. Hal tersebut karena dunia maya bisa menampilkan sosok yang multi identitas.
"Dunia maya itu kan kita berhadapan dengan banyak virtual community dikatakan kita bisa menjadi seseorang multi identitas. Makanya semacam tawar-menawar itu harus kita lakukan, karena kita lebih tahu pasaran sekian dan sebagainya. Sedangkan dunia maya itu rentan terhadap berbagai macam karakter," jelasnya.
"Dan orang yang telah memutuskan tindakan pemesanan secara online itu memang beresiko. Dia harus berani menghadapi resiko makan pada umumnya saat open BO harus deal-dealnya harus setuju dulu sesuai perjanjian," ucapnya.
Merujuk pada kasus pembunuhan bos tembaga Boyolali Bayu Handono (36) yang meninggal di tangan Irwan (27) yang dibooking oleh korban, Argyo menyebut bahwa pemesan seringkali dirugikan lantaran kerap menjadi korban.
"Iya jelas identitas ganda bisa banyak sekali bisa untuk membohongi (kriminalitas tinggi dibanding open BO lawan jenis). (Penyewa jadi korban) Iya jelas, karena ada yang diperas keuangan diancam minta bayaran ini harus dipenuhi dengan sarana dan prasarana. Ini lah kalau sudah masuk ke perangkap open BO jadi harus dihadapi," bebernya.
Namun, korban-korban itu banyak tidak mau melaporkan karena takut identitas mereka akan terbuka.
"Mereka takut kalau identitas terbuka, selain itu juga takut akan ancaman jika dilaporkan identitasnya ke keluarga, ke kantor seperti itu banyak. Itu sudah bentuk kekerasan, kemudian ini kalau tidak clear di awal makanya sampai terjadi pembunuhan. Dan ini banyak terjadi di kalangan sesama jenis mereka diperas dan ini berkelanjutan tidak berhenti di situ saja," pungkasnya.
Pembunuhan Boyolali Diawali Open BO Sesama Jenis
Diberitakan sebelumnya, kasus pembunuhan pengusaha kerajinan tembaga di Boyolali, Bayu Handono (36) berhasil diungkap kepolisian. Tersangka pembunuhan, Irwan (27) warga Sragen telah ditangkap.
Kasus pembunuhan ini diawali open BO sesama jenis. Korban dan tersangka saling kenal melalui aplikasi.
"Atas dasar terjadinya pembunuhan bahwa antara korban dan pelaku terlibat hubungan asmara," ungkap Kapolda Jawa Tengah, Irjen Ahmad Luthfi dalam konferensi pers di Mapolres Boyolali, Selasa (7/5/2024).
Dijelaskan Luthfi, antara korban dan tersangka terlibat hubungan sesama jenis. Korban dengan tersangka awalnya berkenalan melalui aplikasi pada Januari lalu.
Pada Januari dan Maret, korban dan tersangka tiga kali melakukan hubungan badan dengan imbalan Rp 200 ribu.
Kemudian pada Rabu (1/5), tersangka kembali dihubungi dan diundang oleh korban ke rumahnya. Tersangka diminta menginap di rumah korban.
Saat itulah terjadi cekcok soal tarif antara keduanya. Cekcok ini berujung pembunuhan sadis yang dilakukan tersangka.
"Tersangka meminta Rp 500 ribu. Karena ditarik Rp 500 ribu tidak mau, dia dibunuh," jelas Luthfi. (cln/aku)