Bulan Syawal merupakan salah satu waktu favorit bagi masyarakat untuk menggelar pernikahan. Terkait menikah di bulan Syawal, ada perbedaan pandangan antara adat Jawa dan agama Islam.
Sebagai informasi, sebagian masyarakat Jawa masih memegang teguh kepercayaan mengenai hari atau bulan baik dan tidak baik untuk melangsungkan pernikahan. Menurut buku Kitab Primbon Jawa Serbaguna yang ditulis R. Gunasasmita, menikah di bulan baik akan mendatangkan berkah. Sedangkan menikah di bulan tidak baik akan mendatangkan bencana dan malapetaka.
Lantas bagaimanakah dampak menikah di bulan Syawal menurut adat Jawa dan pandangan agama Islam? Mari simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menikah di Bulan Syawal Menurut Adat Jawa
Menurut R. Gunasasmita dalam Kitab Primbon Jawa Serbaguna, menikah di bulan Syawal sebenarnya kurang baik. Bulan kesepuluh di dalam penanggalan Jawa ini dinilai memberikan dampak yang kurang baik bagi pasangan yang menikah.
Pasangan yang menikah di bulan Syawal akan menghadapi banyak kekurangan dalam kehidupan rumah tangganya. Disebutkan pula bahwa melangsungkan perkawinan di bulan Syawal akan membawa pasangan ke dalam jeratan utang.
Adapun bulan yang disarankan untuk menikah antara lain Jumadil Akhir, Rajab, Ruwah, dan Besar. Sementara bulan-bulan lainnya dinilai membawa pengaruh buruk terhadap kehidupan rumah tangga.
Bagaimana dengan Pandangan Islam?
Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Republik Indonesia, beberapa orang menganggap bulan Syawal sebagai bulan yang kurang baik untuk melaksanakan hajat, terutama pernikahan. Namun, keyakinan ini justru bertentangan dengan ajaran Islam yang mengutamakan sunnah dan tuntunan Nabi Muhammad shallallΓ’hu 'alaihi wasallam.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah RA, beliau menyampaikan bahwa Rasulullah SAW menikahi beliau pada bulan Syawal dan menggaulinya pada bulan yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW menolak keyakinan jahiliyah yang menganggap bulan Syawal sebagai bulan yang tidak baik untuk menikah.
Muhyiddin Syaraf An-Nawawi menjelaskan bahwa hadits tersebut mengandung anjuran untuk menikahkan, menikah, atau berhubungan suami-istri pada bulan Syawal. Para ulama dari kalangan madzhab Syafi'i juga menegaskan pandangan atas kesunnahan hal tersebut.
Meskipun demikian, Muhyiddin Syaraf An-Nawawi menekankan bahwa keyakinan bahwa bulan Syawal tidak baik untuk melangsungkan pernikahan adalah pandangan yang tidak memiliki dasar dan merupakan warisan dari kepercayaan jahiliyah. Dengan demikian, pernikahan yang dilangsungkan pada bulan Syawal tidaklah menjadi masalah dalam ajaran Islam.
Demikian penjelasan mengenai menikah di bulan Syawal menurut adat Jawa dan pandangan Islam. Semoga bermanfaat!
(aku/rih)