SDN Sarirejo Semarang ternyata memiliki ikatan erat dengan perjuangan Raden Ajeng (RA) Kartini. Sekolah itu, didirikan pada zaman Belanda oleh orang yang terinspirasi dengan RA Kartini yang gigih memperjuangkan pendidikan.
Pada awalnya, SDN Sarirejo yang beralamat di Jalan RA Kartini itu bernama Kartinischool de Semarang. Sekolah itu pertama kali dibuka pada 15 September 1913 di rumah sewa di Jomblang.
Kemudian, di akhir bulan Desember 1914 mulai didirikan bangunan sekolah yang kemudian diresmikan pada 11 Januari 1915. Arsip sejarah terkait sekolah itu pun kini sudah dibukukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sekolah tersebut terdapat prasasti yang menunjukkan nama sekolah, yaitu SDN Sarirejo. Namun, di halaman sekolah terdapat tulisan 'SD Negeri Kartini' dengan ukuran cukup besar.
Guru senior di sekolah tersebut, Warni, mengatakan bahwa akhir-akhir ini, pihak sekolah berencana mengenalkan kembali sejarah sekolah tersebut terutama kepada siswa-siswanya. Ada keinginan perjuangan RA Kartini juga bisa dikenal oleh warga sekolah.
"Hari Jumat, itu kita di sini ada happy day jadi hari Jumat itu ada pembiasaan poinnya di kreasinya. Biasanya kan memang ada hari kreasi gitu tapi ini pembiasaannya kita awali dengan sejarah Kartini, sejarah sekolah ini berdirinya seperti apa, perjuangan Kartini seperti apa untuk memperjuangkan pendidikan," katanya saat ditemui di SDN Sarirejo, Semarang, Kamis (18/4/2024).
Sekolah itu, memang bukan didirikan langsung oleh RA Kartini. Pendirinya adalah Perkumpulan Kartini di Hindia Belanda dan Yayasan Dana Kartini di Den Haag, Belanda yang didirikan pada 1912.
Adapun, tokoh kunci pendirian sekolah tersebut ialah J. H. Abendanon, Van Deventer, P.K.W. Kern, R.M.A.A Poerbiadiningrat, Raden Kamil, dan Mas Aboekassan Atmodirono.
Tokoh-tokoh tersebut merupakan orang yang ingin memperjuangkan gagasan Kartini soal pendidikan di Jawa. Sesuai pidato Van Deventer saat mendirikan yayasan, Yayasan Kartini disebut didirikan untuk mendorong pendidikan perempuan di Jawa atas nama Kartini.
![]() |
Awalnya, sekolah tersebut juga dibangun khusus untuk mendidik anak perempuan di Semarang. Bahkan, Sekolah Kartini dinilai lebih baik dibanding sekolah Eropa karena di sana juga diajarkan keterampilan dan diajarkan Bahasa Jawa.
Namun, kini gedung itu sudah jadi sekolah umum. Siswanya bukan lagi anak-anak perempuan saja.
"Yang masih ada itu gamelan, kemudian mesin jahit tapi tinggal satu," ujar Warni.
Sekolah itu kemudian sempat vakum pada November 1942 usai pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Belum ada informasi terkait aktivitas sekolah selama pendudukan Jepang, namun, pada November 1948 sekolah itu telah tercatat sebagai milik pemerintah Indonesia dan diberi nama SDN Kartini.
Kini Jadi SDN Sarirejo
Warni baru menjadi staf pengajar di sekolah itu pada tahun 1992. Saat itu, umurnya baru 20 tahun.
Dia menyebut bahwa masih ada satu bangunan asli yang kini telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Selain itu, gedung-gedung lain di sekolah tersebut merupakan gedung baru.
"Saya awal di sini menghadapnya sekolah kan bukan menghadap Jalan Kartini tapi menghadap Jalan Dr Cipto, pintunya itu di pojok sana hampir dekat lampu merah terus," ujarnya.
Saat itu, sekolah juga masih bernama SDN Kartini. Nama itu diubah menjadi SDN Sarirejo pada 2010 karena ada peraturan yang mengharuskan nama SD negeri disesuaikan dengan nama kelurahan setempat.
Meski begitu, hingga kini SD tersebut tetap dikenal dengan nama SDN Kartini atau SDN Sarirejo Kartini.
"Justru dulu di sini ada 4 SD, SD Kartini 1, 2, 3, 4. Cuma ada yang masuk siang jadi masuknya pukul 12.30 sampai sore, dulu empat rombel, kepala sekolahnya juga empat. Banyak dulu siswanya, dulu kan nggak dibatasi 1 kelas 28 ya kalau dulu sampai 40 orang kelasnya terus tahun berapa itu ya pengen semua masuk pagi, terus yang SD Kartini 4 dihapus," jelasnya.
Awal dia masuk menjadi guru di sekolah tersebut, dia juga banyak mendapat cerita bahwa orang Belanda sering datang ke sekolah tersebut. Mereka adalah orang-orang yang masih bersinggungan dengan Yayasan Kartini atau orang yang merupakan keturunan dari orang Belanda yang menjadi guru di sana.
"Ada guru yang sudah senior itu cerita sama saya masih sering dikunjungi dari rombongan orang Belanda terus guru-guru itu semua disuruh main karawitan untuk menyambut tamu dari Belanda. Tapi semenjak saya ke sini sudah nggak ada kunjungan, mungkin kan masih ada hubungan emosional atau apa karena yayasannya kan dari Belanda," ujarnya.
Sejak Warni mengajar dan hingga sekarang, peringatan Hari Kartini masih menjadi hari yang spesial bagi sekolah. Biasanya akan ada pertunjukan kesenian untuk memperingati Hari Kartini di Sekolah.
"Sebetulnya sih kita nggak menghilangkan ya, biasanya ada juga peringatan Hari Kartini. Cuma kalau istilahnya ada keinginan mengadopsi sedikit lah untuk mengembangkan keterampilan. SD Kartini zaman dulu itu diajarkan apa saja, ya coba kita kembangkan, ini sudah mulai masak-masak anak-anak, membatik juga," pungkasnya.
(ahr/cln)