SDN Sarirejo Semarang, atau SD Kartini merupakan sekolah yang pertama kali didirikan oleh Yayasan Dana Kartini di Belanda. Pembentukan sekolah-sekolah RA Kartini di Indonesia ternyata berawal dari penjualan surat-surat RA Kartini kepada sahabatnya di Belanda.
Sebagaimana diketahui, RA Kartini ialah pahlawan nasional yang gigih memperjuangkan pendidikan untuk perempuan. Meski wafat dalam usia 25 tahun atau pada 1904, visinya akan pendidikan perempuan banyak terekam dalam surat-suratnya yang kini dibukukan dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Termasuk ide mendirikan sekolah perempuan yang akhirnya terealisasi oleh Yayasan Dana Kartini yang didirikan di Belanda dan Perkumpulan Kartini Hindia Belanda. Yayasan itu bisa berdiri usai sahabat Kartini yang bernama JH Abendanon menerbitkan surat-surat Kartini dalam Door Duisternis Tot Licht di tahun 1911.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Buku tersebut laku keras dan menginspirasi CTh Van Deventer, yang kemudian menggagas Yayasan Kartini bersama Abendanon. Berdasar buku 100 Tahun Bangunan SD Kartini Semarang 1915-2015, diceritakan bahwa yayasan tersebut didirikan untuk mendorong pendidikan perempuan di Jawa atas nama Kartini.
Van Deventer menjadi ketua pertama yayasan tersebut dan keuangan untuk yayasan itu juga didukung dari penjualan buku kumpulan surat Kartini.
![]() |
Dari yayasan tersebut, akhirnya didirikan sekolah pertama bernama Kartinishool de Semarang pada 15 September 1913. Masih merujuk buku yang sama, sekolah itu awalnya berdiri dengan menempati rumah sewa di Jomblang, Semarang.
Sekolah kemudian pindah ke Jalan Dr Cipto (dulu Jalan Kartini belum ada) pada 11 Januari 1915. Saat ini, sekolah tersebut bernama SDN Sarirejo.
Sekolah tersebut berganti nama pada 2010 karena ada aturan yang mengharuskan nama SD negeri disesuaikan dengan nama kelurahan setempat. Kini, sekolah itu juga menghadap Jalan Kartini.
Guru senior sekolah tersebut, Warni, menceritakan sebenarnya sekolah itu juga didanai oleh donatur yang terinspirasi oleh pemikiran RA Kartini.
"Mungkin dari penjualan buku nggak ini ya, sebenarnya donatur yang peduli lah dengan perjuangan atau gagasannya Bu Kartini yang belum diwujudkan," ujarnya saat ditemui di SDN Sarirejo, Kamis (18/4/2024).
Tak hanya Abendon dan Van Deventer, beberapa orang lain juga dinyatakan sebagai tokoh utama pembangunan sekolah tersebut. Misalnya, PKW Kern dan HCAG De Vogel yang merupakan Residen Semarang, dia tercatat turut aktif di Perkumpulan Hindia Kartini Semarang dan ikut mengusahakan tanah di Jalan Dr Cipto tersebut.
Termasuk RMAA Poerboadiningrat yang merupakan Bupati Semarang saat itu yang disebut sebagai pendukung utama pendirian Sekolah Kartini di Semarang.
Sekolah Kartini kemudian menjadi sekolah perempuan yang tak kalah dengan sekolah umum lainnya. Kini, sekolah itu menjadi milik pemerintah dan bernama SDN Sarirejo.
Meski berganti nama, monumen SD Kartini juga masih berdiri. Sekolah itu, juga nampak seperti SD negeri pada umumnya di Semarang dengan tiga rombongan belajar (rombel) yang mengisi setiap tahunnya.
SDN Sarirejo juga memiliki sanggar seni yang berukuran cukup besar. Di sana, juga masih terdapat gamelan yang dipercaya telah ada sejak sekolah itu didirikan.
"Yang masih ada itu gamelan, kemudian mesin jahit tapi tinggal satu," imbuhnya.
Warni yang memulai karier di sekolah itu sejak tahun 1992juga bercerita hingga sekitar 1980 banyak orang-orang Belanda yang masih sering datang ke sekolah tersebut. Orang-orang itu disebut masih memiliki hubungan emosional dengan Sekolah Kartini entah karena sebagai pengurus yayasan atau keturunan dari guru-guru di sekolah itu.
"Ada guru yang sudah senior itu cerita sama saya masih sering dikunjungi dari rombongan orang Belanda terus guru-guru itu semua disuruh main karawitan untuk menyambut tamu dari Belanda. Tapi semenjak saya ke sini sudah nggak ada kunjungan, mungkin kan masih ada hubungan emosional atau apa karena yayasannya kan dari Belanda," ujarnya.
(apl/apu)